Jember, 22 Juni 2021
Program Studi Diploma 3 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang (UNEJ Kampus Lumajang) kini punya fasilitas baru. Yakni Laboratorium Modern and Complementer Wound Care. Keberadaan laboratorium ini berkat keberhasilan UNEJ Kampus Lumajang mendapatkan hibah kompetisi Program Pengembangan Perguruan Tinggi Vokasi dalam rangka program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Ditjen Dikti Kemedikbudristek tahun 2020 lalu. Jumlah hibah yang diterima sebesar 1,7 milyar rupiah. Fasilitas baru ini akan fokus pada bagaimana memberikan perawatan luka pada pasien, termasuk luka akibat gigitan hewan seperti ular.
Menurut Ketua Program Studi Diploma 3 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang, Nurul Hayati, keberadaan fasilitas Laboratorium Modern and Complementer Wound Care diperuntukkan guna meningkatkan ketrampilan mahasiswa, riset bagi dosen serta disiapkan untuk melayani masyarakat umum. “Ke depan, keberadaan fasilitas baru ini juga akan melayani masyarakat luas, contohnya melayani warga yang menderita luka akibat penyakit seperti diabetes, bahkan melayani warga yang terkena gigitan hewan seperti ular. Layanan ini sesuai dengan visi misi kami yang hadir untuk mengembangan agronursing yang fokus pada keperawatan untuk masyarakat yang ada di kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan,” jelas Nurul Hayati saat dihubungi melalui layanan pesan hari Selasa (22/6).
Perawatan bagi pasien dengan luka gigitan hewan menjadi salah satu andalan di Laboratorium Modern and Complementer Wound Care, pasalnya Indonesia adalah negara agraris dengan jumlah penduduk berprofesi sebagai petani dan pekebun yang besar. Mereka ini berpeluang terkena gigitan hewan saat bekerja. Sayangnya Indonesia masih minim ahli kesehatan yang kompeten dalam menangani luka akibat gigitan hewan.
“Contohnya saja kita hanya memiliki satu dokter spesialis toksinologi, padahal dalam setahun ada sekitar 135 ribu kasus gigitan ular di Indonesia yang jika terlambat ditangani maka bisa berakibat fatal bahkan berujung pada kematian. Keberadaan Laboratorium Modern and Complementer Wound Care diharapkan mencetak perawat yang terampil menangani luka gigitan hewan termasuk ular,” tutur Mashuri, salah satu dosen UNEJ Kampus Lumajang yang memiliki spesialis penanganan luka gigitan hewan.
Mashuri menambahkan, Indonesia memiliki 349 spesies ular dengan 77 spesies ular diantaranya tergolong ular berbisa. Sayangnya ketersediaan serum anti bisa sebagai penawar bisa ular masih terbatas di Indonesia. “Selama ini serum anti bisa yang banyak tersedia masih tipe polivalen yang diberikan kepada semua pasien gigitan ular tanpa melihat jenis ularnya. Idealnya serum anti bisa yang diberikan kepada pasien berjenis monovalen yang menyesuaikan dengan jenis ular yang menggigit, agar perawatannya lebih baik. Oleh karena itu kami juga merencanakan meneliti dan membuat serum anti bisa sesuai tipe ular dan berdasarkan kearifan lokal yang ada,” imbuh Mashuri.
Kearifan lokal juga menjadi kata kunci dalam pengembangan Modern and Complementer Wound Care ke depan. Dana hibah yang didapat selain digunakan untuk meningkatkan kompetensi para dosen di bidang perawatan luka, juga dimanfaatkan guna meneliti kearifan lokal yang hidup di masyarakat untuk pengobatan luka. “Kata complementer yang tersemat pada laboratorium kita berarti UNEJ Kampus Lumajang ingin mengembangkan bahan komplemen alami untuk pengobatan luka yang berbasis pada kearifan lokal. Semisal penggunaan bahan herbal seperti daun binahong, lidah buaya bahkan madu. Jadi pengobatan luka secara modern tetap dapat bersanding dengan pengobatan luka secara tradisional,” kata Zaenal Abidin, salah satu dosen di UNEJ Kampus Lumajang. (iim)