[vc_row][vc_column][vc_column_text]
Jember, 20 November 2019
Dies Natalis ke 55 Universitas Jember tahun ini diwarnai inovasi-inovasi baru. Setelah memperkenalkan inovasi SINGSARAS alias Singkong Disawut Sebagai Beras oleh para peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), saat upacara bendera peringatan dies, kini giliran Unit Pelayanan Teknis Agrotechnopark yang unjuk karya. UPT Agrotechnopark meluncurkan dua spesies anggrek baru, yakni anggrek Dendrobium unej-1 dan Dendobrium unej-2 saat upacara Dies Reader di Gedung Soetardjo (20/11). Kedua spesies baru anggrek karya peneliti hortikultura Kampus Tegalboto ini telah mendapatkan pengakuan berupa register dari The Royal Horticultural Society (RHS) Inggris, sehingga resmi diakui dunia sebagai spesies anggrek yang dihasilkan peneliti Universitas Jember.
Usmadi, Ketua UPT Agrotechnopark kemudian menceritakan perjuangan menghasilkan spesies baru anggrek ini. “Awalnya di tahun 2012 kami mendapatkan tantangan dari Rektor untuk menghias ruang pimpinan di gedung rektorat dengan bunga asli, dan bukannya bunga plastik, sehingga ruangan-ruangan terlihat asri. Apalagi Universitas Jember tengah giat berusaha mewujudkan green campus,” ungkap Usmadi. Akhirnya terlintas ide UPT Agrotechnopark akan mengembangkan anggrek sebagai penghias ruangan-ruangan di kampus. Pilihan jatuh ke tanaman anggrek karena jika ditempatkan di ruangan bisa tahan selama dua hingga tiga bulan, dan perawatannya pun relatif mudah.
Ide pengembangan tanaman anggrek ini kemudian berkembang menjadi keinginan untuk menemukan spesies baru anggrek, dengan jalan menyilangkan spesies anggrek yang sudah ada. Namun jalan untuk menemukan spesies anggrek baru ini berliku dan perlu perjuangan, bayangkan Usmadi dan koleganya Parawita Dewanti perlu empat tahun untuk menghasilkan spesies Dendobrium unej-1 dan Dendrobium unej-2. “Diawali dengan pembangunan sarana dan prasarana seperti green house dan laboratorium kultur jaringan di tahun 2012 hingga tahun 2013. Proses penyilangan anggrek kami mulai tahun 2014 dan baru berhasil di tahun 2019 dengan memperoleh pengakuan berupa register dari The Royal Horticultural Society Inggris,” ungkap Usmadi mengingat perjuangannya bersama kolega di UPT Agrotechnopark. UPT Agrotechnopark adalah unit yang bertugas sebagai pengendali taman kampus, kebun bibit, dan lahan pusat pelatihan yang merupakan wujud miniatur pertanian industrial.
Sementara itu menurut Parawita Dewanti, peneliti hortikultura Fakultas Pertanian, lamanya proses penyilangan anggrek hingga menemukan spesies anggrek baru disebabkan beberapa hal. Pertama peneliti harus tahu benar asal usul spesies anggrek yang akan disilangkan. “Sering kita menemukan anggrek yang bagus, tapi ternyata kita tidak mengetahui asal usulnya alias tidak memiliki register, maka tentu hasil silangannya tidak akan diakui di dunia. Jadi kalau ingin anggrek yang kita silangkan diakui, maka syarat utamanya harus tahu nenek moyang anggrek tadi,” jelas Parawita Dewanti.
Untuk diketahui, proses penyilangan anggrek bermula saat peneliti mengawinkan anggrek dengan cara menempelkan putik ke benang sari sehingga anggrek menghasilkan biji. Proses mengawinkan anggrek hingga menghasilkan biji ini umumnya memakan waktu 3 hingga 4 bulan. Biji ini lantas ditanam dengan cara kultur jaringan dalam laboratorium. Perlu waktu sembilan hingga satu tahun untuk menumbuhkan tanaman anggrek dari biji menjadi tanaman berukuran 2 centimeter. Tanaman anggrek muda ini kemudian dipindahkan ke green house untuk proses aklitimasi dan menjalani masa pertumbuhan hingga menjadi anggrek yang berbunga. “Jadi jika ditotal perlu dua hingga tiga tahun untuk mendapatkan spesies baru anggrek, namun durasi waktu ini bisa bertambah jika di tengah proses ada kegagalan,” kata Parawita Dewanti lagi.
Dosen Program Studi Agronomi ini lantas melanjutkan penjelasannya. “Menyilangkan anggrek itu penuh kejutan, sebab kita tidak tahu hasil silangannya nanti hasilnya bakal seperti apa, warnanya seperti apa, satu warna atau dua warna, bentuk bunganya lurus atau melintir dan lainnya. Bahkan seringkali hasil silangan justru tidak sesuai dengan harapan, gagal karena bentuk dan warna yang diharapkan tidak muncul, atau gagal karena sebab lain semisal cuaca atau gangguan hama,” tutur Parawita Dewanti. Selama kurang lebih empat tahun proses penyilangan, dirinya dan kolega sudah mengawinkan ratusan jenis anggrek.
Spesies anggrek Dendrobium unej-1 adalah hasil persilangan Dendrobium ken arok dengan Dendrobium anand satyanand. Karakter bunganya berwarna dominan coklat dengan tinggi 130 cm, panjang daun 12,5 cm, lebar daun 6,5 cm. Sementara ukuran sepal 2.5 cm dengan panjang petal 4 cm, ukuran labellum panjang 3 cm dan lebar 2 cm. Sementara itu untuk Dendrobium unej-2 yang merupakan silangan antara anggrek Dendrobium rum beauty dan Dendrobium odoardi memiliki warna dominan ungu, dengan tinggi tanaman mencapai 103 cm. Memiliki panjang daun 10cm, lebar daun 6 cm, ukuran sepal 2,5 cm dengan petal 4 cm. Panjang labellum bunga 3 cm dengan lebar 2cm.
Keberhasilan mengembangkan spesies anggrek baru ini menjadi semangat bagi para peneliti di UPT Agrotechnopark untuk menemukan spesies-spesies anggrek baru, khususnya dari jenis Dendrobium yang dikenal cocok ditanam di dataran rendah seperti di Jember dan sekitarnya. Selain itu, usaha anggrek dapat menjadi alternatif usaha bagi masyarakat mengingat keuntungannya cukup menjanjikan sementara harganya relatif stabil di pasaran. Namun untuk sementara pencinta anggrek harus bersabar dahulu jika ingin mendapatkan anggrek Dendrobium unej-1 dan Dendrobium unej-2, pasalnya UPT Agrotechnopark masih memperbanyak indukannya. “Kami juga masih penasaran ingin mengembangkan varietas anggrek baru yang warnanya sesuai harapan, misalnya anggrek yang memiliki warna kuning dan hijau,” pungkas Usmadi diiyakan Parawita Dewanti. (iim)
[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]