Jember, 9 Maret 2023
Kopi menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional. Industri kopi dari hulu hingga hilir juga menjadi sumber pendapatan bagi banyak warga Indonesia. Melihat pentingnya posisi kopi ini, maka para pemangku kepentingan terutama petani kopi harus paham dan sadar akan isu global yang mewarnai industri kopi. Salah satunya, petani kopi Indonesia harus mewaspadai perubahan iklim yang kini sudah dirasakan dampaknya bagi produksi kopi.
Pendapat ini disampaikan oleh dosen College of Policy Science Ritsumeikan University Jepang, Fitrio Ashardiono kala menjadi pemateri dalam kegiatan kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Center for Gastrodiplomacy Studies (CGS) Universitas Jember di kampus FISIP (9/3). Kuliah tamu bertema “Coffee and Climate Change” ini dihadiri mahasiswa dan dosen yang mayoritas berasal dari Program Studi Hubungan Internasional yang tertarik mempelajari Gastrodiplomasi.
“Indonesia termasuk negara yang mempunyai banyak kopi dengan identitas yang unik. Sebagai contoh, dari pulau Sumatera memiliki berbagai identitas kopi, salah satunya Kopi Mandailing. Biji kopi ini memiliki rasa yang lebih bersahaja daripada Java Arabica, nada herbal yang berbeda, dan dengan keasaman rendah. Cita rasa unik ini menjadikan kopi Mandailing disukai oleh penikmat kopi dari berbagai belahan dunia sekaligus memahat identitas unik Indonesia sebagai negara penghasil kopi. Belum lagi identitas kopi lainnya,” tutur Fitrio Ashardiono.
Dan perubahan iklim mengancam produksi kopi dunia. Suhu bumi yang makin naik dan hujan yang tak menentu berpotensi mengubah kondisi sebuah daerah. Bisa saja daerah yang semula beriklim dingin berubah makin panas. Maka perubahan ini juga akan berakibat pada produksi dan cita rasa kopi. Dalam paparannya, Fitrio Ashardiono membahas tentang dampak perubahan iklim terhadap kopi dan bagaimana upaya mitigasi yang dapat dilakukan dalam rangka meminimalisasi dampaknya. Ia juga membahas bagaimana peran kopi dalam membentuk identitas suatu negara dalam dunia Internasional.
Oleh karena itu dosen dan peneliti College of Policy Science Ritsumeikan University ini berharap para petani kopi Indonesia mulai sadar dan memahami isu global, terutama perubahan iklim mengingat dampaknya yang besar terhadap industri kopi. Kondisi ini berbdea dengan sikap petani di Jepang yang sudah sadar bahaya perubahan iklim. Diantaranya dengan berbagai langkah antisipasi, misalnya dengan mulai memindahkan lahan penanaman komoditas tertentu ke tempat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim.
“Petani Indonesia kebanyakan masih kurang paham dengah isu global, terutama perubahan iklim dan dampaknya terhadap komoditas mereka. Mereka yang paham pun tak sedikit yang acuh tak acuh dengan isu tersebut. Tak sedikit juga petani oportunis dan mengabaikan identitas biji kopi demi profit yang lebih baik. Seharusnya kita mulai mencontoh petani Jepang yang mulai memahami isu ini, kemudian mulai memetakan wilayah yang tahan terhadap dampak perubahan iklim. Langkah tersebut diambil untuk menjaga identitas komoditas pertanian yang memiliki cita rasa unik,” imbuh Fitrio Ashardiono, peneliti yang banyak melakukan riset terkait kebijakan lingkungan ini.
Sementara itu, Co Founder CGS, Agus Trihartono dalam sambutannya menjelaskan, tujuan dari CGS adalah mempromosikan diplomasi publik melalui makanan dan minuman, serta berupaya menciptakan kesadaran global tentang isu-isu penting seperti perubahan iklim melalui kuliner. “Ilmu Hubungan Internasional sudah berkembang sejak lama. Jika ilmu Hubungan Internasional konvensional selalu berputar pada politik dan perang. Maka Ilmu Hubungan Internasional kontemporer telah memperluas cakupannya. Ilmu Hubungan Internasional kontemporer ini berpusat pada How to Make Life Better yang berarti fokus untuk memperbaiki kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, muncul lah beberapa bidang studi baru yang fokus pada kesejahteraan hidup seperti juga Gastrodiplomasi,” pungkasnya. (azzam/iim)