Jember, 13 Oktober 2022
Program pertukaran mahasiswa adalah salah satu program dari Merdeka Belajar-Kampus Mereka (MBKM) yang digelar selama satu semester. Program ini bertujuan mengajak dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa dalam negeri, untuk mendapatkan pengalaman belajar di perguruan tinggi terbaik diseluruh Indonesia. Universitas Jember turut mengirimkan mahasiswanya untuk belajar di perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Diantaranya mahasiswa dari Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yaitu Helmi Alfiaturrohmah, Halimatus Sa’diyah, Niken Noviana Mahmudyah, dan Novita Risna Sari. Keempat mahasiswa ini ditempatkan di Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
Salah satu mahasiswa, Novita Risna Sari membagikan kisah pengalamannya selama kuliah di Gorontalo. Pada pertengahan Agustus lalu, Novita dan kawan-kawan berangkat menuju Provinsi Gorontalo tepatnya di Bone Bolango. Awal kedatangan mereka disambut sangat baik oleh masyarakat, walau perlu penyesuaian karena faktor bahasa. Maklum dalam keseharian, masyarakat dan mahasiswa di kampus UNG lebih banyak menggunakan Bahasa Gorontalo dalam keseharian. Akan tetapi dengan berjalannya waktu, mereka mulai paham beberapa kosa kata Bahasa Gorontalo.
“Kebanyakan masyarakat serta mahasiswa di sini menggunakan bahasa Gorontalo, tetapi masih ada juga yang menggunakan bahasa Indonesia. Kami sebagai mahasiswa pertukaran masih belum paham apa yang mereka bicarakan, tetapi selama sebulan lebih berada disana kami sudah mulai paham dan mulai mengikuti Bahasa Gorontalo,” ujar Novita.
Proses penyambutan peserta program pertukaran mahasiswa MBKM yang dilakukan oleh Universitas Gorontalo sangatlah baik dan meriah. Pasalnya kedatangan mereka bersamaan dengan rangkaian acara Dies Natalis ke-59 yang dihadiri oleh semua mahasiswa, dosen dan karyawan UNG. Uniknya dalam acara ini, yang menjadi petugas dalam acara adalah para dosen dan kejadian ini baru pertama kali terjadi di UNG.
Menurut Novita suasana perkuliahan di kelas sangatlah menyenangkan dan fasilitas yang disediakan sudah memadai. Tetapi fasilitas yang disediakan seperti Sistem Informasi Terpadu (SISTER) menurutnya masih kurang efektif. Misalnya saja seperti pelaksanaan dua mata kuliah yang berbeda tetapi diwaktu yang bersamaan, sehingga bukan dosen yang harus menyesuaikan melainkan mahasiswanya harus menyesuaikan dengan memilih mata kuliah yang diprioritaskan.
“Apabila mendapatkan dua mata kuliah yang berbeda dan diwaktu yang sama, maka kita harus bisa memilih mata kuliah yang diprioritaskan dan juga harus berani mengkonfirmasi kepada dosen bahwa ada mata kuliah yang waktunya bersamaan dan biasanya dosen memberikan keringanan berupa tugas-tugas,” ujar Novita yang selama di Gorontalo mengandalkan becak motor sebagai sarana transportasi umum.
Sambil mengikuti perkuliahan, UNG mengajak seluruh mahasiswa yang mengikuti program pertukaran mahasiswa dalam rangka MBKM mengenal kebudayaan Gorontalo. Apalagi pihak kampus sudah menyediakan modul yang berisikan sejarah, kebudayaan dan adat istiadat di Gorontalo yang diberikan setiap minggunya. Pada minggu pertama awal perkuliahan, mahasiswa diajak untuk mengunjungi museum Provinsi Gorontalo untuk mengenal adat istiadat dan sejarah Gorontalo. Uniknya, Gorontalo memiliki museum Pendaratan Ir. Soekarno yang menceritakan peristiwan kunjungan presiden RI pertama itu ke Gorontalo dengan menaiki pesawat terbang amfibi di danau Limboto pada tahun 1950.
Memasuki minggu kedua, mahasiswa diperkenalkan dengan kain Karawo. Karawo adalah kerajinan khas dari Gorontalo yang memiliki nilai seni yang sangat tinggi karena dibuat melalui proses penyulaman manual yang sangat rumit. Bersama UKMK pengrajin Karawo, mahasiswa diberikan kesempatan praktek langsung dalam membuat kerajinan Karawo. Tak hanya diperkenalkan kebudayaan Gorontalo, Novita dan kawan-kawan juga memperkenalkan kebudayaan dari Jawa Timur, yakni batik khas Jawa Timur.
Minggu ketiga dilalui dengan kunjungan ke Desa Tri Rukun yang berada di Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo yang berjarak 122 kilometer dari kota Gorontalo. Dinamakan desa Tri Rukun karena terdapat tiga pemeluk agama yakni Hindu, Kristen, dan Islam yang hidup saling berdampingan. “Karena mayoritas masyarakat di Desa Tri Rukun beragama Hindu, jadi kita juga diajak mengunjungi pura (yang ada seperti Pura Agung Mandala Giri,” ujar Novita. Pada minggu selanjutnya seluruh mahasiswa peserta pertukaran pelajar MBKM diperkenalkan makanan khas Gorontalo yaitu Binte Biluhuta atau bisa disebut milu siram, Ilabulo, serta makanan lainnya. Menurut Novita makanan di Gorontalo memiliki khasnya sendiri yaitu rasanya yang pedas. (matus/iim)