FKep Universitas Jember Gelar 2nd International Student Conference, Fokus Bahas Penyakit Tidak Menular

Jember, 9 Oktober 2022
Pandemi Covid-19 yang menulari seluruh dunia dalam waktu singkat mulai mereda, namun bukan berarti problem kesehatan dunia sudah selesai. Justru kewaspadaan harus tetap dijaga terutama menghadapi Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non Communicable Disease (NCD). Menurut data WHO pada tahun 2021 terdapat 41 juta kematian di dunia karena PTM, angka tersebut menyumbangkan 71 persen kematian akibat penyakit secara global. PTM bisa berupa penyakit jantung, kanker, diabetes melitus, penyakit pernafasan kronis dan lainnya.

Berangkat dari data tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keperawatan (FKep) Universitas Jember menggelar 2nd International Student Conference, yang tahun ini mengambil tema “Preparing Future Healthcare Workforces in Managing Non Communicable Disease” di lantai lima gedung R. Soedjarwo (9/10). Kegiatan yang digelar secara hibrid ini menampilkan pembicara Dr. Ns. Rondhianto, M.Kes., dari FKep Universitas Jember. Sementara tiga pembicara dari luar negeri yakni Steve Frost, PhD., (School of Nursing and Midwifery, Western University Australia), Fang Wen Hu., PhD., (National Cheng Kuo University Taiwan) dan Samoraphop Banharak, PhD., (Khon Kaen University Thailand) memaparkan materi secara daring.

Dr Ns Rondhianto, dosen FKep UNEJ menyampaikan materi

Dalam pemaparannya, Rondhianto menjelaskan betapa pentingnya peran keluarga dalam memberikan dukungan bagi penderita diabetes melitus tipe 2. Pasalnya angka penderita diabetes melitus tipe 2 makin meningkat setiap tahunnya. Dari data yang ada jika di tahun 2019 ada 10,7 juta penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia, maka di tahun 2021 jumlahnya meningkat menjadi 19,5 juta penderita. Fakta ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penderita diabetes melitus tipe 2 di peringkat nomor lima di dunia.

Mengingat hingga kini belum ada pengobatan yang mampu mengatasi penyakit diabetes melitus, maka penderitanya harus mendapatkan dukungan agar tetap dapat memberikan kontribusi maksimal dalam kehidupan sehari-hari. Dan dukungan tersebut harus datang dari keluarga sebab tidak mungkin menyandarkan sepenuhnya kepada tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat saja. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, Rondhianto menyarankan agar keluarga dengan penderita diabetes melitus tipe 2 harus dipasok dengan informasi, ketrampilan dan peralatan agar mampu menangani anggota keluarganya.

Fang Wen Hu (foto kiri atas) dan Steve Frost (foto bawah)

“Informasi dan keterampilan yang harus dimiliki antara lain pengetahuan tentang diet, olahraga yang cocok bagi penderita, disiplin mengkonsumsi obat dan cek kadar gula serta ketrampilan dalam mengolah bahan makanan. Harapannya penderita diabetes melitus tipe 2 akan tetap fit dan aktif dengan sokongan dari keluarga. Namun dalam penelitian yang saya lakukan, kendala terjadi pada penderita yang termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah akibat keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, kekurangan informasi dan minim kemampuan finansial,” jelas Rondhianto.

Berbeda dengan Rondhianto, tiga pemateri dari luar negeri memilih topik bahasan mengenai perawatan terhadap pasien lanjut usia (Lansia). Seperti yang disampaikan oleh Fang Wen Hu, yang mengingatkan semua hadirin bahwa dunia menuju aging society bahkan diperkirakan saat ini 10 persen penduduk dunia adalah golongan Lansia. Kemajuan teknologi diiringi makin baiknya layanan fasilitas kesehatan membuka peluang manusia berumur panjang. Namun kesemuanya tiada arti jika Lansia yang ada bukan lansia yang sehat. Oleh karena itu perawatan kesehatan bagi Lansia harus melibatkan lintas disiplin kesehatan seperti melibatkan ahli gizi, psikolog dan dokter.

Samoraphop Banharak, PhD., (Khon Kaen University Thailand) memaparkan materi secara daring.

Sementara itu Steve Frost fokus pada kemampuan perawat dalam mendeteksi gejala frailty, yakni sindroma geriatri yang menyerang Lansia dengan ditandai berkurangnya kemampuan fungsional dan adaptasi tubuh. Frailty ditandai dengan mudah lelah, penurunan kemampuan dan kekuatan melakukan pekerjaan tertentu, makin lambat berjalan dan sebagainya. Kemampuan perawat mendeteksi gejala Frailty akan membantu pasien Lansia dalam mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai. Pembicara selanjutnya Samoraphop Banharak membawakan materi berjudul “Improving Quality of Nursing Interventions in Managing NCDs Using Evidence Based Practice”.

Kegiatan dibuka secara resmi secara daring oleh Rektor Universitas Jember, yang dalam sambutannya mengapresiasi BEM FKep yang sukses melaksanakan konferensi internasional secara berkala. Seusai pemaparan materi, kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan karya tulis ilmiah oleh 21 kelompok mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang dinyatakan lolos seleksi. Selain melombakan kategori penulisan makalah, panitia juga melombakan kategori poster.

Dari data panitia kegiatan, peserta yang mengikuti 2nd International Student Conference FKep Universitas Jember secara luring dan daring berjumlah 1.041 peserta, mereka adalah mahasiswa dan dosen dari berbagai perguruan tinggi diantaranya Universitas Airlangga, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Hasanudin, Universitas Syiah Kuala, Universitas Muslimin Indonesia Makassar, Poltekkes Malang serta tuan rumah Universitas Jember.

“Kegiatan konferensi internasional ini digelar secara rutin dalam rangka memberikan informasi, pengetahuan dan perkembangan terkini di bidang kesehatan khususnya keperawatan kepada mahasiswa dan dosen. Selain itu keberadaan pembicara dari berbagai negara juga diharapkan membuka kesempatan kerjasama dan kolaborasi penelitian,” imbuh Dekan FKep Universitas Jember, Lantin Sulistyorini. (iim)