Jember, 6 November 2024
Universitas Jember (UNEJ) bertekad mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Komitmen ini disampaikan langsung oleh Rektor saat membuka kegiatan seminar bertajuk “Kekerasan Seksual di Era Digital” yang digelar oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UNEJ di aula lantai lima gedung R. Soedjarwo (6/11/2024). Dalam pidatonya, Rektor mengajak keluarga besar UNEJ menghindari seluruh bentuk kekerasan seksual, sekaligus mengingatkan sanksi bagi yang melakukan kekerasan seksual.
Menurut Iwan Taruna, komitmen mewujudkan kampus bebas kekerasan seksual harus didukung semua pihak mulai dari mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan. Pasalnya potensi kekerasan seksual selalu ada dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Apalagi dengan kondisi demografi UNEJ yang mayoritas mahasiswanya adalah perempuan, bahkan mencapai 60 persen. Oleh karena itu UNEJ mendukung penuh program yang dilakukan oleh Satgas PPKS UNEJ.
“Saya mengapresiasi kiprah Satgas PPKS UNEJ selama dua tahun ini, mulai menyusun pedoman, menyosialisasikan pencegahan kekerasan seksual hingga memberikan pendampingan. Namun tentu saja Satgas PPKS tidak bisa berjuang sendiri, perlu dukungan semua pihak guna mewujudkan kampus bebas dari kekerasan seksual,” ujar Iwan Taruna.
Sementara itu dalam laporannya, Ketua Satgas PPKS UNEJ, Fanny Tanuwijaya menjelaskan selama dua tahun terakhir ini pihaknya mencatat pada tahun 2023 ada 17 kasus yang ditangani dengan mayoritas berupa kekerasan seksual verbal dan kekerasan seksual berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Sementara pada tahun 2024 pihaknya menangani 22 kasus kekerasan seksual berupa kekerasan seksual fisik dan kekerasan seksual berbasis TIK.
“Oleh karena itu kami memilih tema Kekerasan Seksual di Era Digital karena melihat kecenderungan maraknya kekerasan seksual berbasis TIK. Harapannya, keluarga besar UNEJ paham, peduli dan turut melakukan pencegahan kekerasan seksual,” jelas Fanny Tanuwijaya yang juga dosen di Fakultas Hukum UNEJ. Seminar dihadiri mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan di UNEJ.
Sinyalemen Ketua Satgas PPKS UNEJ akan maraknya kekerasan seksual berbasis TIK dibenarkan pembicara seminar, Noor Sidharta yang merupakan Sekertaris Jenderal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Menurutnya dari data Komnas Perempuan tahun 2019 hingga 2022, angka kasus kekerasan seksual berbasis TIK menunjukkan kecenderungan naik, bahkan mencapai 400 persen !
Menurut Sekertaris Jenderal LPSK, naiknya angka kekerasan seksual berbasis TIK dikarenakan juga makinbanyak korban yang berani mengungkapkan kasusnya hingga melaporkan ke aparat penegak hukum. Di tahun 2024 saja, LPSK menangani 1.004 kasus laporan terkait kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, termasuk di dalamnya kekerasan seksual berbasis TIK. Mirisnya, pelaku kekerasan seksual ini banyak yang dulunya juga menjadi korban kekerasan seksual. Sehingga perlu serius dan sungguh-sungguh untuk memutus lingkaran setan kekerasan seksual ini.
“Saya ingatkan, tidak ada upaya damai atau restorative justice dalam kasus kekerasan seksual ! Oleh karena itu jangan sampai ada upaya menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan cara-cara tertentu dengan alasan menjaga nama baik lembaga. Justru lembaga yang membiarkan kekerasan seksual malah makin merusak nama baiknya,” pesan Noor Sidharta dengan tegas.
Sementara itu pemateri sebelumnya, Nova El Maidah mengajak peserta seminar untuk selalu berpikir dua kali dalam melangkah di dunia maya. Entah mengunggah (posting) maupun menyebarluaskan konten. Pasalnya selain menawarkan beragam kemudahan, dunia maya memiliki sisi kelamnya juga. Maka selalu waspada menjadi kata kunci.
“berlayar di dunia maya itu memang mengasyikkan, ibarat minum kopi yang nikamt, namun jika terlalu banyak hingga kecanduan tentu tidak baik sebab akan berakibat bagi perkembangan psikologis, emosional, bahkan sosial,” kata Nova El Maidah yang dosen di Fakultas Ilmu Komputer UNEJ.
Di akhir seminar, Noor Sidharta juga mengajak mahasiswa UNEJ turut aktif membantu dan mendampingi saksi maupun korban yang dibina oleh LPSK melalui program Sahabat Saksi Korban. Saat ini sudah ada 800 orang yang menjadi Sahabat Saksi Korban yang turut mendampingi saksi maupun korban. Bahkan tidaks edikit korban yang menerima pendampingan LPSK kemudian memutuskan menjadi Sahabat Saksi Korban. (iim)