UNEJ Kukuhkan Guru Besar Entomologi, Prof. Jekti Soroti Peran Serangga Industri

Jember, 18 Juli 2025

Universitas Jember kembali menambah deretan guru besar pada Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Prof. Dr. Jekti Prihatin, M.Si., kini resmi menyandang gelar Guru Besar Bidang Entomologi.

Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Peran Serangga Industri dalam Peningkatan Kesejahteraan Manusia”, Prof. Jekti menyoroti potensi besar serangga, khususnya ulat sutera, baik murbei maupun non-murbei, dalam berbagai sektor.

”Serangga seringkali dianggap sebagai musuh bersama yang harus diberantas. Padahal, setelah mempelajari Entomologi secara mendalam, serangga itu tidak hanya berperan sebagai hama saja, tetapi terutama sebagai polinator, sebagai musuh alami, dan beberapa berperan sebagai serangga yang dapat dibudidayakan secara komersial, misalnya ulat sutera,” jelas Prof. Jekti.

Prof. Jekti Prihatin dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Peran Serangga Industri dalam Peningkatan Kesejahteraan Manusia”

Salah satu fokus utama beliau adalah pengembangan Ulat Sutera Eri (Samia cynthia ricini), yang dikenal sebagai peace silk karena benangnya diambil tanpa membunuh pupa. Budidaya ulat sutera Eri umumnya menggunakan pakan tanaman jarak kepyar sebagai tanaman inang primernya. Namun, mengingat besarnya potensi tanaman singkong, maka budidaya ulat sutera Eri mulai beralih ke tanaman inang sekunder, yaitu singkong dengan cara fortifikasi.

Prof. Jekti telah menapaki jejak di dunia entomologi sejak bangku S1. Ketertarikannya bermula dari gaya mengajar dosen entomologinya, Ibu Dra. Moebinah, yang tidak hanya menyajikan teori tetapi juga mengajak mahasiswa berpraktikum.

Dalam masa penelitiannya, Prof. Jekti sempat mengalami kisah-kisah menarik. Saat penelitian tesis pada tahun 2000, daun pakan ulat sutera emas harus didapatkan 17 km dari Yogya setiap tiga hari sekali, dan bahan-bahan pakan buatan seperti bubuk kedelai tanpa lemak dan tepung selulosa murni harus didatangkan dari Jepang. Serta saat disertasi pada tahun 2010, kebutuhan ribuan liter akuades untuk membuat hujan asam buatan menjadi kendala, yang akhirnya dapat diganti dengan air demineralisasi.

”Saat itu jumlah akuades yang dibutuhkan ribuan liter. Terlalu mahal. Akhirnya dapat diganti dengan air demineralisasi dengan TDS (Total Dissolved Solids) kurang dari 5, sehingga menyerupai akuades,” papar Prof. Jekti.

Prof. Jekti Prihatin, Guru Besar Bidang Entomologi FKIP UNEJ

Tantangan dalam pengembangan budidaya ulat sutera murbei maupun non-murbei, mencakup beberapa aspek krusial. Dalam aspek kualitas produk, daya saing sutera nasional secara umum masih rendah dibandingkan produk serupa dari negara lain. Meskipun demikian, Indonesia memiliki kreativitas tinggi dalam produk sutera yang berpotensi memberdayakan UMKM.

Terkait sumber daya manusia, pengetahuan petani dalam budidaya tanaman pakan dan pemeliharaan ulat sutera masih terbatas. Aspek kelembagaan juga menghadapi kendala serius dengan hilangnya sebagian besar petani sutera Murbei dan koperasinya di Indonesia, akibat kalah bersaing dengan benang sutera impor dari Tiongkok. Khusus untuk budidaya ulat sutera Eri, tantangan signifikan adalah keterbatasan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang dimiliki pengusaha.

Di bidang pendidikan, Prof. Jekti telah berkontribusi melalui dua buku ber-ISBN tentang Entomologi dan selalu menyisipkan hasil penelitiannya dalam pengajaran matakuliah Entomologi. Untuk bidang penelitian, Prof. Jekti aktif mempublikasikan hasilnya dalam buku dan jurnal ilmiah nasional terakreditasi serta internasional bereputasi.

“Di dalam pengajaran, khususnya pada mata kuliah Entomologi, saya selalu menyisipkan hasil-hasil penelitian saya sehingga mahasiswa mendapatkan informasi yang up to date dan kontekstual,” jelasnya.

Prof. Jekti meyakini peran Entomologi dapat ditingkatkan untuk mengatasi isu lingkungan global. Ia mengenalkan, serangga sebagai bahan makanan berprotein tinggi untuk mengurangi konsumsi daging dan emisi gas metana. Penggunaan insektisida nabati yang spesifik hama target juga menjadi fokus untuk mengurangi dampak merugikan lingkungan. (dil/fzn)