Jember, 24 Mei 2024
Dalam upaya mendorong budaya inovatif di kalangan akademisi, Didik Suharijadi dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jember (UNEJ) menciptakan terobosan baru dalam pemanfaatan lingkungan. Didik menjelaskan mulanya ide ini datang dari Asrumi, seorang dosen senior program studi Sastra Indonesia yang memiliki berinisiatif memanfaatkan gentong bekas properti taman yang tidak dipakai untuk budidaya ikan.
Ternyata ide ini berhasil, gentong dimanfaatkan menjadi wadah ternak lele dengan sistem alat serba otomatis untuk pemberian pakan dan penggantian air, “Panen pertama membuat para dosen lebih semangat. Kemudian mulai terpikir menambahkan otomatisasi penggantian air dan pemberian pakan, agar pada hari libur pemberian pakan dan penggantian air tetap berjalan.” ujar Didik saat ditemui di ruang dosen Sastra Indonesia FIB UNEJ, Rabu (22/05/2024).
“Awalnya kita mempunyai program menumbuhkan budaya inovatif. Kita ini kan punya perangkat bahasa yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan para ahli bidang lain. Kebetulan di sini ada gentong yang tidak dipakai, kemudian kita manfaatkan. Di UNEJ ini kan banyak ahli, tinggal bagaimana kita kreatif memanfaatkan teknologi yang berlimpah ini. Nah mahasiswa juga dapat mempelajarinya, dari praktisnya maupun korpus istilahnya,” ungkap Didik Suharijadi. Dalam proyek inovatif ini, ia menerapkan teknologi otomasi untuk mempermudah dan meningkatkan efisiensi budidaya lele. Dalam penerapan teknologi ini, Didik banyak meminta petunjuk dari dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UNEJ yang lebih ahli dalam bidang teknologi tepat gunanya.
Didik juga menceritakan bahwa inisiatif ini awalnya mendapatkan respon biasa dari mahasiswa, dikarenakan awalnya mereka hanya teheran melihat teknologi yang diterapkan. Tetapi setelah dijelaskan bahwa ilmu linguistik punya tugas besar dalam mendokumentasikan perkembangan peristilahan segala bidang, mahasiswa baru memahami pentingnya memperhatikan bidang-bidang lain, “Di era serba digital ini, kunci pemasyarakat ilmu adalah istilah. Kalau masyarakat sudah paham istilah-istilah, nama-nama alat, mereka bisa belanja sendiri, belajar sendiri, bahkan berkreasi sendiri, tentu dalam batas tertentu kita harus mengandalkan ahlinya,” ujar Didik.
Kebetulan dengan menggunakan alat sederhana dapat mengajari mahasiswa untuk belajar bagaimana menggunakan alat sederhana sehingga menjadi sebuah kreatifitas yang bernilai tinggi.
Ternak ikan lele ini sudah berjalan kurang lebih tujuh bulan dan telah menjalani dua periode panen yang mana setiap satu kali panennya tiga setengah bulan. “Jadi satu periode tanam benih butuh tiga setengah bulan. Di bulan ketiga sudah mulai menyicil panen, karena pertumbuhan ikannya tidak selalu sama,” imbuhnya.
Sembari menunjukkan cara kerja alat otomatisnya, Didik menjelaskan, “Sistem otomatisasi pakan memberikan pakan sebanyak tiga kali dalam sehari sehingga tidak menyebabkan ikan kanibal, karena selalu kenyang. Pemberian pakan diatur menggunakan timer pada pukul 07.00, pukul 15.00 dan pukul 01.00 dini hari,” jelasnya.
Selain itu, terdapat beberapa alat yang digunakan dalam ternak ikan ini seperti gentong, panel surya, timer, baterai, besi bekas dan wadah untuk pakan yang diambil dari beberapa wadah bekas kemasan makanan.
“Melalui pemanfaatan lingkungan, ternak lele ini dapat memberikan beberapa manfaat, salah satunya membiasakan mahasiswa untuk berkomunikasi, mengasah keterampilan menggunakan bahasa untuk mengemas berbagai pengetahuan dari berbagai ahli bidang lain untuk turut melancarkan penyebaran teknologi tepat guna. Sehingga dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari. Dengan ternak ini, diharapkan tidak hanya menghasilkan panen ikan saja, tetapi juga dapat menjadi objek akademik bagi para mahasiswa berbagai disiplin. Silakan mahasiswa sastra mempelajari peristilahannya, mahasiswa teknik memberi masukan penyempurnaan otomasinya, mahasiswa peternakan mengkaji efisiensinya, mahasiswa sosial ekonomi mengaji peluangnya sebagai ikhtiar ekonomi masyarakat urban.” pungkas Didik. (dil)