Jember, 18 Oktober 2024
Femisida merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang dipicu oleh kebencian, dendam, penaklukan, dominasi, atau pandangan patriarkal bahwa perempuan adalah milik yang dapat diperlakukan sesuka hati. Berbeda dengan pembunuhan biasa, femisida mengandung unsur ketidaksetaraan gender, dominasi, agresi, dan opresi. Hal ini mencerminkan produk budaya patriarkis dan misoginis yang terjadi di berbagai ranah, baik di lingkungan privat, komunitas, maupun negara.
Guna menghapus femisida maka Universitas Jember (UNEJ) melalui Pusat Studi Gender (PSG) bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, AMAN Indonesia, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember menggelar acara bertajuk “Menghapus Opresi, Mengakhiri Femisida”, yang diselenggarakan di Aula Sutan Takdir Ali Syahbana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember (18/10/2024).
Linda Dwi Eriyanti, Ketua PSG UNEJ mengungkapkan pentingnya memahami femisida bukan hanya pembunuhan terhadap perempuan, tetapi tindakan yang dilakukan oleh orang terdekat, “Masih ada stereotip yang menganggap bahwa perempuan lebih layak menjadi korban kekerasan. Fenomena femisida intim, di mana perempuan dibunuh oleh pasangan atau mantan pasangan, menjadi kasus tertinggi di Indonesia,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, dengan adanya kegiatan ini, UNEJ melalui PSG dan seluruh mitra berharap dapat mendorong peningkatan kesadaran serta kebijakan yang lebih proaktif dalam melindungi perempuan dari ancaman kekerasan dan femisida, “Kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk DP3AKB Jember dan AMAN Indonesia, menjadi langkah penting untuk menghapus semua bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender yang sejati,” katanya.
Melalui kegiatan ini, ia berkomitmen PSG UNEJ untuk menghapus femisida dengan mengedukasi masyarakat melalui berbagai kegiatan edukatif, termasuk diskusi publik yang akan membahas fenomena ini. Acara ini diharapkan dapat menjadi ruang produktif untuk mendiskusikan dan memahami secara mendalam masalah femisida serta mencari solusi bersama.
Ia menambahkan, diskusi publik ini diharapkan dapat menghasilkan solusi konkret untuk mengatasi femisida, “Kami berupaya merumuskan kebijakan yang dapat diimplementasikan, membangun kesadaran gender, dan melibatkan masyarakat secara partisipatoris dalam proses penelitian agar suara perempuan yang menjadi korban atau berisiko menjadi korban didengar dan diperhatikan,” imbuhnya.
Sementara itu, Poerwahjoedi Kepala DP3AKB Kabupaten Jember menegaskan, visi dan misi Kabupaten Jember telah menetapkan perlindungan perempuan dan anak sebagai prioritas utama, “Sudah ada Peraturan Daerah (Perda) No. 4 Tahun 2008 yang mengatur perlindungan perempuan dan anak, serta Perda No. 1 Tahun 2023 tentang Kabupaten Layak Anak. Hingga September 2024, tercatat sebanyak 75 anak mengalami kekerasan, dengan mayoritas korban adalah anak perempuan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran lingkungan terdekat, termasuk keluarga, dalam melindungi perempuan dan anak,” tegasnya.
Ia juga menyatakan, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi dengan kasus femisida tertinggi di Indonesia, “Era disrupsi digital turut mempengaruhi perubahan perilaku sosial, dan pendidikan sejak dini menjadi faktor penting untuk membentuk kesadaran dalam menjaga dan melindungi perempuan.” pungkasnya. (is/dil)