Mahasiswa Universitas Jember Suarakan Dukungan Tolak Pembangunan Pabrik Semen di Gunung Kendeng

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 15 November 2018

Kasus pembangunan Pabrik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang masih menjadi polemik yang belum menemukan titik temu hingga saat ini. Pembangunan pabrik semen ini dinilai warga sekitar akan mengakibatkan kerusakan pada lingkungan yang nantinya mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang terjadi. Berbagai aksi digelar oleh para warga untuk memperjuangkan kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng. Salah satu perjuangan mencengangkan yang pernah dilakukan adalah demo di depan Istana Negara Jakarta yang dilakukan oleh warga Kendeng pada Maret 2017 lalu. Dalam demo tersebut, para petani Kendeng mengecor kakinya di seberang Istana Merdeka. Hal tersebut menyita perhatian masyarakat Indonesia termasuk Presiden Jokowi. Presiden Jokowi lantas membentuk Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar kegiatan penambangan karst untuk kepentingan pembuatan semen di kawasan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Keputusan Jokowi juga berlanjut pada pemberhentian pembangunan pabrik semen di Kendeng hingga penyusunan KLHS selesai dilaksanakan.

Universitas Jember melalui Centre for Human Rights, Migration and Multiculturalism (CHRM2 UNEJ) memberikan dukungannya terhadap masyarakat Rembang dengan menyelenggarakan Kuliah Bersama Rakyat dengan tema “Negara Hukum, Kemanusiaan, dan Ekologi” pada Kamis (15/11) bertempat di Ruang 1/2, Fak. Hukum Universitas Jember. Kuliah tersebut mendatangkan beberapa narasumber, diantaranya  Gunretno (Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendengan – JMPPK) dan Yateno (Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur, Banyuwangi). Al-Khanif, Ketua CHRM2 Universitas Jember menyampaikan latar belakang mengadakan kuliah kali ini.

“Kuliah kali ini kami adakan agar dapat memberikan wawasan dan perspektif yang berbeda kepada mahasiswa kami, sehingga para mahasiswa dapat mengetahui secara langsung bagaimana duduk permasalahan yang ada dari para narasumber,” tutur Al-Khanif.

Dalam kuliah yang diberikan, kedua narasumber menceritakan bagaimana kebijakan pemerintah untuk berbagai konflik agraria yang ada saat ini masih belum dapat melindungi kepentingan rakyat termasuk menjaga kelestarian lingkungan. Gunretno menyampaikan, pentingnya pemahaman mengenai fungsi suatu kawasan perlu disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat, dalam bahasan kali ini adalah fungsi kawasan karst di Pegunungan Kendeng. Karst yang selama ini dianggap panas dan gersang ternyata memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan.

“Masyarakat termasuk para pemangku kepentingan perlu mengetahui fungsi kawasan karst agar mereka menjadi cinta terhadap kelestarian lingkungan. Karst yang selama ini dianggap hanya gundukan batu panas dan gersang justru memiliki fungsi sebagai penyimpan cadangan air ketika musim hujan. Dimana satu kubiknya dapat menyimpan cadangan air sebanyak 200 liter,” papar Gunretno.

Lebih lanjut, Gunretno menyampaikan keluh kesahnya mengenai proses pembangunan pabrik semen yang masih kontroversial hingga detik ini.

“Berbagai aksi terus kita perjuangkan demi menjaga kelestarian kawasan Pegunungan Kendeng, hingga akhirnya muncul KLHS dari presiden. Namun kajian tersebut nyatanya masih belum dapat terealisasi dengan baik di lapang. Seharusnya tetap ada pengawalan di lapang agar keputusan presiden tersebut dapat berjalan dengan baik,” papar Gunretno.

Sementara itu, Yateno menambahkan bahwa selama ini program CSR dari beberapa perusahaan tidak memberikan dampak positif yang bisa dirasakan masyarakat. Bahkan untuk beberapa proses seperti penyusunan AMDAL, masyarakat terkait justru tidak dilibatkan dengan baik. Disinilah kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat tegas terhadap para investor atau pemangku kepentingan.

“Seringkali ketika penyusunan AMDAL, masyarakat yang merasakan dampak langsung hanya dijadikan legitimasi. Ya hanya sekedar formalitas, kami datang menyampaikan aspirasi kami untuk kelestarian lingkungan, namun faktanya apa yang kami sampaikan tidak tercantum satu pun di dalam AMDAL yang disusun. Ada manipulasi data yang dilakukan oleh pemangku kepentingan,” tambah Yateno.

Gunretno lantas menambahkan pentingnya aksi untuk membongkar segala manipulasi yang dilakukan pada pembangunan pabrik semen di Kendeng guna menjaga kelestarian lingkungan demi anak cucu. Disinilah peran mahasiswa dan akademisi sangat dibutuhkan.

Di akhir kuliah, sebanyak 150 mahasiswa yang hadir memberikan dukungannya melalui petisi online di akun facebook CHRM2 UNEJ yang dilakukan dengan serentak menyorakkan: “Kami Mahasiswa Universitas Jember, Mendukung Tolak Pabrik Semen di Gunung Kendeng. Salam Kendeng, Lestari”.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content