Apa benar Hutan tak perlu diurus?

Faperta_UNEJ

Kawasan hutan Indonesia bukan saja memiliki fungsi ekologi namun juga sosial ekonomi dan budaya bagi masyarakat sekitar. Demikian juga hutan menjadi habitat keanekaragaman hayati yang nyaman untuk tak kurang 38.000 spesies flora dan 5.654 fauna.

Adanya tantangan benturan ekonomi dan ekologi, diperlukan upaya konservasi dengan berbagai macam pendekatan. Salah satunya adalah dengan konservasi berbasis masyarakat (community-based conservation).

Menyikapi kondisi tersebut pada sabtu (24/6), unit organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Semesta (Mapensa) Fakultas Pertanian Universitas Jember mengadakan kajian dan diskusi film dokumenter berjudul “Hutan Tak Perlu Diurus”.

Perhelatan dihadiri 2 pengkaji yakni Kepala Kantor Balai Taman Nasional Meru Betiri periode 2018-2022 Maman Surahman, S.Hut., M.Si dan Dr.Ihsannudin, SP., MP yang merupakan dosen Universitas Trunojoyo Madura sekaligus produser film. Tak luput para pemeran film yang merupakan para mantan pelaku illegal juga memberikan kesaksiannya.

“Film tersebut menceritakan dinamika pertaubatan para mantan pelaku illegal logging” jelas Ihsannudin. Lebih lanjut diterangkan bahwa perubahan kehidupan tersebut memberikan livelihood shocking bagi mereka yang berefek bukan saja pada aspek ekonomi namun juga sosial. Sehingga ancaman mereka kembali melakukan aktivitas illegalnya menjadi sangat kentara.

Maman Surahaman yang saat ini menjabat sebagai Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai memaparkan, hutan lestari berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat terlebih bagi masyarakat desa penyangga kawasan. “Hutan tak perlu diurus, namun masyarakatnyalah yang harus diurus” ucap Maman bersemangat. Maksudnya, masyarakat perlu didorong berpartisipasi dalam penjagaan hutan melalui berbagai program pre-emtif, penyadartahuan dan pemberdayaan guna perolehan akses manfaat sesuai pedoman sekaligus menjadi pelaku partisipatif pelestari hutan. “Tentu saja ini tanpa meninggalkan upaya preventif dan represif jika memang terdapat pelanggaran” tegasnya.

Dari pengkajian film ini juga memberikan penyadaran pentingnya kolaborasi stakeholder dalam upaya konservasi termasuk stakeholder dari dunia akademik. Eddy Suhan selalu wakil koordinator Pokja Akademik, kemahasiswaan dan alumni Fakultas Pertanian Unej yang membuka acara ini menjelaskan bahwa kurikulum berbasis OBE (Objective Based Education) memberi peluang praktisi berkontribusi dalam proses pembelajaran di Universitas. “iklim kolaboratif di dunia pendidikan juga dibutuhkan termasuk dari penggiat konservasi”. Ungkapnya.

Dalam film tersebut, Paeman sang pemeran film dokumenter yang juga mantan pelaku illegal logging berharap kehadiran para pihak memberikan sumbangan ide ataupun pendampingan dalam menjalankan usaha produktif di masa-masa pertaubatan ini. Merespon hal tersebut Muhammad Iqyan Naufal Ketua Umum Mapensa menanggapi positip. “ini memberikan kesempatan pada kami selaku mahasiswa untuk ikut serta melalui skema MBKM ataupun usulan hibah kompetisi dikti” tandasnya

Skip to content