Angkat Potensi Tapal Kuda, Mahasiswa PSTF Universitas Jember Bikin Film Dokumenter Tanpa Narasi, Berjudul Etanan

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 9 Juli 2018

Tiga mahasiswa Program Studi Televisi dan Film (PSTF) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Riandhani Yudha Pamungkas, M. Sudrajat dan Alfian Parahita membuat film dokumenter berisi potensi wilayah Tapal Kuda berjudul Etanan. Uniknya, film berdurasi kurang lebih 45 menit ini hanya menampilkan gambar saja tanpa narasi !  Pembuatan film Etanan ini sekaligus sebagai tugas akhir studi mereka bertiga di PSTF FIB Universitas Jember. Dan istimewanya,  jika ujian skripsi program studi lain cukup dilaksanakan di dalam kelas, mereka bertiga berinisiatif mempertanggungjawabkan karyanya dengan cara memutar film Etanan di bioskop NSC Jember sebanyak dua kali, pada tanggal 30 Juni dan 8 Juli 2018 lalu.

“Ide awal pembuatan film Etanan berasal dari potensi daerah Tapal Kuda atau Besuki Raya yang melimpah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal, baik potensi pertanian, wisata hingga sumberdaya manusianya,” tutur Riandhani Yudha Pamungkas atau yang sering disapa Rian, memulai penjelasannya saat ditemui di area Gedung CDAST Kampus Tegalboto (9/7). Sore itu Rian didampingi dua koleganya. “Namun di sisi lain kami tidak ingin menggurui penonton, makanya film dokumenter yang kami buat sengaja hanya menampilkan gambar saja, silahkan penonton yang menafsirkan sendiri,” tambah M. Sudrajat, sang editor yang biasa dipanggil Ipung. Dalam kajian film dokumenter, garapan mereka bertiga masuk dalam kategori association picture story.

Tak tanggung-tangung, ketiganya mempersiapkan pembuatan film Etanan secara serius, butuh waktu empat tahun untuk menyelesaikan film dokumenter sepanjang 45 menit. “Dua tahun untuk mencari data dan mempelajarinya, serta dua tahun untuk proses pengambilan gambar dan editing,” kata Alfian yang bertugas sebagai Director of Photography alias pengambil gambar, sementara untuk ide, naskah dan sutradara dipegang oleh Rian. “Di tahapan pra produksi, yang paling sulit itu menerjemahkan data menjadi bentuk gambar, sementara di saat produksi kesulitan yang mendera adalah saat harus mengambil gambar di lokasi-lokasi yang belum tersentuh infrastruktur,” kata Rian yang asli Bantul, Yogyakarta. Gara-gara asyik mempersiapkan film Etanan, masa kuliah mereka harus molor, padahal mereka bertiga adalah mahasiswa angkatan 2012.

Usaha ketiganya tak sia-sia, pengorbanan tenaga, waktu dan materi terbayar lunas setelah mendapatkan apresiasi baik dari dosen penguji maupun penonton yang hadir di bioskop NSC. “Jadi setelah mengikuti ujian pendadaran, kami diuji oleh penonton yang penasaran dengan film kami. Alhamdulillah lulus keduanya,” tukas Ipung. Saat diputar pertama kali di bioskop NSC (30/6), semua kursi terisi penuh, banyak pula penonton yang mengajukan pertanyaan. “Rata-rata menanyakan mengapa tanpa narasi sama sekali, padahal ini film dokumenter yang bertujuan menjelaskan sesuatu. Kedua, banyak yang tanya bagaimana cara dan proses pengambilan gambar, hingga film Etanan banyak menampilkan gambar-gambar yang indah,” imbuh Alfian.

Pertanyaan penonton tadi tidak berlebihan, film dibuka dengan keindahan gunung Bromo dan dilanjutkan pemandangan eksotis dari pantai Watu Ulo, Gunung Ijen, air terjun Madakaripura, dan destinasi wisata lainnya di wilayah Tapal Kuda. Selain menampilkan destinasi wisata, muncul potensi industri di Tapal Kuda dan tentu saja potensi sumber daya manusia yang diwakili oleh keberadaan Universitas Jember. “Tapi kami tidak berhenti di segi potensi saja lho, kami juga menampilkan tantangan yang masih dihadapi oleh wilayah Tapal Kuda, seperti akses pendidikan yang belum merata hingga ekses negatif dari industrialisasi,” ucap Rian yang sudah mendapatkan tawaran dari beberapa Production House di Jakarta ini.

Langkah mereka bertiga memproduksi film Etanan ternyata banyak mendapatkan dukungan dan apresiasi, tidak hanya dari kalangan internal PSTF saja, namun dari kalangan eksternal, buktinya banyak pihak yang bersedia membantu penyelesaian film mereka, sekaligus mempublikasikan film mereka melalui beragam jalur. “Termasuk pihak bioskop yang bersedia memutar film kami, padahal awalnya sempat gak pede untuk diputar  di bioskop, tapi pihak manajemen ternyata mendukung penuh. Bulan ini kami juga sudah menjadwalkan road show pemutaran film Etanan di beberapa kota seperti Pasuruan, Jakarta, dan kota lainnya. Mimpi kami ingin mendaftarkan film Etanan ke festival Film Cannes tahun 2019 nanti,” pungkas Ipung didukung penuh dua koleganya. (iim)

Skip to content