Jember, 14 November 2023
Limbah kotoran ternak sering menjadi problem. Termasuk yang terjadi pada peternak sapi di Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember. Salah satu kecamatan yang menjadi sentra penghasil ternak di Jember. Misalnya saja peternak sapi di Desa Babatan setiap bulannya bisa menghasilkan limbah kotoran sapi sebanyak 1,8 ton ! Jika tidak ditangani dengan baik tentu menjadi bom waktu lingkungan. Prihatin melihat fakta ini, lima mahasiswa Universitas Jember menerapkan inovasi membentuk kelompok PETINJU untuk mengurai masalah ini.
“PETINJU itu singkatan dari Peternak Inovatif dan Maju, sebenarnya anggotanya tidak hanya peternak di Desa Babatan, namun juga para petaninya. Sebab kami ingin membentuk ekosistem ternak dan tani agar keberlanjutan program ini bisa terjamin,” ujar Deviana Fitria Astuti yang bersama empat rekannya membuat program bertema “BES: Bed Vermicompost dan Earthworm Separator Sebagai Inovasi Pengelolaan Limbah Kotoran Sapi Pada Kelompok Peternak Di Desa Babatan Jember”.
Selasa siang itu (14/11) mereka menceritakan penerapan inovasi di Desa Babatan yang dimulai dari bulan Juni 2023 lalu. Deviana bersama Dyah Retno Anggraini, Indah Setyowati, Damaita Afriana adalah mahasiswi Program Studi Proteksi Tanaman. Sementara Raisa Wahyu Nurani adalah mahasiswi di Program Studi Penyuluhan Pertanian. Kesemuanya mahasiswi Fakultas Pertanian yang dibina oleh dosen, Ankardiansyah Pandu Pradana, mendampingi peternak di Desa Babatan Jember mengurangi dampak negatif kotaran sapi.
Caranya dengan mengubah kotoran sapi menjadi kompos dengan perantara cacing tanah berjenis Eudrilus eugeniae atau yang lebih dikenal sebagai cacing merah. Cacing ini dikenal dengan produktivitasnya yang tinggi sehingga bisa menghabiskan kotoran sapi lebih cepat. Tentunya kemudian menghasilkan kompos yang bisa dipakai sebagai pupuk organik bagi petani. Itulah sebabnya kelimanya membentuk kelompok PETINJU yang beranggotakan peternak dan petani. Salah satu tujuannya agar kompos yang dihasilkan bisa dipakai oleh petani setempat.
“Untuk menghasilkan 300 kilogram kompos kami menggunakan 300 kilogram kotoran sapi yang kemudian dicampur dengan 150 kilogram tanah. Setelah tercampur rata kami siram dengan cairan EM4 menjadi bed vermicompost. Setelah siap, kami sebarkan cacing merah seberat 5 kilogram. Secara berkala kami memberikan pakan ampas tahu untuk cacing merah agar berkembangbiak dengan baik. Setelah sebulan, maka kompos siap digunakan,” jelas Dyah Retno.
Kompos bisa dijual sekilonya empat ribu rupiah, sementara bibit cacing merah dihargai empat puluh ribu per kilogramnya. Sementara untuk memisahkan cacing dari kompos, mereka menggunakan alat earthworm. Alat ini mereka desain sendiri berdasarkan referensi yang ada, sementara pembuatannya dibantu mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Jember.
“Dengan alat earthworm separator maka anggota PETINJU bisa mudah memisahkan antara cacing dengan kompos. Butiran kompos yang disaring dengan earthworm separator juga lebih halus sehingga memudahkan pemakaian kompos pada tanaman. Untuk saat ini hasil kompos masih dipakai di kalangan internal. Namun selanjutnya kami berharap bisa dipasarkan setelah mendapatkan ijin edar,” kata Damaita Afriani.
Penerapan inovasi ini ternyata mendapatkan tanggapan positif dari warga Desa Babatan seperti yang diungkapkan oleh Hermanto yang ditunjuk sebagai ketua kelompok PETINJU. Menurutnya pembentukan kelompok PETINJU yang memproses kotoran sapi menjadi kompos menjadi salah satu solusi penanganan limbah kotoran ternak di desanya. Pasalnya selama ini kotoran lebih banyak dibiarkan saja atau dibuang sembarangan. Pembuatan kompos dan ternak cacing merah juga menjadi potensi menambah pendapatan warga. Sementara itu petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) M. Shodiq memuji pemakaian sistem bed vermicompost dan alat earthworm separator yang menurutnya inovasi yang memudahkan peternak dan petani dalam membuat kompos.
Program penerapan inovasi yang dilakukan kelima mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Jember ini berhasil menembus babak final Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke 36 yang rencananya akan digelar mulai tanggal 25 November hingga 1 Desember 2023 di Kampus Universitas Padjadjaran, Bandung. “Persiapan maju ke PIMNAS ke 36 sudah kami lakukan, dari membuat materi cetak dan audio visual hingga persiapan presentasi. Semoga mendapatkan yang terbaik,” pungkas Deviana sambil meminta doa restu. (iim)