[:id]CHRM2 Universitas Jember Gelar Konferensi Pengawasan Pasca Legislatif di Myanmar[:]

[:id][vc_row][vc_column][vc_column_text]

Yangon, 18 Juni 2019

Centre for Human Rights, Muliculturalism, and Migration (CHRM2)  Universitas Jember, bekerja sama dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD) Inggris, dan University of Yangon, Myanmar, menyelenggarakan konferensi tentang “Pengawasan Pasca-Legislatif atau Post Legislative Scrunity (PLS) di Asia” di Lotte Hotel, Yangon, Myanmar (17-18/6). Konferensi ini merupakan kelanjutan dari kolaborasi yang intens antara CHRM2 Universitas Jember dengan WFD Indonesia sejak Desember 2018.

Menurut Al Khanif, Ketua CHRM2 Universitas Jember yang melaporkan dari Yangon, tema Pengawasan Pasca Legislatif atau PLS diangkat mengingat pentingnya PLS sebagai alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan merupakan bagian dari peran pengawasan parlemen. “Ada kalanya undang-undang sudah disahkan, tapi belum tentu diterapkan. Dengan prosedur PLS maka parlemen dan masyarakat sipil aktif mengawasi apakah sebuah undang-undang telah diberlakukan, yang kedua apakah maksud dan tujuan penerapan undang-undang tadi sudah tercapai,” jelas pria yang sehari-harinya dosen di Fakultas Hukum Universitas Jember ini.

Al Khanif menambahkan, penerapan PLS membawa tiga manfaat, yakni memperkuat pemerintahan yang demokratis karena undang-undang yang diadopsi oleh parlemen harus diimplementasikan dan diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip legalitas dan kepastian hukum. Kedua, memungkinkan identifikasi dampak potensial yang merugikan dari undang-undang baru dan kesempatan untuk bertindak untuk mencegahnya. “Ketiga, memungkinkan penilaian yang konsisten tentang bagaimana undang-undang menanggapi isu-isu yang ingin mereka atur. Ini memungkinkan legislator untuk belajar dari pengalaman apa yang berhasil dan yang tidak, serta seberapa efektif implementasi dalam memenuhi tujuan, dengan tujuan untuk membuat undang-undang yang lebih baik di masa depan dan mengurangi kebutuhan untuk tindakan korektif,” imbuh Al Khanif.

Pembukaan konferensi dilakuan oleh Sao Siri Rupa, perwakilan WFD untuk Myanmar. Dalam sambutannya, Sao Siri Rupa mengapresiasi kerjasama antara WFD dengan CHRM2 Universitas Jember dalam rangka menyebarluaskan konsep PLS di berbagai provinsi di Indonesia, dan kini di Myanmar. “WFD dan CHRM2 Universitas Jember bertekad terus bekerjasama dalam rangka terus membangun demokrasi universal, demokrasi berbasis perwakilan multi partai yang sah dan efektif,” tutur Sao Siri Rupa. Untuk diketahui CHRM2 Universitas Jember sudah dua tahun ini menjalin kerjasama dengan WFD.

Selain menampilkan Al Khanif dari CHRM2 Unversitas Jember sebagai salah satu pembicara kunci, tampil pula Kakha Kuchava dari Republik Georgia. Pria yang juga Ketua Komite Lingkungan Parlemen Georgia ini mempresentasikan makalahnya berjudul Langkah-Langkah Pengawasan Pasca-Legislatif (PLS) Untuk Menghasilkan Hukum Yang Berorientasi Pada Hasil. Dalam presentasinya, Kuchava menekankan peran wacana publik dan partisipasi publik dalam mensukseskan PLS, serta menguraikan tantangan dalam penegakannya.

 Konferensi kemudian diteruskan dengan panel tematik.  Adapun beberapa tema yang dibahas dalam konferensi ini antara lain PLS dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB (SDGs), Struktur dan Sumber Daya yang Membentuk Kemampuan Parlemen untuk Melakukan PLS, serta membahas berbagai studi kasus dari berbeberapa negara yang hadir dalam konferensi.

Para peserta konferensi yang terdiri dari anggota parlemen, dosen dan pemerhati serta praktisi masalah hukum, sosial dan politik ini juga mendapatkan wawasan tentang prosedur PLS di parlemen Inggris, pelatihan teknis tematis dan diskusi oleh pemateri dari House of Commons yang merupakan parlemen Inggris. “Harapannya, dari konferensi ini akan meningkatkan keterampilan teknis anggota parlemen dam masyarakat sipil dalam proses penerapan PLS sehingga tercapai tujuan  mewujudkan tata kelola yang inklusif yang memperkuat pembuatan kebijakan, akuntabilitas, perwakilan dan partisipasi warga Negara,” imbuh Al Khanif.

Secara keseluruhan konferensi menghadirkan 28 pembicara dan dihadiri oleh 600 peserta yang terdiri dari perwakilan dari Indonesia, Australia, Malaysia, Vietnam, Nepal, Pakistan, Korea Selatan, Amerika Serikat, Inggris, Yunani, Georgia, India, Kosovo, Sri Lanka dan tuan Myanmar.  Menurut rencana, semua makalah yang disajikan dalam konferensi di University of Yangon ini akan akan diterbitkan dalam Journal of Southeast Asian Human Rights (JSEAHR) pada edisi Desember 2019 dan Juni 2020. (alkhanif/iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][:]

Skip to content