Jember, 7 September2020
Mengapa kuliah Pancasila bikin bosan bahkan membuat ngantuk bagi generasi milenial termasuk mahasiswa ? Menurut Achmad Munjid, Kepala Pusat Studi Pancasila, Universitas Gadjah Mada, penyebabnya karena semenjak masa Orde Baru umumnya kuliah Pancasila hanya diberikan dalam kerangka indoktrinasi dengan penafsiran tunggal, sehingga penyampaiannya bersifat searah. Tak heran kuliah Pancasila tidak menarik bagi anak muda. Padahal generasi milenial inilah yang akan meneruskan tongkat estafet bangsa Indonesia, jika mereka gagal memahami Pancasila maka masa depan persatuan Indonesia menjadi taruhan. Oleh karena itu perlu aktualisasi nilai-nilai Pancasila dan mencari metode pengajaran Pancasila yang lebih membumi.
Pendapat Kepala Pusat Studi Pancasila, Universitas Gadjah Mada ini disampaikan dalam kegiatan webinar bertajuk “Aktualisasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi” yang digelar oleh Pusat Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan (P3KIK) Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember (7/9). Untuk itu Achmad Munjid mengusulkan agar memberikan kepercayaan kepada generasi milenial untuk mencoba menafsirkan Pancasila sesuai dengan kondisi mereka dan situasi saat ini. “Berikan kepercayaan generasi milenial untuk memulai dialog tentang Pancasila, jangan sedikit-sedikit mencurigai mereka, mencap mereka tidak paham Pancasila. Ingat generasi milenial inilah yang nantinya menjaga dan mengamalkan Pancasila,” jelasnya.
Achmad Munjid lantas menawarkan seperangkat panduan agar diskusi Pancasila oleh anak muda berada dalam koridor yang disepakati bersama. Pertama, anak muda perlu dibekali dengan materi mengenai Pancasila dari berbagai sisi, misalnya sejarah mengenai Pancasila, dokumen sidang BPUPKI dan bahan lainnya. “Ajak generasi milenial untuk berdiskusi mengenai Pancasila berdasarkan kondisi nyata saat ini dilengkapi metode role play. Misalnya bagaimana jika mereka ada dalam posisi sebagai warga minoritas yang akan membangun rumah ibadah, atau mengenai penggembosan KPK. Kalau perlu ada field trip dan riset mengenai Pancasila dari sudut pandang mereka,” imbuh Achmad Munjid.
Pendapat Achmad Munjid didukung oleh Iwan Taruna, Rektor Universitas Jember. Dalam sambutan pembukaannya di awal webinar, Iwan Taruna mengusulkan agar mahasiswa tidak hanya mendapatkan kuliah Pancasila di kelas saja. “Dorong mahasiswa membuat konten-konten mengenai Pancasila sesuai dengan kreativitasnya masing-masing melalui media sosial dan aplikasi yang ada, seperti youtube, bahkan kalau perlu pakai Tik Tok. Namun yang paling penting, bagaimana kita memberika teladan bagi generasi milenial dalam menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehar-hari,” tutur Iwan Taruna.
Pembicara utama lainnya, Prof. Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Prof. Yudian Wahyudi mengingatkan kepada 240 peserta webinar yang didominasi dosen mata kuliah Pancasila dan guru mata pelajaran PKN untuk memberikan penekanan pada anak didiknya bahwa Pancasila adalah pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila adalah hasil kesepakatan para founding father kita yang terbukti mampu menyelamatkan bangsa dari perpecahan yang lebih besar. Sementara itu Ketua Task Force Pembumian Pancasila Universitas Jember menjelaskan bahwa dalam waktu dekat Kampus Tegalboto akan memiliki Pusat Kajian Pancasila. “Jika semula hanya ada di Fakultas Hukum, maka akan kita tingkatkan menjadi lembaga di tingkat universitas. Program ini juga dalam rangka mendukung program Kampus Merdeka,” tutur Prof. Bambang Supeno, Ketua Task Force Pembumian Pancasila Universitas Jember. (iim)