[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Lumajang, 30 September 2019,
Dosen dan mahasiswa Program Studi Diploma 3 Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang mengadakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, kali ini berbentuk kegiatan simulasi penanganan bencana di Desa Burno, Kecamatan Senduro, Lumajang, yang merupakan desa yang berbatasan dengan Taman Nasional Bromo Semeru (29/9). Dipilihnya lokasi Desa Burno bukan tanpa alasan, pasalnya dari data yang ada Desa Burno pernah dilanda dampak erupsi Gunung Bromo dua kali dan bencana angin puting beliung di tahun 2015. Desa Burno juga merupakan desa binaan Universitas Jember Kampus Lumajang.
“Berdasarkan data tadi maka kami menggelar simulasi penanganan bencana, khususnya erupsi gunung berapi apalagi Desa Burno berbatasan dengan dua gunung berapi sekaligus, Bromo dan Semeru, sekaligus kesiapsiagaan menghadapi bencana angin puting beliung. Lokasinya di Wana Wisata Siti Sundari,” tutur Arista Maisyaroh, dosen Program Studi Diploma 3 Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang yang hari itu menjadi koordinator kegiatan. Selain melibatkan dosen, ada 78 mahasiswa yang turut serta bersama warga sekitar.
Mengikuti skenario yang sudah disiapkan, Desa Burno diceritakan diterpa bencana akibat erupsi Gunung Semeru sehingga banyak warga yang terluka, khususnya luka bakar. “Sesuai dengan kompetensi kami sebagai perawat, maka mahasiswa memainkan peran sebagai tenaga kesehatan di rumah sakit lapangan. Tugas mereka mengidentifikasi derajat luka para korban, caranya dengan membagi korban menjadi empat kelompok atau triage. Yakni triage hitam, merah, kuning dan hijau,” jelas Arista Maisyaroh.
Penjelasan Arista dilanjutkan Eko Prasetyo, koleganya. Menurut Eko Prasetyo, triage hitam berarti korban sudah tewas. Triage merah ditandai dengan berhentinya pernafasan, pendarahan, luka terbuka atau luka bakar di atas 30 persen. Triage kuning adalah korban yang mengalami cedera sedang, luka bakar di bawah 30 persen dan luka tertutup. Sementara triage hijau bagi korban yang masih bisa merespon panggilan dan mampu berjalan sendiri. “Dalam kondisi bencana yang chaos, seorang perawat dituntut mampu mengidentifikasi korban dengan cepat namun tepat. Penanganan pertama yang tepat akan menambah peluang hidup korban. Oleh karena itu simulasi seperti hari ini penting bagi kami sebagai perawat, guna melatih kesiapsiagaan sebab bencana bisa datang kapan saja,” imbuh Eko Prasetyo yang turut mengarahkan mahasiswa.
Manfaat kegiatan simulasi juga dirasakan oleh warga Desa Burno, seperti yang disampaikan oleh Edi Santoso. “Kami berterima kasih kepada Program Studi Diploma 3 Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang yang memilih desa kami sebagai lokasi simulasi bencana, kami jadi tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana erupsi, khususnya bagaimana menangani korban luka. Maklum baru kali ini ada simulasi bencana di sini,” kata Edi Santoso yang juga penjaga Wana Wisata Siti Sundari. Sementara bagi mahasiswa, kegiatan simulasi menjadi pengalaman tak terlupakan. “Harus bisa mengidentifikasi korban dalam waktu yang cepat, jadi mau tidak mau kami dituntut mempersiapkan diri sebaik-baiknya berdasarkan ilmu yang sudah diperoleh di bangku kuliah,” ungkap Iftahul Meilidia.
Sementara itu dihubungi secara terpisah, Nurul Hayati, Ketua Program Studi Diploma 3 Keperawatan Universitas Jember Kampus Lumajang menambahkan, Desa Burno selama setahun ke depan menjadi desa binaan. “Desa Burno kami pilih sebagai desa binaan karena memiliki banyak potensi termasuk potensi wisata. Oleh karena itu pembinaan yang akan kami berikan bukan hanya di bidang kesehatan saja melalui Keris Densus atau Kelompok Riset Disaster and Emergency Nursing Studies, tapi juga pembinaan di bidang pengembangan pariwisata yang akan bekerja sama dengan kawan-kawan dari disiplin ilmu lainnya di Universitas Jember,” pungkas Nurul Hayati. (tim UNEJ Lumajang).
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]