[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 10 Agustus 2018
Kemajuan teknologi informasi telah merubah pola perilaku yang terjadi pada masyarakat dengan sangat cepat. Perkembangan masyarakat yang cepat rupanya meningkatkan ketepatan dan kecepatan dalam penyelesaikan pekerjaan. Begitu pula dalam proses peradilan, kemajuan teknologi informasi ini menuntut pada kemajuan dalam penyelesaian persoalan hukum yang terjadi dimasyarakat.
“Indonesia sebagai negara hukum harus bisa menyelesaikan setiap persolan hukum yang terjadi di masyarakat yang juga selaras dengan perkembangan teknologi informasi saat ini. Oleh karena itu kemudian MA mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2018 tentang Adminitrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik,” ujar Dr. H. Sunarto, S.H., M.H Wakil Ketua MA dalam acara Konfrensi Nasional Hukum Acara Perdata V dan Call For Paper di Fakultas Hukum Universitas Jember.
Menurut Sunarto, Peraturan MA (Perma) nomer 3 tahun 2018 ini sangat relevan dengan kondisi perkembangan teknologi informasi saat ini. Karena menurutnya, dengan adanya aturan tersebut kemudahan bagi siapapun untuk mengajukan tuntutan hak, baik gugatan maupun permohonan bisa dilakukan tanpa harus datang langsung ke pengadilan.
“Tentunya aturan yang terkait pengadilan secara elektronik ini akan membuat proses peradilan bisa berjalan lebih cepat, tepat dan tentunya lebih hemat biaya. Namun tidak semua perkara dapat dilakukan secara elektronik sesuai mekanisme yang telah kami atur dalam Perma. Sementara ini peradilan yang bisa dilakukan secara elektronik adalah perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara” imbuh Sunarto.
Sementara itu Nurul Gufron Dekan Fakultas Hukum mengatakan, kecepatan dalam memperoleh kepastian hukum pada suatu perkara menjadi tantangan tersendiri dalam proses peradilan di Indonesia. Oleh karena itu menurutnya, adanya mediasi yang dilakukan secara online kedepan akan menjadi alternatif dalam memberikan kepastian hukum dalam perkara perdata.
“Dimasa-masa mendatang kecepatan proses peradilan menjadi sebuah keharusan, ke depan kita akan mendapati wajah hukum kita dengan proses mediasi secara online dan penetapan hukum melalui media elektronik dan tentunya harus sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku,” papar Gufron.
Dalam acara yang diikuti oleh Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (Adhaper) ini Gufron menambahkan, saat ini beban para Hakim dalam proses peradilan sangat berat. Karena menurutnya satu Hakim dalam satu hari bebannya bisa mencapai 5 sampai 6 perkara.
“Itu dalam sehari bayangkan berapa banyak kasus yang harus diselesaikan dalam satu tahun ini adalah beban yang sangat berat. Oleh karena itu perlu ada inovasi dalam proses peradilan agar beban hakim bisa sedikit berkurang, salah satunya adalah penyelesaian perkara secara online,” pungkasnya
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]