[:id]Peringati Hari Lahir Pancasila, Fakultas Hukum Universitas Jember Gelar Seminar Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Dari Perspektif Islam[:]

hp2-col-3-icon

[:id][vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 5 Juni 2018

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah berusia 73 tahun, dengan Pancasila yang sudah disepakati menjadi dasar negara. Namun dalam perjalanan bangsa Indonesia, ada elemen kecil bangsa ini yang mempertanyakan, bahkan menginginkan agar bentuk negara diubah sesuai dengan keyakinannya, misalnya negara berdasarkan Islam. Lantas seperti apa sebenarnya bentuk negara dan pemerintahan dari perspektif Islam ? Guna menjawab permasalahan ini, Fakultas Hukum (FH) Universitas Jember  menggelar seminar nasional bertema Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan Dalam Perspektif Islam, sekaligus bedah buku karya KH. Afifuddin Muhajir, berjudul “Fiqh Tata Negara, di gedung Soetardjo (4/6).

“Apakah bentuk negara kita saat ini sesuai Islam ? Bagaimana jika tidak sesuai dengan Islam, apa konsekuensinya bagi kita,” tanya Nurul Ghufron, Dekan FH Universitas Jember saat memulai  sambutannya. Menurut Nurul Ghufron pertanyaan ini perlu dijawab karena memiliki implikasi yang luar biasa bagi perjalanan bangsa. “Sebagai institusi pendidikan tinggi, FH Universitas Jember memiliki tanggung jawab moral guna berkontribusi aktif memecahkan permasalahan ini, apalagi momennya pas, dalam bulan Ramadhan dan memperingati Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada setiap 1 Juni,” tuturnya.

Pendapat Dekan FH Universitas Jember didukung oleh Zulfikar, Wakil Rektor I yang siang itu membuka secara resmi kegiatan. “Semoga permasalahan mengenai bentuk negara dan bentuk pemerintahan dari perspektif Islam dapat dibahas dalam bingkai ilmiah sehingga melahirkan pencerahan bagi sivitas akademika kampus Tegalboto, dan khalayak luas pada umumnya. Selain itu pemahaman yang komprehensif mengenai bentuk negara dan bentuk pemerintahan dari perspektif Islam, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang sistem pemerintahan dalam Islam, sehingga dapat mengikis paham radikalisme,” terang Wakil Rektor I Universitas Jember.

Tema yang diambil rupanya menarik minat peserta untuk hadir, terbukti dari kuota 300 peserta yang disediakan oleh panitia melonjak menjadi 450 peserta. Ketertarikan peserta juga ditunjang oleh kepakaran para pembicara yang hadir, KH. Afifuddin Muhajir, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo. Dr. Ainur Rofiq Al Amin dari UIN Sunan Ampel, ustadz Rokhmat S. Labib dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan dari kalangan internal FH Universitas Jember tampil sebagai pembicara adalah Dr. Nurul Ghufron.

Kesempatan pertama diberikan kepada ustadz Rokhmat S. Labib, yang dalam pemaparannya menekankan bahwa persoalan negara adalah permasalahan krusial dalam Islam. “Untuk itu Islam sudah memberikan petunjuk mengenai bagaimana mengatur negara yang berasal dari dalil syar’i yakni berdasarkan khilafah,” jelasnya. Rokhmat juga menjelaskan bahwa dalam sistem khilafah rakyat tetap menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Pendapat perwakilan HTI tersebut mendapatkan pertanyaan dari pembicara kedua, Ainur Rofiq Al Amin. Dosen di UIN Sunan Ampel tersebut menanyakan bentuk negara dan sistem pemerintahan yang akan dipakai dalam sistem khilafah? “Pasalnya dalam Islam sendiri ada banyak paham dan aliran yang masing-masing memiliki pendapatnya sendiri-sendiri terkait bentuk negara dan sistem pemerintahan sebuah negara,” gugat dosen Pemikiran Politik Islam ini.

Sementara itu KH. Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa tujuan negara adalah menjamin kemaslahatan ummat di dunia dan akhirat. Maka pemerintah yang mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan mampu menjaga agama Islam berkembang pada hakekatnya adalah sesuai dengan tujuan syariah Islam atau maqashid syariah. “Menurut saya Pancasila itu tidak bertentangan dengan syariah Islam, Pancasila itu sesuai dengan syariah Islam,” tegasnya. Pendapat pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah didukung oleh Dekan FH Universitas Jember.

Menurut Nurul Ghufron, pemerintahan Indonesia  dipimpin presiden yang dipilih oleh rakyat, yang menurut Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul Al Bidayah wan Nihayah sama saat pengangkatan  Sayyidina Ali sebagai khalifah. Predisen RI pun dilantik oleh MPR yang merupakan gabungan dari DPR dan DPD, dapat disepadankan dengan ahlu a-halli wa al’aqdi dalam konsep Al Mawardi dalam Al Ahkam as-Sulthoniyah.  “Dalam konteks ini pemerintahan Indonesia telah memenuhi tujuan syar’i, pemerintah Indonesia adalah pemerintah yang sah. Siapa pun tidak bisa mengingkarinya,” kata Nurul Ghufron lagi. Kegiatan seminar dan bedah buku kemudian diteruskan dengan diskusi, dan diakhiri dengan buka puasa bersama. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row][:]

Skip to content