Mahasiswa FT Universitas Jember Tawarkan Konsep Revitalisasi TPA Pakusari

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 25 Oktober 2019

Sampah menjadi masalah bersama di mana-mana, pasalnya jumlahnya yang makin besar sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada tidak sanggup lagi menampungnya. Misalnya saja TPA Pakusari Jember yang kini mulai kewalahan menampung sampah dari warga Jember. Prihatin atas masalah ini, tiga mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Universitas Jember, Muhammad Miftah, Maheza Sebastian, dan Ratih Wulandari tergerak membuat konsep revitalisasi TPA Pakusari yang mereka namakan Omega Cycle System. Konsep yang mereka tawarkan bahkan mendapatkan juara kedua pada ajang Indonesian Civil and Enviromental Festival (ICEF) 2019 yang digelar oleh Institut Pertanian Bogor.

“Bayangkan dalam sehari ada 140 ton sampah yang masuk ke TPA Pakusari, sayangnya pengolahan sampah menjadi pupuk kompos dan gas metana di sana berhenti. Jika hal ini dibiarkan maka bisa dibayangkan dalam waktu dekat TPA Pakusari tak akan mampu menampung sampah warga Jember lagi,” kata Miftah mahasiswa Program Studi Teknik Sipil  saat ditemui di Kampus FT Universitas Jember. Miftah dan kedua rekannya kemudian membuat konsep penanganan sampah yang ditujukan akan mampu mengurangi jumlah sampah di TPA Pakusari secara bertahap hingga 70 persen.

“Prinsipnya harus dimulai dari pemilahan sampah oleh warga sendiri, mana yang sampah organik dan non organik. Sampah yang sudah dipilah kemudian diambil oleh mobil pengangkut sampah yang juga memiliki bak terpisah, bak untuk sampah organik dan non organik agar saat tiba di TPA Pakusari akan mempercepat proses pengolahan sampah,” jelas Maheza yang berasal dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Sementara itu rekannya Ratih Wulandari, satu-satunya perempuan di tim berasal dari Program Studi Teknik Lingkungan.

Uniknya, mereka bertiga menyarankan agar bentuk tempat sampah maupun bentuk bak tempat sampah di mobil pengangkut sampah berbentuk kapsul, dan bukannya kotak seperti umumnya yang ada saat ini. “Tempat sampah maupun bak pengangkut sampah kami rancang berbentuk kapsul untuk meminimalkan kebocoran. Sebab bak sampah dengan bentuk kotak lebih mudah bocor jika volume sampahnya besar,” ungkap Ratih Wulandari. Selain memikirkan bentuk bak sampah, mereka bertiga merancang alat pemroses kompos dan gas metana yang juga berbentuk kapsul.

“Alat yang kami rancang ini menggunakan sistem composting anaerob yang berfungsi mengolah sampah organik menjadi kompos, gas metana dan air lindi sampah. Sementara untuk sampah anorganik dipilah untuk kemudian di daur ulang. Dari 100 kilogram sampah organik yang diolah akan menghasilkan 80 kilogram kompos dan 20 liter gas metana, sementara air lindi akan ditampung dalam bak yang ada di bawah alat pengolah. Air lindi ini akan dimanfaatkan sebagai bahan pengolah kompos lagi,” ujar Miftah. Harga satu alat pengolah sampah senilai 160 juta rupiah.

Miftah lantas menambahkan, sebenarnya TPA Pakusari telah memiliki alat pengolah sampah, namun sayangnya tidak ada pengelolaan yang baik sehingga alat-alat tadi terbengkalai tidak dimanfaatkan. “Jadi memang harus ada revitalisasi TPA Pakusari, baik dari sisi sumber daya manusia maupun peralatan. Saat observasi di lokasi, kami melihat tidak ada petugas yang mengoperasikan peralatan pengolah sampah, entah mengapa. Akhirnya sampah tidak pernah diolah, hanya ditumpuk begitu saja hingga menggunung. Dari penuturan warga sekitar, alat pengolah gas metana juga ada, tapi tidak dipakai salah satu alasannya karena warga sekitar enggan memakai gas metana yang dihasilkan dari pengolahan sampah. Untuk itu perlu revitalisasi menyeluruh di TPA Pakusari,” katanya.

Konsep Omega Cycle System yang mereka usung bertiga dalam tim Fortune Logawa FT Universitas Jember akhirnya diganjar juara dua oleh juri ICEF 2019 yang digelar 11-13 Oktober 2019 lalu di IPB, Bogor. Sementara juara pertama diraih oleh tim dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan juara ketiga oleh tim Institut Sepuluh November, Surabaya. “Tentu saja kunci sukses dari pengolahan sampah tetap berada di tangan warga, sebab tanpa pemilahan sampah maka proses pengolahan sampah akan sulit tercapai. Oleh karena itu sosialisasi pemilahan dan pengolahan sampah bagi warga harus gencar dilakukan,” tutup Miftah mengakhiri pembicaraan kami. (iim)

Dari kiri ke kanan ; Maheza Sebastian, M. Miftah, dan Ratih Wulandari.

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content