Jember, 29 Agustus 2022
Universitas Jember melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) menggelar kegiatan Expo KKN Periode II 2022 di lapangan upacara Universitas Jember, Sabtu lalu (27/8). Kegiatan kali ini adalah wahana bagi mahasiswa peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) reguler periode II tahun akademik 2021/2022 untuk memamerkan hasil inovasinya selama kurang lebih sebulan mendampingi warga di 229 desa di empat kabupaten yakni Bondowoso, Lumajang, Situbondo dan Pasuruan. Beragam bentuk inovasi dipamerkan, dari olahan jamur, pestisida nabati hingga genteng berbahan ampas tebu.
Menurut Ketua LP2M Universitas Jember, Prof. Yuli Witono, peserta Expo KKN Periode II adalah para mahasiswa yang sudah menjalani KKN dari 20 Juli hingga 23 Agustus 2022 lalu. Tema besar dari KKN kali ini tetap mengusung Universitas Jember Membangun Desa (UMD). Sementara sub tema yang bisa digarap diantaranya penanganan stunting, pembenahan sanitasi, pengembangan wirausaha dan wisata, membentuk desa tangguh bencana, menyosialisasikan literasi desa, serta pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk kemajuan desa.
“Kegiatan Expo KKN Periode II tahun 2022 ini digelar dalam rangka memastikan program KKN kita sudah berjalan dengan baik. Salah satu caranya dengan memamerkan hasil inovasi dan program yang sudah mereka kerjakan di desa. Inovasi ini berbasis pada potensi desa dan bisa berupa solusi permasalahan yang dihadapi masyarakat desa. Inovasi bisa bersifat kebaharuan atau pengembangan dan penyempurnaan dari yang sudah ada. Kedua, hasil-hasil inovasi dan program yang dihasilkan mahasiswa menjadi bahan evaluasi dalam penyelenggaraan KKN selanjutnya,” jelas Prof. Yuli Witono.
Kegiatan berjalan semarak, masing-masing kelompok KKN unjuk gigi hasil inovasinya masing-masing. Seperti yang dilakukan oleh Eni Hoirun yang melaksanakan KKN di Desa Klakah, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang. Desa Klakah memiliki potensi sebagai penghasil jamur tiram seperti yang diusahakan oleh Kelompok Petani Jamur Tiram (KPJT) MANUT. Selain menjual jamur tiram segar, kelompok ini memulai usaha olahan jamur seperti bakso jamur. Produk bakso jamur dipilih mengingat bakso jamur bisa disimpan lama dalam bentuk makanan beku sehingga umur penyimpanannya bisa lama. Sayangnya selama pandemi Covid-19, roda usaha KPJT MANUT sempat macet.
“Kami membantu anggota KPJT MANUT dengan membenahi manajemen keuangan kelompok dan mendampingi anggota kelompok yang kebetulan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah dalam memulai usaha. Kami juga mendorong warga memulai membuka usaha baru seperti membuat rengginang dan turut membantu pemasaran produk kopi setempat yang dinamai Kopi Gucci Wasiat. Jadi KPJT MANUT saat ini tidak hanya menaungi anggota kelompok yang bertani dan usaha jamur saja namun sudah melebar ke usaha lain,” tutur mahasiswi FMIPA yang pagi itu sibuk melayani pembeli produk KPJT MANUT yang mereka bawa dari Desa Klakah.
Pemanfaatan potensi desa juga dilakukan oleh Novario Wahyu dan kawan-kawan yang melaksanakan KKN di Desa Sukosari Kecamatan Sukosari Kabupaten Bondowoso. Melihat tembakau menjadi salah satu hasil desa, maka terbit ide membuat pestisida nabati berbahan tembakau, itu pun memanfaatkan tembakau yang afkir atau rusak. Cara pembuatannya juga sederhana sekali, cukup tumbuk tembakau dan campur dengan sedikit deterjen serta air. Diamkan hasil campuran selama semalam dan saring sebelum dipakai menyemprot tanaman.
“Setelah diuji coba dan ternyata berhasil, kemudian kami memberikan sosialisasi pembuatan dan penggunaan pestisida nabati berbahan tembakau kepada petani Desa Sukosari. Dan, alhamdulillah sudah banyak petani yang menggunakannya. Walaupun pemasaran masih berpusat di kalangan internal Desa Sukosari namun kami berharap inovasi ini akan mampu menggerakkan roda perekonomian desa,” kata Novario Wahyu.
Inovasi juga ditunjukkan oleh M. Zachrie dan kawan-kawan yang mendampingi warga Desa Mangli Wetan Kecamatan Tapen Kabupaten Bondowoso. Desa Mangli Wetan adalah desa penghasil tebu yang biasanya dikirimkan ke Pabrik Gula Pradjekan Bondowoso untuk selanjutnya diolah menjadi gula. Biasanya ampas tebu dimanfaatkan oleh warga untuk bahan bakar saja, namun M. Zachrie dan kawan-kawan memilih inovasi menjadikan ampas tebu sebagai bahan pembuatan genteng. Caranya, ampas tebu dihaluskan dan disaring untuk kemudian dicampurkan ke dalam adonan bahan pembuatan genteng. Ampas tebu diharapkan mampu mengurangi takaran semen sekaligus memperkuat struktur genteng.
Sementara itu Shinta Ridziyatus bersama kawan-kawannya berusaha menanggulangi persoalan stunting sekaligus menaikkan gizi warga Desa Tarum Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso melalui nugget ikan lele. “Banyak warga di Desa Tarum yang membudidayakan ikan lele, maka kami ajak warga untuk mengolah ikan lele menjadi nugget, sebab dengan diolah menjadi nugget maka bentuk dan rasanya lebih menarik terutama bagi anak-anak. Jadi ada jaminan asupan gizi bagi anak-anak Desa Tarum. Kami juga memberikan pelatihan pembuatan krupuk berbahan ikan lele sehingga diharapkan menambah pendapatan warga,” tutur mahasiswi Program Studi Akuntansi FEB ini. (iim, salsa, nutfah, isna)