[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 2 Maret 2019
Indonesia dianugerahi alam yang kaya. Tak heran jika kelompok musik Koes Plus dalam lagunya mengibaratkan tongkat kayu ditanam bakal jadi tanaman di tanah Indonesia. Potensi asli Indonesia inilah yang coba diangkat oleh Prof. Dr. Yuli Witono, MP., guru besar bidang kimia pangan dan hasil pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Jember, yang dikukuhkan pada hari Sabtu (2/3) di Gedung Soetardjo. Dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Smart Flavor Enzimatis Bersumber Alam Lokal Di Indonesia (Gagasan Empirik Solutif Menuju Indonesia Mandiri Food Ingredient)”, Prof. Yuli Witono menawarkan tanaman biduri (Calotropis gigantea) yang mampu tumbuh di lahan marginal sebagai smart flavor enzimatis, bahan untuk membuat enzim protease. Enzim protease sendiri adalah salah satu bahan penting yang digunakan untuk membuat bahan tambahan pangan (food ingredient).
“Dari tahun ke tahun, industri pangan kita makin berkembang, perkembangan industri pangan ini tentu membutuhkan bahan tambahan pangan seperti penyedap rasa atau food flavor yang pemakaiannya cukup luas di industri pangan. Kebutuhan penyedap rasa saat ini kebanyakan didapatkan dari penyedap rasa sintetis seperti Mono Sodium Glutamat atau MSG. Sementara keberadaan MGS masih menjadi perdebatan dari sisi kesehatan,” kata Prof. Yuli Witono memulai pidato ilmiahnya.
Sebenarnya penyedap rasa bisa diproduksi dari bahan alami, baik berasal dari sumber protein nabati maupun hewani dengan menggunakan metode hidrolisis enzimatis. Sayangnya sebagain besar bahan tambahan pangan berbasis protein nabati dan hewani tadi masih diimpor, sehingga harganya pun dirasa cukup mahal bagi industri pangan kita. Padahal alam Indonesia telah menyediakan begitu banyak bahan yang menunggu kita olah. Bahan protein hewani untuk penyedap rasa dapat diambil dari ikan laut dan tawar yang secara ekonomi kurang dilirik seperti ikan lidah, ikan bibisan, ikan baji-baji, dan lainnya. Sementara bahan enzim protease-nya dapat kita ambil dari tanaman biduri. “Kesemuanya bisa dengan mudah kita ambil dari bumi Indonesia, tanpa perlu mengimpor dari luar negeri, misalnya saja bahan-bahan tadi tersedia melimpah di Situbondo,” ujar Prof. Yuli Witono yang sengaja mengundang Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto untuk hadir.
Pemanfaatan ikan lidah, ikan bibisan, ikan baji-baji bukan tanpa alasan. Menurut guru besar asal Malang ini, ikan-ikan tadi tergolong ikan inferior yang selama ini tidak terlalu laku di pasaran, padahal memiliki cita rasa yang enak. Sehingga cocok sebagai bahan penyedap rasa karena mampu menghadirkan rasa umami atau gurih pada makanan. Sementara itu tanaman biduri dengan mudah dapat kita temukan tumbuh liar di lahan-lahan, bahkan di lahan marginal. “Tanaman biduri mampu hidup di sepanjang musim tanpa perlu perawatan yang terlalu rumit, sayangnya belum dilirik oleh kalangan industri sebagai bahan enzim protease. Padahal dari data tahun 2016, kebutuhan akan enzim protease di industri pangan dunia mencapai enam puluh lima persen dari kebutuhan enzim lainnya,” ungkap bapak tiga anak ini.
Prof. Yuli Witono menambahkan, penyedap rasa berbahan baku protein hewani dari ikan lidah, ikan bibisan, ikan baji-baji dan lainnya yang diproses menggunakan enzim protease dari tanaman biduri memiliki banyak keunggulan dibandingkan penyedap rasa sintetis. Diantaranya asam amino protein hewani mengandung vitamin, anti oksidan, dan nutrisi lainnya yang berguna bagi kesehatan, bahan yang tidak dikandung oleh penyedap sintetis. “Saya berharap pengembangan bahan tambahan pangan berbasis potensi dan kearifan lokal Indonesia dapat dilakukan secarab progresif, inovatif dan aplikatif dengan bekerjasama dengan berbagai pihak antara lain pemerintah dan industri. Sehingga dapat tercapai tujuan Indonesia yang mandiri di bidang bahan pangan,” tutur guru besar ke 68 di Universitas Jember ini.
Sementara itu dalam pidato pengukuhannya, Rektor Universitas Jember berharap agar jejak Prof. Yuli Witono akan diikuti oleh dosen lainnya. “Profesor Yuli Witono telah mampu menggali dan mengembangkan inovasi dari potensi asli bumi Indonesia, hingga taraf yang aplikatif. Langkah selanjutnya adalah menjalin kerjasama dengan industri agar temuannya dapat diproduksi secara massal. Untuk itu Universitas Jember akan terus mendukung riset para dosen agar mampu memberikan manfaat nyata kepada masyarakat, diantaranya dengan pembentukan kelompok riset atau Keris di berbagai bidang yang kini jumlahnya sudah mencapai tiga ratus Keris,” tutur Moh. Hasan.
Selain dihadiri oleh Bupati Situbondo, tamu yang hadir adalah Presiden Prefectural University of Hiroshima, Jepang, perwakilan Universiti Putra Malaysia, dan Universiti Malaysia Terengganu, serta kolega Prof. Yuli Witono dari Thailand. Sementara dari dalam negeri hadir para kolega Prof. Yuli Witono sesama anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), diantaranya dari Universitas Sriwijaya Palembang, Universitas Khairun Ternate serta tamu dari kalangan internal Kampus Tegalboto. Sebagai tambahan informasi, dengan pengukuhan Prof. Yuli Witono, maka hingga tahun 2019 ini Universitas Jember memiliki 49 guru besar. Jumlah guru besar ini diharapkan akan segera bertambah mengingat saat ini ada enam dosen lainnya yang proses penetapannya sebagai guru besar tengah berproses di Kemenristekdikti. (iim)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]