Jember, 25 Mei 2023
Kepala Perwakilan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember gelar peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) dengan cara yang unik. Biasanya, peringatan Harkitnas selalu identik dengan upacara. Namun di FISIP Harkitnas diselenggarakan dengan kirab adat dan pagelaran seni budaya yang diikuti oleh dosen, karyawan dan mahasiswa FISIP.
Dekan FISIP Dr. Djoko Poernomo M,Si. mengatakan, acara yang mengusung tema “Menjadikan Seni dan Budaya Lokal Sebagai Perekat Bangsa” dalam rangka membangun semangat nasionalisme. Karena menurutnya, meneruskan perjuangan para pahlawan kemerdekaan tidak selalu dengan cara-cara ala militer.
“Dalam perayaan Harkitnas ini kami ingin menghadirkan miniatur Indonesia di hadapan mahasiswa. Pagelaran pakaian adat, seni dan budaya ini menggambarkan kekayaan seni dan budaya Indonesia yang harus kita jaga bersama,” ujar pria yang akrab disapa Djoko ini disela-sela acara, (25/5).
Menurut Djoko, mengenalkan seni dan budaya lokal kepada para mahasiswa menjadi agenda penting untuk merawat rasa nasionalisme. Pasalnya, sakarang ini semakin banyak budaya dan seni asing yang digandrungi sebagian masyarakat Indonesia.
“Misalnya saat pertujukan musik dan tari dari Korea atau yang biasa disebut K-Pop banyak yang nonton. Tetapi giliran pagelaran Wayang dan Reog jarang yang menonton. Kalaupun ada biasanya yang sudah tua-tua. Tentu ini kondisi yang kurang ideal,” imbuh Djoko.
Djoko mengingatkan, seni dan budaya lokal maupun nasional harus terus disemarakkan. Kejadian pengakuan seni Reog dan Batik oleh negara lain jangan sampai terulang lagi. “Setelah Reog diakui negara lain baru kita ramai protes. Batik juga begitu semangat memakai batik setelah sempat ada pengakuan dari negara lain. Seni dan Budaya Indonesia ini adalah milik kita, milik bangs akita dan mari kita jaga bersama dengan penuh rasa bangga,” pungkas Djoko.
Sementara itu Lambang Kurnia Pratama Dalang asli Jember yang turut hadir dalam acara peringatan Harkitnas mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh FISIP. Menurutnya, pagelaran seni dan budaya ini bentuk promosi kepada mahasiswa. Oleh karena itu pria yang akbrab disapa Lambang ini memberikan hadiah wayang Gatotkaca kepa Dekan FISIP.
“Gatotkaca ini adalah tokoh kesatria dalam pewayangan yang sangat perkasa. Begitu pula dengan Dekan. Sebagai pemimpin dia harus kuat dan berjiwa kesatria,” ujar Lambang saat memberikan wayang Gatotkaca pada Dekan FISIP.
Gelar Kesenian ini menampilkan berbagai pertunjukan seni yang memukau, di antaranya adalah pertunjukan Reog Ponorogo dan Tari Jathil dari Reog Putra Sakti. Tari Jathilan adalah tradisi dari Ponorogo. Kata Jathilan sendiri diambil dari “jaranne jan thil-thillan tenan” atau jika diartikan “kudanya menari tidak karuan”. Tradisi ini dipercaya menggambarkan perjuangan prajurit Mataram dibawah pimpinan Sultan Hamengkubuwono I dalam mengusir penjajah.
Penampilan tari jathilan diawali dengan seorang pria yang mengayunkan cambuk nya. Setelah mengayun kesana-kemari, beberapa anak asuh Reog Putra Sakti mulai melancarkan atraksi lompat harimau dan rolling sambil berpegangan. Kemudian penampilan dilanjutkan dengan tari kuda pumping oleh tiga putri asuh Reog Putra Sakti. Lenggak-lenggok penari serta kecekatan atraksi membuat rius suasana dengan tepuk tangan penonton.
Penampilan puncak dimulai ketika kedua reog memasuki panggung. Kedua reog tersebut terus berputar dan menari. Sesekali melompat-lompat dan saling bertukar posisi. Saat satu reog turun dari panggung, reog yang masih ada dipanggung mulai menunjukkan aksi yang lebih ekstrem. Sembari menanggung beban berat kostum reog, ia mulai berguling. Sesekali ia juag terlihat melakukan rolling dengan kostum berat tersebut.
Acara kemudian ditutup dengan atraksi gabungan semua anak asuh Reog Putra Sakti. Setelah penampilan tersebut halaman FISIP ramai oleh sorak sorai dan tepuk tangan penonton. Saat dipersilahkan foto bersama, penonton Nampak antusias dan saling berebut untuk ikut berfoto. (mun/zam)