Jember, 17 Oktober 2024
Sebagai negara agraris, maka sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia adalah bertani. Dan pada pertanian masa kini, pemakaian pestisida tidak terelakkan lagi. Bahkan menurut sebuah laporan penelitian, angka pemakaian pestisida di Indonesia mencapai 100 ribu ton per tahun. Menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan pemakaian pestisida terbesar di dunia setelah Brazil dan Amerika Serikat. Namun pemakaian pestisida yang tidak terkendali akan merugikan petani, konsumen hingga lingkungan. Salah satunya dapat menimbulkan kerusakan sel otak yang mengakibatkan penyakit seperti parkinson, tumor otak, alzhemeir, epilepsi, dimentia hingga penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS.
Peringatan ini disampaikan oleh pakar bedah saraf Indonesia, Prof. Dr. Satyanegara, Sp.BS., saat memberikan kuliah tamu di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Jember (17/10/2024). Dalam kuliah umum berjudul “Neurotoksisitas Pestisida”, Prof. Satyanegara menjelaskan neurotoksisitas adalah gangguan pada saraf pusat otak yang kemudian berdampak pada kesehatan manusia mengingat otak adalah pusat kendali tubuh.
“Paparan berlebihan dari pestisida dalam jangka panjang akan merusak mitokondria di sel otak sehingga menimbulkan beragam penyakit semisal alzhemeir, epilepsi, dimentia hingga penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS. Khusus ALS tidak hanya menyerang sel saraf motorik otak, namun juga sumsum tulang belakang dan hingga kini belum ditemukan obatnya. Maka bijaksanalah memakai pestisida,” ungkap Prof. Satyanegara yang dikebnal sebagai bapak bedah saraf Indonesia ini.
Mantan dokter kepresidenan di era Soeharto ini lantas mendorong FK UNEJ terus melakukan riset terkait beragam permasalahan kesehatan yang terjadi di masyarakat agraris atau kajian Agromedis. Harapannya dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan kesehatan petani, pelaku usaha pertanian hingga konsumen. Hal ini juga sesuai dengan visi dan misi UNEJ yang fokus pada pengembangan pertanian dan perkebunan industrial.
Pengalaman terkait dampak dari pemakaian pestisida juga pernah dirasakan oleh Sigit H. Samsu, pengusaha yang mendirikan PT. Mitra Tani 27. Dirinya pernah menanggung kerugian yang besar karena puluhan kontainer berisi edamame yang dikirimkannya ke Jepang ditolak. Pasalnya otoritas berwenang di Jepang yang mengawasi keamanan pangan menemukan kadar residu pestisida di edamame yang dikirimkannya melebihi ambang batas yang ditentukan.
“Kami segera mengambil mitigasi, seperti melaksanakan hazard anticipation critical control point. Kami menelusuri dari mana dan dimana sumber penyebabnya. Bahkan hingga ke detil terkecil seperti kewajiban bagi karyawan yang memproses edamame untuk menyerahkan seragamnya guna dicuci dan disterilkan agar benar-benar tak ada lagi kebocoran pestisida hingga bakteri E. coli. Sebab jika dibiarkan maka produk edamame kita tak akan diperbolehkan masuk ke Jepang lagi, dan ini tentu kerugian besar,” tutur Sigit H. Samsu.
Sementara itu menurut Wakil Dekan I FK UNEJ, dr. Ida Srisurani, M.Kes., FISPH., FISCM., penyelenggaraan kuliah umum kali ini guna memantapkan target FK UNEJ menjadi pusat Agromedis terbaik di kawasan Asia Tenggara. Salah satunya dengan mendatangkan para pakar kedokteran dari berbagai spesialisasi khususnya di kajian Agromedis serta praktisi dari segala bidang yang mendukung pengembangan Agromedis. Sekaligus mengisi peringatan Dies Natalis ke 60 UNEJ.
“Harapannya, dosen dan mahasiswa kami akan terus termotivasi melaksanakan riset dan kajian di bidang agromedis yang menjadi ciri khas FK UNEJ. Khusus kedua pembicara kali ini, Prof. Satyanegara dan Pak Sigit H. Samsu adalah living legends bagi FK UNEJ, sebab mereka berdua bagian dari founding father FK UNEJ yang didirikan pada tahun 2000 lalu,” ungkap dr. Ida Srisurani, M.Kes., FISPH., FISCM., yang mewakili Dekan FK UNEj yang tengah melaksanakan tugas dinas. (iim)