[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 20 September 2019
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Jember gelar seminar umum dengan tema Cassava, The Future Of Indonesian Bio Industry di aula lantai III kantor pusat Universitas Jember, (19/9). Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan dari Pekan Singkong Indonesia 2019 yang berlangsung hingga tanggal 21 September 2019 mendatang.
Ketua LP2M Prof. Achmad Subagio, dalam paparan singkatnya mengatakan Indonesia memiliki resources yang besar terkait cassava atau singkong. Karena menurutnya dalam satu tahun Indonesia mampu menghasilkan 20 juta ton singkong siap produksi.
“Tentunya resources yang sedemikian besar ini harus kita manafaatkan secara optimal. Oleh karena itu kita terus mengembangkan penelitian terkait produk masa depan yang bisa kita produksi dengan bahan utama singkong,” ujar Subagio.
Pengembangan penelitian terkait cassava hingga ke dalam taraf industri saat ini tengah serius dilakukan oleh beberapa peneliti di Universitas Jember. Karena menurut Subagio produk turunan dari singkong sangat beragam.
“Diantaranya adalah MSG dan Mocaf. Khusus untuk Mocaf saat ini sudah mencapai taraf industri. Karena kebutuhan Mocaf sebagai pengganti tepung terigu sangat luar biasa besarnya. Saat ini salah satu pabrik Mocaf telah berdiri di Solo dengan kapasitas 1000 ton/bulan,” ujar Subagio.
Selain itu menurut Subagio singkong juga dapat menghasilkan produk yang dapat menjadi pengganti energi fosil. Beragam penelitian pun mulai dikembangkan oleh Universitas Jember untuk memperoleh sumber energi pengganti (alternatif) dengan bahan baku singkong.
“Singkong ini jika diproses dengan baik dapat menghasilkan energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan berupa Bioetanol. Karena kita tidak mungkin akan terus bergantung pada energi fosil yang tidak bisa diperbaharui.,” jelas Subagio.
Melimpahnya bahan baku singkong dan mudahnya dalam proses pembuatan bahan bakar tersebut, menjadikan bioetanol dari singkong ini sebagai pilihan enegi alternatif yang tepat bagi masyarakat. Sehingga ketika harga BBM terus merangkak naik bioetanol dari singkong dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil.
“Awalnya bioetanol memang digunakan untuk bahan baku industri kimia, kosmetik, dan farmasi. Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan BBM yang semakin tinggi, bioetanol mulai diinovasikan menjadi bahan bakar alternatif untuk menggantikan keberadaan BBM yang sekarang ini semakin mahal,” lanjut Bagio.
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]