[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 24 September 2019
Film karya mahasiswa Program Studi Televisi dan Film Fakultas Ilmu Budaya (PSTF FIB) Universitas Jember menang lagi ! Kini giliran film Encret karya Zulfani Yuninda menyabet gelar The Best Short Fiction Film dalam ajang Borneo Enviromental Film Festival (BEFF) 2019 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah (20-22/9). Dalam film Encret, Zulfani Yuninda mengangkat isu penyakit diare yang sering dipandang remeh oleh masyarakat, menjadi isu penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam sebuah jalinan film ber-genre komedi satir yang apik. Sebelumnya film Kembang Deso karya Nofita Sari dkk, mahasiswi PSTF FIB Universitas Jember mendapatkan apresiasi dengan diundang ke acara talk show Kick Andy.
“Dari data yang saya peroleh, diare masih menjadi penyakit yang banyak diderita khususnya di kalangan anak-anak, nggak perlu jauh-jauh deh, misalnya di tempat asal saya di Desa Glagahwero Kecamatan Panti masih banyak warga yang melakukan kegiatan mandi dan cuci di sungai, tak heran jika banyak pasien dengan keluhan diare yang berobat ke Puskesmas setempat. Kebetulan Budhe saya yang bekerja di Puskesmas Panti pernah menyampaikan hal ini ke saya,” jelas Zulfahni menceritakan ide filmnya melalui aplikasi WhatsApp (24/9). Film Encret adalah juga tugas akhirnya di PSTF FIB.
Sedikit berbeda dengan festival film lainnya, BEFF fokus sebagai ajang kompetisi film yang mengangkat isu-isu lingkungan dan solusinya. BEEF bertujuan untuk mengangkat film-film inspiratif dan edukatif yang diharapkan memotivasi pemirsa untuk keluar membuat perbedaan di komunitas mereka dan di seluruh dunia. BEEF melombakan empat kategori film, yakni film fiksi pendek terbaik, film dokumenter pendek terbaik, film dokumenter panjang terbaik, dan video promosi Kalimantan terbaik. Ajang BEEF tahun ini diikuti oleh 83 film dari 4 negara, diantaranya Malaysia, Canada, Turki dan tuan rumah Indonesia.
“Film Encret menceritakan kisah si Mahmud yang diminta oleh ibunya untuk menjaga adiknya, Sawiyah yang tengah sakit perut. Alih-alih menjaga adiknya, Mahmud malah mengajak Sawiyah bermain balap sepeda. Mahmud menganggap sakit perut adiknya sebagai hal biasa hingga akhirnya nyawa Sawiyah tak tertolong. Pesan yang saya sampaikan di film ini adalah mari kita budayakan hidup bersih termasuk sanitasi bersih, dan jangan pandang remeh penyakit diare,” tutur Zulfahni yang masuk ke PSTF FIB tahun 2014 lalu ini. Proses pengambilan gambar dilakukan di Desa Glagahwero dan Desa Suci pada bulan Maret 2019 lalu.
Keberhasilan meraih titel The Best Short Fiction Film di ajang BEFF 2019 ternyata menjadi modal berharga bagi Zulfani dalam meraih cita-cita sebagai film maker. Kini Zulfani bekerja sebagai crew produksi Film Imperfect yang disutradai oleh komika, Ernest Prakasa. “Kebetulan jadwal shooting selalu nggak cocok dengan jadwal wisuda, jadi sembari menunggu wisuda saya bekerja, sambil memperdalam ilmu dan praktek di dunia perfilman,” imbuh Zulfani yang lulusan SMAN Rambipuji Jember ini.
Dorong Mahasiswa Ikuti Festival Film
Sementara itu ditemui secara terpisah, Deny Antyo Hartanto, dosen PSTF FIB mengungkapkan jika PSTF FIB terus mendorong mahasiswanya agar berani berpartisipasi dalam berbagai festival film yang ada. Salah satu caranya adalah melalui beberapa mata kuliah yang bermuara pada pembuatan film sebagai tugas akhirnya. “Misalnya saja dalam mata kuliah pratikum terpadu, maka mahasiswa wajib membuat film atau produksi televisi sebagai tugasnya. Begitu pula jika mahasiswa sudah pada tahap tugas akhir, kami beri dua pilihan akan mengerjakan skripsi pengkajian televisi dan film, atau membuat film atau program televisi. Jika memilih tugas akhir pembuatan film maka nanti hasil film-nya kita kirimkan ke berbagai festival film,” ungkap pria yang bisa dipanggil Deny ini.
Uniknya, PSTF FIB Universitas Jember selalu menekankan pada mahasiswanya agar menggali ide-ide film dari permasalahan yang ada di lingkungan sekitar Jember dan Besuki Raya termasuk mengangkat kearifan lokal yang ada, bahkan memakai bahasa daerah setempat. “Misalnya saja film Etanan yang menampilkan potensi Jawa Timur, Film Bhako yang bercerita mengenai pahit getirnya petani tembakau, film Rawuh yang mengangkat problema TKI, serta Film Kaji Dullah yang mengisahkan bagaimana serba serbi sebuah pemilihan kepala desa dilakukan,” imbuh Deny lagi.
Guna memperkenalkan film-film karya mahasiswa PSTF FIB Universitas Jember, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) PSTF melalui divisi distribusinya memiliki program pemutaran film-film karya mahasiswa PSTF di berbagai kegiatan festival dan kegiatan seni lainnya. “PSTF FIB juga bekerja sama dengan salah satu bioskop di Jember, harapannya film-film karya mahasiswa PSTF FIB Universitas Jember juga bisa diputar di sana agar masyarakat Jember dan sekitarnya juga berkesempatan menikmati karya arek-arek Tegalboto,” pungkas Deny. (iim)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]