Jember, 27 Agustus 2024
Generasi Z atau Gen Z harus didorong dan diberi ruang untuk memaknai apa itu karakter kebangsaan, Pancasila, wawasan kebangsaan hingga nasionalisme. Pasalnya karakter mahasiswa saat ini yang tergolong dalam Gen Z tentu berbeda dengan dosen pengampu Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK). Oleh karena itu perlu dirumuskan cara mengajarkan mata kuliah wajib, agar muatannya sampai kepada mahasiswa. Pesan ini disampaikan oleh Wakil Rektor III Universitas Jember, saat membuka kegiatan kuliah umum bertema Pembentukan Karakter Kebangsaan Bagi Mahasiswa Baru Universitas Jember di gedung auditorium (27/8).
Wakil Rektor III, Fendi Setyawan menegaskan, perlu cara baru mengajak Gen Z memahami apa itu karakter kebangsaan sebab Gen Z memiliki karakter khusus seperti berpikiran progresif, terhubung secara global, aktif serta punya pemikiran realistis, dan akrab dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Di satu sisi karakter kebangsaan akan menentukan masa depan Indonesia di masa datang. Sementara di luaran banyak pengaruh dari beragam sumber yang belum tentu cocok dengan kondisi Indonesia.
“Sebagai generasi penerus bangsa dan calon pemimpin Indonesia, maka mahasiswa baru yang juga Gen Z perlu paham bahwa Indonesia adalah rumah bersama kita. Maka sudah seharusnya penghuninya harus paham dulu apa dasar negara kita, apa karakter yang menjadi ciri khas bangsa dan bagaimana menjaga bangsa ini di tengah ketidakpastian kondisi dunia,” kata Fendi Setyawan.
Harapan Wakil Rektor III Universitas Jember mendapatkan konfirmasi dari peserta yang hadir. Semisal yang disampaikan oleh mahasiswi Fakultas Keperawatan, Asyrifa Sabrina. “Kami paham bahwa Pancasila itu pemersatu bangsa, namun kami butuh penjelasan serta ruang diskusi lebih lanjut dan bukannya sekedar dogma. Sebab kadang apa yang kami terima berbeda dengan apa yang kami lihat dan rasakan,” tutur mahasiswi asal Pasuruan ini.
Dalam kuliah umumnya, Prof. Dasim Budimansyah memulai dengan kisah inspiratif dari Bung Hatta yang mengimpikan memiliki sepatu Bally. Namun karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan, maka sepatu tadi tak terbeli hingga Bung Hatta wafat. Sang dwi tunggal membuktikan memiliki karakter atau ciri khas sebagai sosok yang sederhana dan tidak mengejar materi, yang membedakan dengan orang lain.
Karakter adalah kumpulan nilai, prinsip, sikap, dan kebiasaan positif yang membentuk identitas seseorang dan tercermin dalam perilaku sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Sementara karakter bangsa adalah kumpulan nilai, norma, dan prinsip yang dianut secara kolektif oleh suatu masyarakat yang mencerminkan identitas, jati diri, serta kebersamaan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Sebagai bangsa, kita sudah memiliki sumber karakter kebangsaan, yakni nilai-nilai yang bersumber dari lima sila di Pancasila. Belajar Pancasila menjadi penting bukan hanya sekedar dari sisi legal formal namun juga dari sisi pergulatan hidup bangsa Indonesia. Maka belajar dan mempraktekkan nilai-nilai Pancasila akan memperkuat karakter bangsa,” jelas Prof. Dasim Budimansyah.
Terkait pengajaran karakter kebangsaan bagi Gen Z, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia ini menyarankan agar dosen memperluas ruang-ruang perjumpaan dan diskusi, termasuk memanfaatkan kecanggihan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pengajaran karakter kebangsaan bisa diselipkan di mata kuliah MKWK seperti agama, Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
“Gen Z itu punya rasa ingin tahu yang besar, maka wadahi rasa ingin tahu tadi dengan perkuliahan menggunakan prinsip PERMA, yakni Positive Emotion, Engagement, Relationships, Meaning dan Achievment. Jadi Gen Z diajak memiliki keyakinan positif terlebih dulu, bangun keterikatan dan relasi. Kemudian kita dampingi mereka berdasar pada nilai yang sudah disepakati bersama sehingga target tercapai,” tutur Prof. Dasim Budimansyah.
Sementara itu Kepala Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengambangan Pembelajaran (LPMPP) selaku penyelenggara kegiatan, Albert Tallapesy, menjelaskan kegiatan kuliah umum untuk MKWK dimaksudkan sebagai dasar pijakan bagi mahasiswa baru agar memiliki dasar pemahaman kebangsaan yang kuat sejak menjejakkan kaki di kampus. Sehingga mampu menjalankan perkuliahan dengan baik.
“Kami menjalankan amanat Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi yang mewajibkan semua mahasiswa menempuh MKWK yang terdiri dari mata kuliah agama, Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia,” ungkap Albert Tallapesy.
Jalannya kuliah umum diikuti secara luring oleh 800 mahasiswa baru dari berbagai fakultas dan program studi, sementara sisanya mengikuti kegiatan secara daring di fakultasnya masing-masing. Seusai mengikuti kuliah umum, mahasiswa baru angkatan 2024 mengikuti post test dan mendapatkan penugasan kuliah. (iim)