Jember, 1 Februari 2024
Universitas Jember baru saja mengukuhkan sebanyak delapan guru besar. Dari jumlah tersebut terdapat tiga guru besar yang dikukuhkan dalam ranah yang serumpun, yaitu ilmu MIPA. Guru besar tersebut di antaranya Prof. Didik Sugeng Pambudi sebagai guru besar bidang ilmu pendidikan matematika, Prof. Anak Agung Istri Ratna Dewi sebagai guru besar bidang ilmu biokimia dan Prof. Ari Satia Nugraha sebagai guru besar bidang ilmu kimia medisinal.
Prof. Didik Sugeng Pambudi menyampaikan bahwa dirinya menggeluti bidangnya sejak menempuh pendidikan sarjana, ia mengaku ada suatu kajian menarik yang membuatnya tertarik untuk mendalami bidang tersebut. Seperti halnya masih banyak mahasiswa yang menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang tidak berguna dan membosankan.
Dirinya menjelaskan bahwa dari masalah tersebut ia berusaha keras untuk membuat bagaimana agar para siswa saat ini bisa menyukai bidang matematika bahkan dapat meningkatkan prestasi siswa di Indonesia dalam bidang matematika.
“Kita harus berfikir bagaimana cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah agar siswa menyukai matematika bahkan sampai memiliki prestasi di bidang itu. Apabila saya berhasil maka hal tersebut dapat memotivasi saya untuk terus mengembangkan pemikiran dan menyumbang hasil pemikiran untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.” ungkapnya saat diwawancarai (29/01/2024).
Ketika dia masih bingung untuk merencanakan penelitiannya, pada saat itu pula bertepatan ketika dia duduk bersama temannya berbincang-bincang tentang judul tesisnya, dia melihat jejeran pohon palem di depan ruang kuliahnya. Secara kebetulan muncul ide bagaimana mengukur tinggi pohon palem itu. Dia pikir menarik untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Outdoor Learning Mathematics (OLM) untuk menjadi panduan guru dalam menerapkan OLM di sekolah.
“Saya pikir hal ini menarik untuk kembangkan perangkat pembelajaran berbasis OLM untuk menjadi panduan guru dalam menerapkan OLM di sekolah, khususnya untuk meningkatkan motivasi dan prestasi matematika siswa di Indonesia.” imbuhnya.
Berasal dari rumpun ilmu yang sama, terdapat guru besar dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) diangkat menjadi guru besar di UNEJ. Guru besar tersebut ialah Prof. Anak Agung Istri Ratna Dewi sebagai guru besar bidang ilmu biokimia. Dia mendalami bidang tersebut dan melakukan beberapa riset, salah satunya tentang enzim.
Dalam orasinya Prof. Anak Agung Istri Ratna Dewi mengemukakan bahwa enzim berperan penting dalam banyak proses biologis yang memerlukan pemanfaatan dan konversi energi kimia bebas menjadi gaya kinetik secara berurutan untuk menyelesaikan tugas. Dia juga menambahkan bahwa enzim dianggap sebagai mesin molekuler.
“Enzim juga dianggap sebagai mesin molekuler, dikarenakan katalisis enzimatik dapat meningkatkan difusi enzim pada tingkat molekuler,” jelasnya. Selain itu produk enzim juga upaya untuk meningkatkan perannya biokonversi biomassa untuk mendukung pengolahan yang ramah lingkungan dan produk hidrolisis enzim sebagai pengembangan pangan fungsional.
Adapun metode pembelajaran juga terus dikembangkan dalam menerapkan kurikulum Outcome Based Education (OBE), yaitu sistem pendidikan yang yang berfokus pada pencapaian pembelajaran di mana pendidikan tidak hanya berpusat pada materi yang harus diselesaikan namun juga outcome.
“Metode pembelajaran yang dikembangkan meliputi Case Methode and Team Base Project. Dalam perkuliahan mata kuliah bidang biokimia melibatkan praktisi industri dalam beberapa pertemuan, untuk memberikan kesempatan mahasiswa mengetahui penerapan ilmu biokimia di industri,” tambah dosen dari FMIPA itu.
Pada saat penelitian dirinya bersama para mahasiswa FMIPA UNEJ bekerja sama dengan Universitas Airlangga. “Kami melakukan penelitian tentang enzim ini yang diikuti oleh beberapa mahasiswa kimia dan FMIPA UNEJ dan berkolaborasi riset enzim dengan Laboratorium Preteomik Universitas Airlangga,” pungkas Prof. Anak Agung Istri Ratna Dewi dalam orasinya.
Di sisi lain terdapat guru besar Prof. Ari Satia Nugraha yang diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu kimia medisinal. Dia mendalami ilmu tersebut dan berhasil menemukan obat baru dalam penelitiannya. Usaha yang dilakukannya menghasilkan penemuan senyawa yang belum pernah dilaporkan sebelumnya yang berpotensial sebagai calon obat.
Beberapa tantangan ketika menggeluti bidangnya perlu strategi yang baik untuk dapat memilih dan memilah sampai menjadi sumber calon obat. Terdapat banyak rintangan yang dialami, hal itu tidak hanya dirasakan oleh Prof. Ari Satia Nugraha saja, namun banyak para profesor yang telah dahulu mengalaminya.
“Penemuan obat baru merupakan pekerjaan yang sangat kompleks yang membutuhkan waktu dan biaya yang sangat besar. Kalau kita melihat sejarah perjalanan obat kanker seperti Taxol, membutuhkan waktu dan biaya yang sangat tinggi. Penemuan yang dimulai dari proses skrining tanaman pada tahun 1955, uji klinis tahun 1980, dan diedarkan oleh Bristol Myers Squibb tahun 1990 dengan puncak keuntungan sebesar 1.2 milyar USD pada tahun 2000.” ungkap guru besar tersebut pada orasi ilmiahnya.
Beberapa strategi dalam penemuan obat juga dapat menggunakan metode pendekatan Drug Repurposing yang mana obat yang sudah beredar di pasaran, dapat dikembangkan untuk obat lain dengan fungsi yang berbeda. “Obat itu seperti statin diresepkan untuk mengurangi sintesis kolesterol dalam tubuh. Statin mempunyai kemampuan menghambat perkembangan dan proliferasi sel.” jelasnya.
Dia juga mengakhiri penjelasan dalam orasinya bahwa terdapat rintangan yang berat pada penemuan obatnya. Upaya tersebut ialah bioprospeksi tanaman obat Indonesia. “Bioprospeksi tanaman obat Indonesia merupakan tugas yang menantang dalam penemuan agen antikanker karena etnobotani tidak mampu memberikan petunjuk yang jelas mengenai kegunaan medis.” pungkasnya. (dil/adi)