Jember, 20 Juni 2023
Penyair senior Indonesia asal Madura, KH. D. Zawawi Imron memberikan orasi kebudayaan di kampus Universitas Jember (20/6). Orasi kebudayaan yang digelar di aula lantai 5 Gedung Soedjarwo ini menjadi salah satu kegiatan dalam rangka Semarak Bulan Pancasila Universitas Jember 2023. Selama kurang lebih dua jam, penyair yang juga kyai ini membeberkan hubungan antara nilai-nilai kebudayaan lokal dan Pancasila dalam kerangka Keindonesiaan, kepada kaum milenial.
KH. D. Zawawi Imron memulai paparannya dengan penjelasan mengenai nilai-nilai yang selalu dan selalu menyertai perjalanan sejarah ummat manusia di dunia. Tak peduli apa ras, suku, agama dan bahasanya. Contohnya nilai-nilai seperti keadilan, keadaban, sopan santun, welas asih, kepedulian dan lainnya. Oleh karena itu penyair yang dijuluki Celurit Emas ini meminta mahasiswa Universitas Jember sebagai kaum milenial untuk selalu menjadikan nilai-nilai tersebut dalam menjalani kehidupan saat ini.
“Dan nilai-nilai tersebut sudah ada dalam nilai-nilai budaya kita. Contohnya dalam budaya Jawa ada pesan dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso yang artinya jadilah orang yang bisa merasa dan bukan merasa bisa. Pesan ini disampaikan oleh Sunan Drajat salah satu dari Wali Songo. Walaupun pesan ini berasal dari budaya Jawa namun cocok untuk semua orang,” ujar penyair asal Sumenep ini.
Dengan berpegang pada prinsip dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso maka kaum milenial Indonesia bisa selalu membumi walau cita-citanya setinggi langit. Mau menghargai orang lain tanpa rasa rendah diri. Prinsip tadi juga menjadi tali pemersatu Indonesia yang terdiri dari beragam suku, agama dan budaya.
Menurut penyair yang terkenal dengan salah satu puisinya berjudul Bulan Tertusuk Ilalang ini, nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal ini tersebar di semua budaya di Indonesia. KH D. Zawawi Imron lantas mencontohkan kearifan lokal dari suku Bugis dalam memilih pemimpin. Suku Bugis memiliki prinsip memilih pemimpin harus mereka yang memiliki kearifan dan rekam jejak yang baik. Seperti tertuang dalam pesan, sebaik apapun kapalnya, sekuat apapun pendayungnya jika nahkoda tak piawai buat apa menumpang kapalnya?
“Jadi sebelum kaum milenial Indonesia menengok nilai dan ajaran lain, gali dulu nilai-nilai asli Indonesia. Dan pengikat seluruh nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Pancasila. Renungkanlah tiap hari kita makan dan minum dari bumi Indonesia, bernafas di udara Indonesia, dan nanti dimakamkan di bumi Indonesia. Maka benar jika cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Kedua, biasakan berbahasa yang santun, baik dan benar. Sebab bahasa yang buruk akan menjadikan budaya buruk pula. Ketiga, kaum milenial harus mau belajar dan bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita,” imbuh KH D. Zawawi Imron kepada peserta yang mayoritas adalah mahasiswa.
Kegiatan orasi budaya bertema “Meningkatkan Kreativitas Kaum Milenial Berbasis Kekayaan Budaya Lokal” dibuka secara resmi oleh Rektor Universitas Jember. Dalam sambutannya, Iwan Taruna bersyukur salah satu begawan kebudayaan Indonesia bisa hadir ke kampus Tegalboto. Memberikan orasi sekaligus inspirasi kepada mahasiswa sebagai kaum milenial yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa.
“Orasi kebudayaan dari KH. D. Zawawi Imron ini menjadi penting, mengingat Indonesia terdiri dari beragam suku, agama dan bahasa serta budaya. Nilai-nilai dan kearifan lokal dari beragam beragam budaya tadi menjadi dapat menjadi modal pembangunan. Namun juga bisa menjadi sebab pertengkaran jika tidak memiliki dasar pemersatu. Dan pemersatu tadi adalah Pancasila yang merupakan sari pati seluruh kebudayaan Indonesia. Kita perlu mengembangkan berbagai cara yang kekinian agar Pancasila merasuk ke hati dan pikiran kaum milenial Indonesia, termasuk dengan cara dialog budaya seperti yang dimotori oleh LP3M Universitas Jember ini,” ujar Rektor Universitas Jember.
Jalannya orasi budaya dan diskusi bersama KH. D. Zawawi Imron berjalan gayeng, apalagi di sela pemaparannya, sang Celurit Emas seringkali berpantun sesekali bernyanyi. Tak terlihat sekali pun energinya menurun, padahal usianya sudah 80 tahun ! Kegiatan orasi kebudayaan dipuncaki dengan pembacaan puisi berjudul Ibu karya KH. D. Zawawi Imron yang menghadirkan nuansa hening nan syahdu di aula lantai 5 Gedung Soedjarwo. (iim)