Jember, 24 Oktober 2022
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Prof. Dr. Agus Pramusinto mengatakan, memasuki tahun politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengahadapi tantangan. Pada tahun politik ini, netralitas ASN akan diuji. Pasalnya, setiap moment Pemilu sering kali para ASN terjebak pada pelanggaran dalam hal netralitas politik.
Hal ini disampaikan oleh Ketua KASN Prof. Dr. Agus Pramusinto saat menjadi pemateri dalam acara Seminar Nasional (Semnas) yang diselenggaran oleh Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember bersama Indonesian Asscociation for Public Administration (IAPA) Jawa Timur di aula lantai 2 FISIP Universitasa Jember, (24/10).
“Satu-satunya sikap politik yang boleh dilakukan dan ditunjukkan oleh ASN adalah, melakukan pemilihan pada para kandidat politik yang dia pilih di dalam bilik suara saat pemilihan umum berlangsung. Selebihnya di ruang publik ASN tidak boleh menunjukkan keberpihakan kepada salah satu calon,” ujar Agus.
Dalam seminar yang mengusung tema “Peran Pengawasan Manajemen ASN dalam Mewujudkan Merit System Kepegawaian Daerah” Agus memaparkan, pada Pilkada tahun 2020 lalu misalnya, ada sebanyak 2.034 kasus pelanggaran yang dilaporkan pada KASN. Dari data laporan yang masuk, sebanyak 1.596 orang ASN terbukti melakukan pelanggaran netralitas politik.
“Pelanggaran yang paling banyak adalah pada penggunaan media sosial yang tidak bijak. Biasanya mereka (ASN) melakukan postingan yang bernada menjatuhkan atau mendukung salah satu calon. Ini jelas melanggar Undang-undang nomer 5 tahun 2014,” jelas Agus.
Dalam pemaparan materi yang dilakukan secara Daring Agus mengatakan, potensi terjadinya pelanggaran netralitas itu sangat besar sekali. Karena menurutnya, ada pola hubungan timbal balik antara birokrasi dengan politisi.
“Politisi ingin meraih suara sebanyak-banyaknya dari para ASN agar bisa menang. ASN berharap adanya promosi jabatan dari politisi yang dia dukung jika kemudian menang,” imbuh Agus.
Lebih jauh Agus mengingatkan agar para ASN tidak perlu takut dalam menghadapi para politisi yang akan menduduki jabatan yang dia menangkan. Karena menurutnya, promosi jabatan yang saat ini diterapkan adalah berdasarkan kompetensi dan integritas yang dimiliki ASN.
“Karena dalam sistem merit, pola promosi pengisian kekosongan jabatan tidak didasarkan pada dukungan politik atau kekerabatan. Tetapi murni berdasarkan kompetensi dan integritas yang dimiliki ASN. Saat ini mekanisme itu sudah dilakukan sejak proses rekruitmen ASN,” jelas Agus.
Sementara itu, Ketua IAPA Dewan Pengurus Daerah (DPD) Jawa Timur Dr. Mohammad Nuh dalam acara yang sama membernarkan yang disampaian oleh Agus. Menurut Nuh, dalam momen Pemilu ASN selalu dihadapkan pada persoalan yang sulit jika dikaitkan dengan netralitas politik.
“Ada sebuah istilah yang menggambarkan hal itu. ASN itu ditempa oleh pandai besi politik. Artinya apa, regulasi yang diterapkan pada ASN dibuat oleh para politisi dan kemudian politisi memanfaatkan ASN untuk kepentingan politiknya,” ujar Nuh.
Lebih Jauh Nuh menjabarkan, dalam teori principal-agent pada hakekatnya seorang birokrasi (ASN) ada kecenderungan menempel pada para politisi untuk mempertahankan kedudukannya. Pada satu sisi politisi juga membutuhkan birokrasi untuk memuluskan jalan mereka meraih kemenangan dalam Pemilu.
“Sehingga memang sulit bagi ASN untuk bersikap netral 100 persen. Karena ada sifat resiprokal dalam hubungan keduanya. Saling menguntungkan dan kedunya memiliki ketergantungan,” pungkas Nuh.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Jember SUKO WINARNO, M.Si yang hadir mewakili Bupati Jember mengungkapkan, pemerintah daerah Kabupaten Jember sudah sejak lama menerapkan sistem merit dalam manajemen ASN.
“Dalam proses seleksi pegawai misalnya, kami sudah menerapkan penggunaan metode seleksi berbasias CAT (computer assisted test) bekerja sama dengan BKN. Selain itu dalam proses pengisian jabatan kami selalu melakukan penyusunan dokumen analisa jabatan da penyusunan dokumen analisa beban kerja” ujar Winarno.
Pemateri lain, Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Jember Hermanto Rohman mengatakan, selain masalah netralitas politik birokrasi Indonesia juga dihadapkan pada berbagai persoalan. Radikalisme dan anti Pancasila menjadi persoalan lain yang dihadapi birokrasi. Oleh karena itu perlu dilakukan pembenahan secara menyeluruh mulai sejak proses seleksi ASN.
“Karena secara kualitas, mutu manajemen SDM ASN masih kurang baik. Pada sisi lain distribusi ASN yang kurang merata dan praktek transaksi jabatan masih menjadi PR bersama dalam proses reformasi birokrasi,” ujar Hermanto