Saat Rektor, Dekan dan Guru Besar Main Ketoprak : Lupa Naskah, Hingga Asam Urat Kambuh

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 14 November 2018

                Alkisah, Adipati Yudha Murti, penguasa kadipaten Gebang Taman memiliki putri yang cantik jelita, Dewi Rengganis, yang kecantikannya membuat banyak bangsawan tergila-gila. Salah satunya Adipati Wira Keling, Adipati di kadipaten Arga Kembar. Sayangnya lamaran Wira Keling bertepuk sebelah tangan, Dewi Rengganis menolak pinangannya. Geram pinangannya ditolak, Yudha Murti berencana  menyerbu kadipaten Gebang Taman dengan menggandeng kerajaan Blambangan. Tak pelak, kedua kadipaten itu pun bersiap berperang habis-habisan. Lantas bagaimana jalan cerita selanjutnya ? Bukannya dibikin tegang, penonton opera tradisional berjudul Dewi Rengganis dalam rangka peringatan Dies Natalis ke 54 Universitas Jember ini malah terbahak-bahak (10/11). Maklum para pemainnya adalah rektor, dekan, guru besar, karyawan, dan mahasiswa Universitas Jember.

                Bagaimana tidak ketawa, ditengah-tengah asyiknya cerita tiba-tiba saja dialog berhenti, maklum pemainnya lupa naskah, atau sang pemain justru beradegan di luar skenario yang sudah dibuat. Seperti saat adegan Senopati Jambe Lengkung yang dimainkan oleh Prof. Rudi Wibowo, Direktur Pascasarjana, menghadap Adipati Yudha Murti yang diperankan oleh Moh. Hasan, Rektor Universitas Jember. Adegan yang seharusnya dimainkan oleh sang senopati dengan bersila ini malah dimainkan oleh Prof. Rudi Wibowo dengan berdiri, alasannya tak tahan bersila karena punya asam urat ! Malah sang senopati yang seharusnya membawa pesan dari adipatinya justru ber-selfie-dengan dengan adipati Yudha Murti. Namun justru kelucuan-kelucuan spontan di atas panggung inilah yang membuat para penonton betah bertahan menonton.

Menurut sang sutradara sekaligus dalang, Eko Swargono, dirinya sengaja mengatur pertunjukan malam itu dengan atmosfer humor, sehingga tidak ada adegan yang salah. “Alur, akting, dialog serta bloking untuk para aktor dan aktris saat dipanggung langsung saya kendalikan dan saya kontrol menggunakan peran saya sebagai dalang sehingga cerita tetap mengalir walau di sana sini ada kesalahan,” tutur dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya ini. Eko menambahkan, format pertunjukan merupakan campuran antara ketoprak Jawa Tengah, dan ludruk Jawa Timur yang merupakan bentuk seni budaya yang tumbuh dan berkembang di Jember. “Sengaja memilih cerita Dewi Rengganis, karena legenda ini juga terkait erat dengan cerita sejarah Jember dan sekitarnya,” imbuh Eko yang juga pegiat kesenian di Jember ini.

Sementara itu Rektor Universitas Jember menjelaskan, pertunjukan kali ini bertujuan untuk mempererat silaturahmi antar keluarga besar Universitas Jember, selain tentunya untuk memberikan hiburan yang berbeda bagi sivitas akademika Kampus Tegalboto dan masyarakat sekitar saat peringatan Dies Natalis Universitas Jember. “Banyak cara menjalin kerjasama dan kekompakan, salah satunya dengan cara berkesenian. Walau latihan hanya sekali, tapi kita pede bermain lho,” seloroh Moh. Hasan yang malam itu di dapuk sebagai adipati Yudha Murti. Saat ditanya apakah sulit memainkan  peran sebagai adipati, Moh. Hasan menjawab,…“Syukurlah tidak ada kesulitan, mungkin karena sudah biasa jadi rektor yah,” katanya sambil bergurau.

Ternyata berkesenian itu mengasyikkan, buktinya ada rencana pertunjukan seperti lakon Dewi Rengganis akan dimainkan lagi, paling tidak untuk mengisi peringatan Dies Natalis Universitas Jember di tiap tahunnya. “Sambutan para pemain sangat positif, selain menjadi hiburan tersendiri, kegiatan ini menjadi salah satu kontribusi dalam melestarikan dan mengembangkan seni tradisional,” pungkas Eko Swargono. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content