Jember, 26 Oktober 2021
Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai paringatan hari santri tidak boleh dilepaskan dari akar semangat dan historisnya yaitu Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari. Oleh karena itu peringatan hari santri harus disertai upaya menumbuhkan jiwa nasionalisme.
“Peringatan ini jangan hanya dijadikan sebagai seremonial tahunan. Namun harus mampu memantulkan semangat patriotisme dalam menjaga dan merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar KH Abdullah Syamsul Arifin saat menjadi pemateri dalam tabligh akbar memperingati Hari Santri Nasional 2021 di Masjid Al-Hikmah Universitas Jember, (26/10).
Dalam acara yang mengusung tema “Refleksi Perjuangan Santri Untuk NKRI,” Kyai yang akrab disapa Gus Aab ini menyampaikan, santri harus menjadi lokomotif untuk menyebarkan paham-paham kebangsaan. Karena menurutnya, paham kebangsaan tidak ada masalah dan tidak ada kontradiksi dengan paham keagamaan yang selama ini diajarkan di pesantren kepada para santri.
“Dalam konteks nasionalisme disitu ada semangat dalam diri kita. Khususnya para santri dalam mencintai tanah air menjaga dan merawat kesatuan negara ini dan itu juga bagian dari agama. Hubbul wathan minal iman,” jelas Gus Aab.
Gus Aab melanjutkan, mayoritas ulama dan umat Islam di seluruh dunia termasuk oleh Nahdlatul Ulama di Indonesia dan di belahan negara lainnya memandang, bahwa agama dan negara ini memiliki pola hubungan simbiosis mutualisme. Agama butuh negara dan negara butuh agama.
“Agama adalah pondasinya dan negara pengawal dan penjaganya. Negara dan agama itu sama dengan saudara kandung yang tidak sempurna salah satu kecuali dengan saling melengkapi satu dengan lainnya,” lanjut Gus Aab.
Lebih jauh Gus Aab menjelaskan, dalam perluasan makna santri tidak selalu identik dengan mereka yang sedang atau pernah menempuh pendidikan agama di pesantren. Namun kata santri juga bisa diberikan pada mereka yang melakukan penjagaan dan perjuangan terhadap keutuhan NKRI.
“Santri adalah mereka yang memiliki semangat nasionalisme dan melaksanakan ajaran agama dalam konteks ke Indonesiaan. Selesai paham keagamaan dan bernegaranyanya. Maka itu masuk dalam makna santri,” papar pengasuh pondok pesantren Darul Arifin ini.