Jember, 20 Desember 2018
Penyakit tuberkulosis atau yang biasa dikenal dengan istilah TBC menjadi salah satu penyakit yang sangat mudah proses penularannya. Salah satu upaya pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menemukan penderita TBC untuk kemudian dilakukan penanganan yang serius. Untuk itu Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember bersama Rumah Sakit Paru Jember melakukan pemeriksaan secara menyeluruh kepada mahasiswa, karyawan dan dosen terkait kemungkinan penderita TBC di lingkungan FKM, di aula FKM, (20/12).
“Dilingkungan kampus seringkali terjadi komunikasi langsung dengan jarak dekat antara mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan karyawan atau karyawan dengan dosen atau antar sesama mereka di ruang kuliah maupun di ruang kerja. Sehingga potensi penularan TBC menjadi sangat besar.,” ujar Dekan FKM Universitas Jember Irma Prasetyowati, S.KM., M.Kes.
Menurut Irma, mengetahui penderita TBC merupakan hal yang sangat penting dalam mencegah terjadinya wabah. Karena menurutnya, seringkali saat berdekatan itu, ketika ada orang yang terbatuk dan dahaknya terpercik, kita tidak sempat menutup hidung atau mulut dan kita tidak tahu apakah orang itu menderita TBC atau tidak.
“TBC itu kan penularannya melalui percikan ludah atau dahak maka dari itulah kita perlu tahu penderitanya agar bisa dilakukan tindakan yang tepat supaya tidak menulari yang lain. Karena banyak penularan TBC terjadi karena kita maupun penderitanya tidak mengetahui jika sedang menderita TBC,” imbuh Irma.
Irma menambahkan, penderita TBC harus harus mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat. Karena kesalahan dalam pengobatan tidak hanya dapat menulari yang lain namun dapat berakibat pada kematian.
“Pengobatan TBC itu selama 6 bulan dengan obat yang tepat. Jika asal minum obat justeru akan memperparah. Karena dia akan menjadi TBC yang kebal obat. Jika sudah demikian maka bisa berdampak pada kematian,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyaralkat dan Litbang Rumah Sakit Paru Jember dr. Sigit Kusuma, M.M, yang juga ikut melakukan pemeriksaan mengatakan, menurut angka prediksi WHO di Kabupaten Jember ada sekitar 8000 penderita TBC.
“Namun yang baru ditemukan adalah 3500 orang atau 40 persennya saja. Walaupun demikian angka tersebut sudah cukup bagus karena pada tingkat nasional saja hanya berada pada angka 33 persen yang sudah dinyatakan positif TBC. Masih ada 60 persen lebih penderita yang belum terdeteksi,” ujar Sigit.
Menurut Sigit, besarnya angka penderita TBC yang belum terdeteksi ini dikarenakan banyak masyarakat yang enggan untuk melakukan pemeriksaan. Ketika mereka batuk hanya minum obat batuk biasa yang mereka beli dari toko obat.
“Padahal batuk yang lebih dari 2 minggu itu sudah bisa diindikasikan sebagai TBC. Jika sudah demikian segera lakukan pemeriksaan agar bisa diketahui itu hanya batuk biasa atau memang TBC,” imbuh Sigit.
Rendahnya temuan terhadap penderita TBC ini adalah masalah yang serius. Karena menurut Sigit, penderita TBC yang belum diketahui dapat menjadi sumber penular bagi masyarakat. “Ini masalah serius karena 1 penderita TBC dapat menularkan 10 sampai 15 penderita baru. Oleh karena itu kami menghimbau kepada masyarakat yang mengalami batuk lebih dari 2 minggu untuk melakukan pemeriksaan. Jika positif TBC makan akan dilakukan pengobatan secara gratis sampai sembuh,” pungkas Sigit. [moen/ian]