Daya Dukung Wisata di Kabupaten Lumajang Oleh: Ciplis Gema Qori’ah

Daya Dukung Wisata di Kabupaten Lumajang

Oleh: Ciplis Gema Qori’ah

(Artikel ini pernah dimuat di Radar Jember pada tanggal 14 April 2020)

Optimisme menghadirkan 10 Bali Baru sebagai destinasi wisata prioritas di Indonesia, tidak dipungkiri membuncahkan peluang bagi sebagian besar pemerintah daerah di lintasan wisata prioritas. Salah satunya adalah wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebagai International Geo-Ecoculture Park, yang mencakup empat wilayah administratif yakni Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang.

Bagi Lumajang ini adalah peluang sekaligus tantangan di sektor pariwisata. Kabupaten Lumajang sendiri telah dikenal dengan sebutan kabupaten 1000 ranu, sehingga perlu rekonsepsi wisata yang dapat diunggulkan. Hal ini seiring dengan pembangunan pariwisata menjadi salah satu isu strategis dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah tidak dapat bekerja sendiri dan sudah waktunya membuka peluang kerjasama dengan banyak elemen menjadi prioritas rencana aksi kedepan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lumajang yang masih pada kisaran angka toleran yaitu 5,05% (2017), 5,02% (2018) dan 4,77% (2019), ini bisa menempatkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas yang pada gilirannya dapat menumbuhkan asa untuk menjadi prime mover pertumbuhan ekonomi daerah. Data kabupaten dalam angka menunjukkan bahwa profil sektor wisata di Kabupaten Lumajang terdiri 37 Obyek Wisata Kawasan Strategis Pariwisata Nasional TNBTS dan 66 obyek wisata dengan target 6,7 juta wisatawan. Kebijakan ini diarahkan untuk peningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lumajang.

Potensi Pariwisata Lumajang terhadap Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Lumajang untuk 4 Objek Wisata memberi gambaran situasi daerah Wisata Danau Ranu Pane, Air Terjun Tumpak Sewu, Puncak B-29 dan Gunung Wayang merupakan obyek wisata dengan kategori “cukup potensial” untuk dikembangkan. Sedangkan analisis berdasarkan Penilaian Kesiapan Masyarakat tempat wisata Puncak B-29, Gunung Wayang, Danau Ranu Pane dan Air Terjun Tumpak Sewu juga menunjukkan posisi “cukup potensial” dengan empat aspek penilaian yakni sosial ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan pengelolaan (Bank Indonesia Jember, 2019). Oleh karenanya berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Lumajang maka arah pengembangan pariwisata Lumajang seyogyanya mengedepankan sinergitas dan sinkronisasi. Adapun sinergitas menekankan pada penguatan koordinasi dan sinergitas antara Pemerintah Desa, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Pemerintah Daerah dan BKSDA dalam pengelolaan sebagai obyek wisata. Juga tentunya disesuaikan dengan rencana induk kepariwisataan nasional dan daerah dan rencana tata ruang KSPN BTS sebagai kawasan konservasi. Sedangkan sinkronisasi lebih pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Lumajang (RIPPARKAB) tahun 2018-2033 dengan program masing-masing SKPD terkait dalam pengembangan wisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan di Kabupaten Lumajang. Dan pada posisi ini maka perlu penyusunan kerangka program pengembangan wisata berdasarkan kapasitas dan permasalahan yang hadir di masyarakat (bottom-up)

Posisi strategis pengembangan wisata di Kabupaten Lumajang cukup potensial dalam menangkap peluang dan merespon tantangan dinamika pengembangan wisata melalui strategi penguatan kapasitas dan kelembagaan di masyarakat, pembangunan infrastruktur dan memperkuat jejaring kerjasama dan investasi daerah. Untuknya meningkatkan prinsip edukasi konservasi menjadi bagian paling penting dalam menjaga keberlanjutan pariwisata berbasis community based ecotourism. Syarat cukup lainnya adalah dibutuhkan penguatan kolaborasi antara seluruh pelaku wisata dalam sebuah ekosistem wisata.

Pariwisata tidak hanya diukur secara numerik, akan tetapi juga memberikan makna pentingnya harmonisasi antar manusia, harmonisasi manusia dengan lingkungan alam, dan dibutuhkan komitmen yang sangat kuat dalam mencapai tujuan wisata berkelanjutan. Khusus obyek wisata yang masuk dalam kawasan konservasi, dibutuhkan koordinasi antara pihak terkait Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah, BKSDA dalam penetapan zona pemanfaatan untuk kegiatan wisata dan pengelolaan usaha wisata. Bagi pemerintah daerah Lumajang peran aktif menggiatkan sektor wisata dapat dilakukan dengan memperkuat dan mengoptimalisasikan peran kelembagaan lokal yang ada di masyarakat. Setiap tahap pengembangan ekowisata dapat menciptakan tingkat partisipatif, seperti proses perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Sehingga harapannya tumbuh rasa memiliki dan kesadaran terhadap manfaat pariwisata bagi kesejahteraan masyarakat.

Konsep wisata dapat diadopsi dan didaptasi dari daerah manapun yang lebih dahulu menampakkan hasil. Namun yang pasti ada keunikan yang tidak bisa disamakan, satu daerah dengan daerah yang lain. Artinya ada keunggulan yang tidak dimiliki daerah lain (local indigenous). Untuk suasana dan posisi menggairahkan wisata domestik dan manca negara ini, maka kata yang tepat adalah kompetisi dengan daerah lain memang penting, tetapi kolaborasi dengan daerah jauh lebih penting. Meski sayang, pada kuartal pertama tahun ini, perkembangan kepariwisataan masih terinterupsi oleh wabah covid 19. Namun harapan di kuartal ke II 2020, wabah ini dapat teratasi dan sektor pariwisata kembali menggeliat dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

* Ciplis Gema Qoriáh, SE, MSc adalah dosen dan peneliti FEB Universitas Jember, mahasiswa S3 bidang Ilmu Ekonomi – Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Skip to content