Mungkinkah Pariwisata Sehat di Kabupaten Lumajang

Oleh: Dr. Yulia Indrawati*

 Pandemi Covid-19 memaksa lahirnya kondisi normal baru. Terjadi perubahan dan pergeseran perilaku hidup dan ekonomi masyarakat. Pariwisata saat ini sedang rehat, namun tetap menjadi primadona penggerak percepatan pemulihan ekonomi nantinya. Daya dukung pariwisata Lumajang yang dipaparkan oleh saudari Ciplis Gema Qori’ah (dalam Radar Jember JP/14/04/2020) memberi kesadaran atas kelembagaan kepariwisataan daerah. Kenyataan tersebut memang bukan mengada-ada. Tulisan ini melengkapi apa yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Metamorfosis pariwisata bukan hanya sebagai penopang, namun ujung tombak fase percepatan pembangunan nasional. Wisata adalah menciptakan kreasi (re-creation) dan bukan sekedar relaksasi. Yang mana melembaga di masyarakat dengan keunikan budaya hidup berhimpit dengan kekayaan geografis. Intinya, membawa perpaduan alam dan manusia menjadi entitas yang unik. Juga menjadi magnet dalam dinamika ekonomi dan sosial. Pergeseran gaya konsumerisme menjadikan pariwisata sebagai kebutuhan prioritas ditengah tingginya eskalasi kerja. Terlebih kehadiran revolusi industri 4.0 menjadi marketplace yang memadai dalam keragaman pariwisata.

Lokus wisata Lumajang tidak lepas dari posisi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dengan gaungnya untuk menjadi salah satu 10 destinasi Bali Baru dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Kawasan TNBTS menyedot wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Eksotisme alam yang menjanjikan sejuta keunikan biodiversity plasma nutfah-nya dan akulturasi budaya suku Tengger memberikan warna tersendiri. Misal, pertanian lereng TNBTS melekat erat penghidupan dasar masyarakat. Lokalitas sumber daya hayati masyarakat Tengger adalah pembelajaran turun temurun yang menawarkan keunikan tersendiri.

Namun pada aras yang berbeda, keberadaan wisata TNBTS sebagai kawasan konservasi menyisakan beragam persoalan eksternalitas. Polusi udara dan suara dari aktifitas off-road, minimnya kepedulian ekologi, penginapan tidak ramah lingkungan, pola bertani yang tidak berimbang seperti sedimentasi di Ranu Pani, keterlibatan dan rendahnya literasi ekologi dan inovasi masyarakat, hingga friksi sosial antar kelompok kepentingan. Ditambah persoalan infrastruktur menambah deret panjang kendala pengelolaan wisata TNBTS.

Untuk itu wisata Lumajang perlu menegaskan penciptaan konsep pariwisata berbasis masyarakat dan ekologi yang terintegrasi dengan pariwisata sehat. Kesehatan adalah hal yang utama. Bukan hanya fisik namun psikis. Konsep pariwisata sehat bertujuan menciptakan kualitas kesehatan secara keseluruhan. Bukan hanya itu, pariwisata sehat juga untuk mendorong kapasitas individu dalam memenuhi kebutuhan sendiri dan berfungsi lebih baik sebagai individu dalam lingkungan dan masyarakat.

Pertumbuhan eksponensial pariwisata sehat secara historis dilatarbelakangi transformasi pola konsumsi terhadap kebutuhan kesehatan. Perubahan ekonomi yang cukup besar dengan keberadaan masyarakat kelas menengah menuntut pentingnya kebutuhan pada makanan sehat, kebugaran, dan keseimbangan pikiran dan tubuh. Tradisi budaya, aset alam, dan warisan budaya adalah pemegang tampuk penentu permintaan pariwisata sehat. Wisatawan cenderung cerdas (savvy) dan menjalani gaya hidup sehat.

Kawasan wisata TNBTS dengan keindahan alamnya, keunikan budaya dan varian tanaman obatnya menjadi potensi luar biasa dalam memajukan wisata. Integrasi konsep pariwisata sehat di kawasan TNBTS dapat diwujudkan dalam beragam layanan. Misal, medical treatment, pengobatan tradisional, pola pertanian herbal, wisata edukasi tanaman herbal, konsultasi kesehatan secara elektronik (smart-tourism), penginapan ramah lingkungan, hospitality hibrids seperti yoga, meditasi, dan model pendekatan kearifan lokal budaya suku Tengger.

Pariwisata sehat terintegrasi dalam kebijakan pariwisata secara keseluruhan. Kolaborasi dan kemitraan adalah kunci di antara berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam rantai nilai pariwisata sehat. Penegasan kebijakan pemerintah dalam hal ini bisa dimulai dari dinas kesehatan dengan pemangku kepentingan lainnya. Misalkan saja melalui puskesmas hingga rumah sakit, dinas lingkungan hidup, dinas pariwisata, dinas perhubungan, dinas pertanian, dinas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), pemerintah desa, kelompok sadar wisata (pokdarwis), masyarakat dan berbagai unit jasa usaha wisata serta stakeholder terkait lainnya.

Pariwisata sehat juga memiliki efek menetes ke bawah pada pengetahuan dan transfer teknologi. Konsep produk baru dan intelijen pasar serta disain strategi pemasaran digital yang inovatif dalam menarik segmen pasar baru seperti milenial. Segmentasi dan pemodelan motivasi berbasis gaya hidup dan pemasaran berkelompok (tribal marketing).  Dan juga kemajuan teknologi aplikasi seluler e-health, m-health dan artifisial lainnya.

Tata kelola pariwisata sehat berkelanjutan adalah pengembangan, perencanaan, manajemen dampak, regulasi dan etika. Penggabungan praktik berkelanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan perlu memasukkan komunitas lokal. Ini sebagai kerangka acuan bagi pemangku kepentingan publik dan swasta. Juga sebagai dasar utama bagi kelangsungan jangka panjang pariwisata sehat dan memaksimalkan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Luaran pariwisata bukan lagi hanya terukur secara nominal dalam hitungan numerik, namun pariwisata juga harus mampu memberikan nilai intrinsik kesehatan pada setiap jiwa yang hadir dalam sebuah aktifitas. Keberadaan wisata harus memberikan keseimbangan dalam ekologi, ketenangan jiwa dan juga akan selalu hadir sebagai daya ungkit bagi keberlangsungan ekonomi dan sosial yang mampu menumbuhkan embrio ekonomi baru.

Kehadiran Pemerintah Lumajang yang akomodatif dalam setiap sinergi kebijakannya sangat ditunggu. Terlebih yang mampu menerjemahkan logika kelayakan infrastruktur, inovasi, literasi masyarakat dan friksi sosial yang ada. Juga meminta pelaku wisata memiliki goodwill untuk selalu menjaga dan hidup berdampingan dengan semesta, sehingga dapat merawat keseimbangan ekosistem. Lumajang punya semuanya, tinggal pemerintah daerah yang harus merangkul “konsep pariwisata sehat” dengan dosis yang pas untuk kesejahteraan rakyatnya.


*) Dr. Yulia Indrawati adalah Pengurus ISEI Cabang Jember, dosen dan peneliti Kelompok Riset Benefitly FEB Universitas Jember

Skip to content