Insinyur Harus Pertimbangkan Rekayasa Berkelanjutan dan Dampak Perubahan Iklim

[vc_row][vc_column][vc_column_text]

Jember, 13 November 2019

Tugas insinyur dewasa ini tidak sekedar bagaimana merencanakan, membuat atau memperbaiki saja, tapi ada yang tugas tambahan yang tak kalah penting yakni mempertimbangkan faktor rekayasa berkelanjutan dan dampak perubahan iklim dalam setiap perencanaan, pembuatan dan perbaikan yang dilakukan. Rekayasa berkelanjutan (sustainability engineering) adalah proses menggunakan sumber daya dengan cara yang tidak membahayakan lingkungan, atau menghabiskan bahan untuk generasi mendatang. Kesimpulan ini menjadi benang merah dalam konferensi internasional bertajuk “Climate Change and Sustainability Engineering (CCSE) in ASEAN” yang digelar oleh Fakultas Teknis Universitas Jember bekerjasama dengan School of Engineering, University of San Carlos, Filipina di Gedung Soetardjo (13/11).

Dalam sambutan pembukaannya, Zulfikar, Wakil Rektor I Universitas Jember, menyampaikan apresiasi atas tema yang dipilih oleh panitia, yang terkait dengan rekayasa berkelanjutan dan perubahan iklim yang ditinjau dari bidang ilmu keteknikan. “Tema kali ini sangat tepat, pasalnya saat ini dampak perubah iklim sudah kita rasakan. Misalnya saja di Jember dan sekitarnya yang merupakan daerah pertanian dan perkebunan menghadapi musim yang tidak pasti, tentu saja fenomena ini harus diantisipasi para insinyur sebab bangunan, alat atau mesin yang diciptakan harus sesuai kondisi yang ada. Kedua, kebutuhan akan teknologi yang mendukung pembangunan berkelanjutan semisal teknologi di bidang energi terbaharukan,” kata Zulfikar.

Seminar dimulai dengan paparan dari Prof. Evelyn B. Taboada, dari School of Engineering, University of San Carlos. Pakar bioproses, pengolahan air, dan energi ini memaparkan pengalaman pengelolaan sampah dalam industri pengolahan mangga dan nanas di Filipina. “Industri pengolahan mangga dan nanas di Filipina adalah salah satu industri penting yang memberikan pemasukan signifikan bagi negara kami. Masalahnya adalah sisa mangga dan nanas yang selama ini terbuang percuma. Bayangkan setiap hari, industri pengolahan mangga kami menghasilkan 800 ton sampah. Akhirnya kami merancang pemanfaatan sisa bahan baku tadi misalnya sebagai tepung mangga hingga mango butter untuk bahan kosmetika selain produk utama berupa jelly, jus, dan buah segar,” jelas Prof. Evelyn B. Taboada.

Prof. Evelyn lantas merancang skema industri pengolahan mangga dan nenas yang berbasis pada enviromental management system dan sustainable manufacturing assesment, sehingga seluruh proses pengolahan mangga dan nanas dari hulu hingga hilir dapat meminimalkan sampah. “Jadi dalam perancangan mesin hingga sistem kerja dalam industri kita harus mengingat prinsip 3P, yakni People, Planet dan Profit. Artinya dalam merancang sistem kerja dalam industri maka faktor manusia menjadi yang utama, maksudnya bagaimana keselamatan dan kesejahteraan pekerja jadi hal yang utama. Kemudian Planet, kita wajib menjaga kelestarian planet kita, dan terakhir baru memikirkan Profit alias keuntungan” imbuhnya.

Pembicara kedua adalah Timotius Pasang, dari Auckland University of Technology. Diaspora Indonesia yang kini menjadi dosen dan peneliti material bagi dunia penerbangan di Selandia Baru ini menyampaikan materi yang menarik, yakni teknologi printer 3 dimensi. Menurutnya, dengan adanya teknologi printer 3 dimensi maka pembuatan suku cadang pesawat jadi mudah dan murah. “Bayangkan ada komponen di pesawat terbang yang terdiri dari 126 suku cadang, harga satu biji suku cadang bisa ratusan dollar. Dengan teknologi printer 3 dimensi maka kita bisa membuat suku cadang apa saja dengan lebih mudah dan zero waste. Selain dipakai di dunia penerbangan, teknologi printer 3 dimensi ini sudah dipakai dalam membuat tulang tiruan yang sesuai kebutuhan pasien di dunia kesehatan, teknologi inilah yang dinamakan sebagai Sustainability Engineering,” ungkapnya.

Sementara itu dalam laporannya, Triwahyu Hardianto, ketua panitia kegiatan konferensi internasional CCSE in ASEAN menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah tindak lanjut dari penandatanganan kesepakatan (MoU) antara Universitas Jember dengan San Carlos University, dan kesepakatan aksi kerjasama (MoA) antara Fakultas Teknik Universitas Jember dengan School of Engineering San Carlos University. “Kerjasama yang dijalin antara lain meliputi penelitian bersama, pertukaran mahasiswa dan dosen serta konferensi internasional. Rencananya tahun depan konferensi internasional lanjutan akan diadakan di Cebu, Filipina,” jelas Triwahyu Hardianto yang juga Wakil Dekan I Fakultas Teknik ini.

Para pemateri utama lain yang hadir diantaranya Hermann van Radecke dari Flensburg University of Applied Science, Jerman. Prof. Siti Rozaimah dari Universiti Kebangsaan Malaysia, dan Prof. How Wei Chen dari National Chung Cheng University, Chiayi, Taiwan. Selain menghadirkan pemateri utama, panitia juga menerima 100 karya tulis ilmiah yang dipresentasikan secara paralel. “Selain menggelar konferensi internasional CCSE in ASEAN, di waktu yang sama kami juga mengadakan Seminar Nasional Teknik Mesin 2019 dan Konferensi Teknik Sipil dan Infrastruktur 2019 yang kedua,” pungkas Triwahyu Hardiyanto. (iim)

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]

Skip to content