Jember, 30 Januari 2025
Wacana revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh Komisi III DPR RI menjadi perhatian sejumlah pihak, termasuk akademisi dan praktisi hukum.
Lebih lanjut, Eddy Mulyono menyebutkan, dalam tahapan penyusunan, berdasarkan data Program Legislasi Nasional (Prolegnas), terdapat 176 RUU, di mana 41 RUU di antaranya merupakan Prolegnas prioritas. βJika saya perinci secara kontekstual dalam pembahasan R-KUHAP ini, kita perlu melihat bagaimana revisi ini berkontribusi dalam memperkuat sistem hukum dan penegakan keadilan di Indonesia,β jelasnya.
Eddy Mulyono juga menyoroti pentingnya sinergi-kolaborasi antar lembaga penegak hukum kolaborasi antarpenegak hukum dalam implementasi R-KUHAP. βDalam sistem hukum yang ideal, sinergi-kolaborasi antara aparat penegak hukum menjadi kunci utama. Namun, jika revisi KUHAP ini justru menimbulkan persaingan atau kompetisi tidak sehat, maka perlu dikaji ulang agar revisi ini tidak berdampak negatif terhadap proses peradilan,β tambahnya.
Ia menegaskan, aspek hukum tata negara harus menjadi pedoman utama dalam pembentukan dan implementasi R-KUHAP agar dapat berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusionalisme. βSistem peradilan yang efektif harus didukung dengan peraturan yang jelas dan tegas, namun tetap memberikan ruang bagi kolaborasi antar lembaga hukum,β pungkasnya.
Dengan adanya pembahasan mengenai revisi KUHAP ini, ia berharap KUHAP menjadi umbrella provision atau ketentuan paying yang nantinya akan ditindak lanjuti oleh undang-undang sectoral menyesuaikan KUHAP yang mengatur tentang seluruh penegak hukum sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan kewenangan masing-masing, yang pada gilirannya berimplikasi kepada sistem penegakan hukum pidana. jadi para pemangku kebijakan dapat mempertimbangkan berbagai masukan dari akademisi, praktisi hukum, serta masyarakat agar revisi ini dapat mencerminkan kebutuhan hukum yang lebih baik di masa mendatang.β pungkasnya.(is)