[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 11 Agustus 2018
Dosen Pendidikan Agama Islam menjadi benteng utama dalam mencegah aliran faham radikalisme di kampus. Oleh karena itu, para dosen Agaa Islam perlu untuk memperkuat pemahaman mahasiswa akan Islam yang rahmatanlilalamien, dan mencari formula metodologi baru dalam pengajaran mata kuliah Agama Islam di perguruan tinggi. Topik ini menjadi salah satu bahasan dalam sarasehan Forum Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) di Jawa Timur, dan pengurus Asosiasi Dosen Pendidikan Islam (ADPISI) Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Timur. Kegiatan sarasehan diadakan di aula lantai 3 gedung rektorat dr. R. Achmad, Universitas Jember (11/8). Kegiatan sarasehan yang diikuti oleh 73 utusan ini menjadi salah satu agenda dalam rangkaian kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an Mahasiswa (MTQ-M) Regional Jawa Timur 2018 yang diadakan di kampus Tegalboto selama tiga hari (11-13/8).
Menurut Syamsul Hadi, yang memandu jalannya sarasehan, ada dua hal yang harus dibangun dalam mencegah faham radikalisme di kalangan mahasiswa. “Pertama, membangun dan memperkuat pemahaman akan Islam rahmatanlilalamien di kalangan mahasiswa, sebab saat ini ajaran radikalisme bisa diakses dengan mudah melalui berbagai cara dan media yang ada, bahkan hanya melalui telepon genggam saja sudah bisa. Namun jika mahasiswa kita memiliki pemahaman yang baik akan Islam maka paparan yang datang tidak menjadikan dirinya menjadi radikal,” ujar Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang itu.
Kedua, perlu dicari formula metodologi baru dalam pengajaran mata kuliah Agama Islam. Menurut guru besar teknik mesin ini, dirinya menilai secara substansi mata kuliah Agama Islam di kampus sudah baik, namun bagaimana menanamkan ajaran Islam kepada mahasiswa, yang masih perlu perbaikan. “Saya mengamati dulu orang belajar membaca Al Qur’an perlu waktu cukup lama hingga fasih, namun dengan metode Qiroati kini belajar membaca Al Qur’an lebih mudah. Perlu terobosan agar ada metodologi baru dalam pengajaran mata kuliah Agama Islam. Saya membayangkan metode sorogan dan blandongan di pondok pesantren pun bisa dimodifikasi dan diaplikasikan menjadi salah satu metodologi dalam pengajaran mata kuliah Agama Islam di kampus, sehingga mahasiswa bisa faham akan Islam yang rahmatanlilalamien,” katanya lagi.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Moh. Hasan, Rektor Universitas Jember dalam sambutan selamat datangnya. Dirinya tidak memungkiri jika ada mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan yang terpapar faham radikalisme, namun bukan berarti pencegahannya dengan cara menutup rapat akses terhadap ajaran-ajaran tertentu yang justru menambah rasa keingintahuan mahasiswa dan generasi muda yang selama ini memang menjadi target pihak-pihak tertentu untuk direkrut. “Pencegahan radikalisme di kampus seyogyanya memakai cara-cara yang ilmiah pula. Jangan sampai mematikan daya kritis mahasiswa. Untuk itu saya berharap sarasehan ADPISI membuahkan rekomendasi nyata bagaimana mencegah faham radikalisme di kampus,” tuturnya.
Sementara itu menurut Turhan Yani, Ketua Dewan Pimpinan ADPISI Jawa Timur, selain membahas berbagai perkembangan terkini terkait masalah kemahasiswaan dan perkembangan di bidang pengajaran mata kuliah Agama Islam, pengurus ADPISI Wilayah Jawa Timur juga menyelenggarakan pergantian pengurus, perumusan program ADPISI dan penentuan tuan rumah MTQ-M tahun 2020. “Semua masukan dan saran dalam sarasehan akan dibahas lebih lanjut oleh pengurus ADPISI,” pungkas dosen di Universitas Negeri Surabaya ini. (iim)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]