[vc_row][vc_column][vc_column_text]Jember, 11 Oktober 2018
Bencana gempa bumi yang melanda Indonesia pada akhir-akhir ini termasuk gempa bumi Situbondo yang baru saja terjadi mengundang keprihatinan berbagai elemen masyarakat. Salah satunya adalah Joko Mulyono Peneliti Sosiologi Kebencanaan Universitas Jember. Menurut pria yang akrab di panggil Joko ini, pemerintah daerah khususnya Kabupaten Jember harus konsisten terhadap pemanfaatan tata ruang terutama di wilayah pesisir pantai seperti di sekitar wilayah kecamatan Keraton, Kencong, Temputejo dan sekitarnya.
“Harus ada aturan yang tegas bahwa masyarakat boleh mendirikan bangunan perkampungan dengan jarak sekian ratus meter dari bibir pantai. Konstruksi bangunan pun harus diatur sesuai standart bangunan yang tahan gempa,” ujar Joko saat ditemui Tim Humas disela-sela aktifitas mengajarnya, (11/10).
Joko Mengingatkan, tidak hanya Jember namun seluruh pemerintah daerah harus memiliki program berkelanjutan yang terkait dengan penguatan masyarakat dalam menghadapi bencana terutama bencana gempa bumi dan sunami. Selain itu pemerintah juga wajib memasang alat pendeteksi gempa dan sunami di daerah-daerah pesisir pantai.
“Alat-alat yang dipasang tentunya harus dirawat dengan baik dan dipantau secara periodik untuk memastikan alat tersebut berfungsi dengan baik. Jangan sampai masyarakat menjadi korban karena alat deteksi gempa dan tsunami yang dipasang tidak berfungsi atau bahkan hilang,” imbuh Joko.
Joko juga mengingatkan pemerintah daerah terhadap pentingnya dalam membangun kesadaran budaya masyarakat terhadap bencana dengan selalu sosialisasi dan memperhatikan betul early warning system (EWS) yang ada di wilayah pesisir.
“Tidak cukup dengan itu saja, pemerintah bersama masyarakat juga harus dibangun selter pada titik aman sementara dengan ketinggian yang disesuaikan dengan sejarah tsunami yang pernah ada dimasing-masing wilayah pesisir. Mungkin kira-kira ketinggiannya harus diatas 6 meter,” lanjut Joko.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]