Universitas Jember Kukuhkan Dua Guru Besar Baru: Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan termuda Se-Indonesia, dan Guru Besar Ilmu Penyakit Mulut

pengukuhan-profesor

Jember, 29 Oktober 2022
Universitas Jember (UNEJ) kembali menggelar upacara pengukuhkan guru besar di gedung auditorium Universitas Jember (29/10). Kali ini guru besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, SH., MH., guru besar Ilmu Perundang-Undangan dari Fakultas Hukum. Kedua, Prof. Dr. drg. Sri Hernawati, M.Kes., guru besar Ilmu Penyakit Mulut di Fakultas Kedokteran Gigi. Menariknya, Prof. Bayu Dwi Anggono, SH., MH., menjadi guru besar Ilmu Perundang-undangan termuda di Indonesia. Informasi ini disampaikan langsung oleh Menkopolhukam, Prof. Moh. Mahfud MD yang turut menghadiri dan memberikan sekapur sirih dalam upacara pengukuhan. Untuk diketahui hingga saat ini hanya ada tiga guru besar Ilmu Perundang-undangan di Indonesia.

Dalam orasi guru besarnya berjudul “Pembaharauan Penataan Peraturan Perundang-Undangan : Suatu Telaah Kelembagaan”, Prof. Bayu Dwi Anggono menekankan pentingnya Indonesia memiliki lembaga khusus yang bertanggungjawab dalam proses perencanaan, menyusun, mengharmonisasikan hingga mengundangkan semua peraturan perundang-undangan mulai dari Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Presiden hingga rancangan Peraturan Daerah. Adanya lembaga ini diharapkan menghilangkan tumpang tindih aturan.

“Dari data peraturan.go.id hingga 18 Oktober 2022 ada 49.229 peraturan perundangan dengan rincian 1.715 Undang-Undang, 4.766 Peraturan Presiden, 17.796 Peraturan Menteri, 4.822 Peraturan Lembaga dan 17.898 Peraturan Daerah di Indonesia. Banyaknya peraturan perundang-undangan ini berpotensi tumpang tindih, inkonsisten, multi tafsir dan berakibat disharmoni. Bahkan menurut pakar Ilmu Perundang-Undangan, Prof. Maria Farida Indrati, ada kecenderungan pembentuk undang-undang berlaku boros dan membesar-besarkan persoalan,” jelas Prof. Bayu Dwi Anggono yang mendapatkan jabatan akademik Profesor di Usia 39 Tahun.

Sebenarnya pemerintah bukan tanpa ikhtiar dalam menanggulangi hal ini, semisal tampak dengan adanya Peraturan Presiden nomor 68 tahun 2021 yang mewajibkan kementerian maupun lembaga yang mengajukan rancangan peraturan perlu mendapatkan persetujuan presiden. Kemenkumham pun sudah memperketat usulan peraturan perundang-undangan, memperkuat harmonisasi RUU termasuk di level Permen dan peraturan lembaga, evaluasi pemberlakukan perundang-undangan hingga teknik omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, dirinya menganjurkan agar segera dibentuk lembaga yang berada di bawah presiden, seperti yang pernah direncanakan oleh Presiden Joko Widodo berbentuk Lembaga Pusat Legislasi Nasional. Lembaga yang bersifat satu pintu sehingga presiden bisa melakukan kontrol untuk menghindari tumpang tindih aturan. Lembaga tersebut bisa berupa kementerian khusus atau lembaga non struktural uang berkedudukan di bawah presiden yang dipimpin oleh kepala setingkat menteri.

“Pilihannya bisa lembaga non struktural seperti The Office Information and Regulatory Affairs di Amerika Serikat, Cabinet Legislation Bureau di Jepang atau The Office of Best Practice Regulation di Australia. Sementara itu Korea Selatan lebih memilih membentuk kementerian khusus yakni Ministry of Government Legislation. Harapannya maka regulasi yang tumpang tindih, boros, over regulasi bahkan obesitas regulasi dapat dihindari,” imbuh pria asal Sidoarjo ini.

Pengukuhan Prof. Bayu Dwi Anggono dan Prof. Dr. Sri Hernawati dihadiri banyak pejabat dan pakar Ilmu Hukum. Tampak hadir diantaranya Ketua MK Anwar Usman, Menko Polhukam, Moh. Mahfud MD., Menkumham Yasonna Laoly, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Wakapolri Komjen. Gatot Eddy Pramono, Hakim MK Prof. Arief Hidayat, dan Hakim Agung Soeharto. Termasuk Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, dan banyak lagi pejabat lainnya.

Tak heran jika Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berseloroh. “Baru kali ini ada pengukuhan guru besar yang mempertemukan tiga cabang kekuasaan dalam sebuah negara sekaligus, yakni eksekutif yang diwakili oleh Menkopolhukam dan Menkumham. Yudikatif dengan hadirnya Ketua dan hakim MK serta hakim agung serta saya dari kalangan legislatif. Semoga dengan tambahan guru besar kali ini akan memperkuat kedudukan Universitas Jember sebagai perguruan tinggi kebangsaan melalui lulusannya yang dapat menjaga NKRI dan Pancasila,” kata dosen luar biasa di Fakultas Hukum Universitas Jember ini.

Pujian senada juga datang dari Menkopolhukam, Moh. Mahfud MD. Menurutnya Ilmu Perundang-Undangan mulai dikaji di Indonesia mulai tahun 1966 dan makin pesat perkembangannya setelah Reformasi 1998 lalu. Dan kini baru ada ada tiga guru besarnya, termasuk yang paling baru Prof. Bayu Dwi Anggono. Oleh karena itu Moh. Mahfud MD berharap adanya guru besar baru di bidang Ilmu Perundang-Undangan akan mendorong perkembangan Ilmu Perundang-undangan. Pujian juga datang dari Ketua MK, Anwar Usman dan Hakim MK, Arief Hidayat. Menurut mereka kiprah pengabdian Prof. Bayu Dwi Anggono sudah ditunggu di tingkat nasional.

Orasi ilmiah sebelumnya yang dibawakan oleh Prof. Dr. drg. Sri Hernawati, M.Kes., pun tak kalah menarik. Siapa sangka jika buah delima merah (Punica gratum L) yang banyak tumbuh di Indonesia ternyata bisa menjadi obat kanker rongga mulut. Judul orasinya adalah “Esktrak Buah Delima (Punica granatum L) Sebagai Alternatif Pengobatan Kanker Rongga Mulut”. Menurut penelitian guru besar Ilmu Penyakit Mulut di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) ini, ekstrak delima merah mengandung berbagai fitokimia berupa polyphenol yang terdiri dari flavoid, hydrolyzahle tannins dan condensed tannins dan kandungan lainnya yang berguna sebagai anti kanker.

“Dalam penelitian yang saya lakukan, ekstrak buah delima memiliki kemampuan menurunkan dan menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker rongga mulut sehingga sel kanker tadi tidak akan berkembang dan akhirnya mati. Temuan ini bisa menjadi harapan bagi penderita kanker rongga mulut mengingat angka kesembuhan penderita kanker khususnya kanker rongga mulut melalui pengobatan dengan obat kimia dan kemoterapi baru bisa mencapai 50 persen. Apalagi delima merah relatif mudah diperoleh di Indonesia,” tutur Prof. Sri Hernawati yang juga Wakil Rektor II Universitas Jember.

Tambahan dua guru besar ini disambut gembira oleh Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna. Menurutnya hingga saat ini Universitas Jember sudah memiliki 55 guru besar dan masih ditambah lagi ada enam dosen yang kini penetapan guru besarnya tengah berproses. Iwan Taruna berharap pengukuhan guru besar ini akan mendorong kolega dosen lainnya untuk mencapai jabatan guru besar. Keberadaan tambahan guru besar akan meningkatkan reputasi Universitas Jember.

“Alhamdulillah, di tahun 2022 ini kami mendapatkan tambahan enam guru besar, dan semoga segera disusul degan penetapan guru besar lagi mengingat masih ada enam dosen yang jabatan guru besarnya masih berproses di Ditjen Dikti Kemendikbudristek. Semoga kedua guru besar baru bisa mengemban amanah mengingat seorang guru besar dituntut menjadi pribadi yang berintegritas, jujur dan obyektif. Apalagi masyarakat selalu menunggu inovasi dan kiprah para guru besar untuk kemanfaatan bangsa dan negara,” tutur Iwan Taruna dalam pidato pengukuhan guru besar. (iim)

Skip to content