Melawan lupa : TRIUMVIRAT

Humas Universitas Jember (UNEJ) menerima sumbangan tulisan dari Bapak Imam Soebagio, mantan kepala Humas UNEJ sekaligus saksi hidup perjalanan UNEJ. Mulai dari lahirnya di 10 November 1964 hingga kini. Tulisan kedua ini menceritakan pengalaman Pak Bagio, begitu beliau akrab dipanggil, akan sosok Triumvirat yakni dr. R. Achmad, R. Th. Soengedi dan R. Mas Soerachman. Selamat membaca.

Rapat Senat Terbuka Universitas Jember (11/11) digelar di gedung megah Auditorium. Merupakan acara tahunan memperingati Dies Natalis 60 Universitas Jember. Dibuka oleh Ketua Senat Dr. Andang Subaharianto, M.Hum,. Acara pokok adalah laporan Rektor Dr.Ir. Iwam Taruna, M.Eng dan Dies Rede oleh Dr. Ir. Mochamad Asrofi, ST,IPM. Berlangsung hidmad dihadiri sivitas akademika dan undangan.

Ada hal menarik pada acara itu. Pada akhir rapat Ketua Senat Dr. Andang menutup Rapat Senat dengan membacakan sebuah pantun. Bunyinya :
Dokter Achmad adalah pendiri Universitas Tawang Alun
Bersama Soengedi dan Soerachman disebut Triumvirat
Selamat, Universitas Jmber berusia 60 tahun
Berkhidmat untuk negeri, demi Indonesia hebat dan bermartabat.

Saya terkesima mendengarnya. Membayangkan Triumvirat yang terkenal itu. Pikiran melanglang pada masa lalu. Saat Jember yang sepi punya universitas, bernama Tawangalun. 67 tahun kemudian Kabupaten ini menjadi sorotan dunia berkat peran Universitas Jember.

Pada seremonial itu saya duduk di baris kedua dari depan, bersebelahan dengan Lely. Ibu yang cantik ini adalah Amaril Iswardani, putri bungsu dr. R. Achmad. Seorang dokter pendiri Universitas Tawangalun seperti yang dipantunkan Dr. Andang. Salah seorang Triumvirat bersama Soerachman dan R.Th. Soengedi. Dalam perjalanan sejarah dr. R. Achmad, kemudian jadi Rektor pertama Universitas Jember.

Eyang Kakung.
Satu persatu bayangan saya menelisik 60 tahun lalu. Saya bukan siapa-siapa untuk mengenal dekat dengan ketiga beliau itu. Saya mencoba melawan lupa mengenali kembali tokoh hebat ini. Triumvirat (kelompok yang terdiri dari tiga orang yang bekerja sama yang bertanggung jawab atas sesuatu).

Tentang Pak Ngedi (R. Th, Soengedi) saya dua atau tiga kali bertemu secara tatap muka.. Beliau adalah Kepala SMPK (Sekolah Menengah Pertama Katolik) Putra. Sekolahnya di depan BCA Jalan Diponegoro 19 (Sekarang Jalan Gajah Mada) Jember. Kata teman-teman orangnya galak dan sangat disiplin.

Saya pernah ditugas oleh Pak Liem (Mr. Liem Hie Thay) melalui siapa (saya lupa) untuk menemui Pak Ngedi. Tugasnya memberikan surat, minta jawaban surat atau minta tanda tangan beliau. Hanya itu saja. Tenyata orangnya biasa-biasa saja, bicara seperlunya. Kala itu sejak Januari 1964 saya bekerja di Universitas Jember Cabang Jember sebagai Djuru TU.

Ada kenangan tak terlupakan saat ditugas menghadap Pak Ngedi. Usai bertemu beliau saya pasti mampir marung pecel ke Bu Darum. Saat itu Bu Darum berjualan pecel hanya diatas meja kecil dibawah pohon jaran. Pelanggannya kebanyakan kusir dokar dan sopir oplet. Maklum dekat SMPK ada pangkalan oplet dan comboran alias pangkalan dokar. Warung Bu Darum sampai saat ini masih ada dan bahkan menjadi besar diturunkan kepada cucunya.

Dengan Pak Soerahman saya malah tidak pernah bertemu tetapi saya tahu rumahnya. Rumah beliau besar berhalaman luas di Jalan Yos Sudarso (kini Jalan Panjaitan) tidak jauh dari RRI. Saya mengenal cucu beliau. Namanya dr. Nanang Hari Wibowo, Sp.OT. yang pernah merawat saya. Orangnya baik, ramah, jadi favorit para pasiennya termasuk saya.

Pernah Tendon Achiles saya bermasalah dilakukan operasi oleh dr. Nanang. dr. Nanang juga pernah memberikan suntikan kortikosteroid untuk saraf kejepit saya. Suatu ketika usai “Sarasehan Lintas Generasi: Meneladani Para Pejuang Untuk Memajukan Universitas Jember” tahun 2020 saya ketemu dr. Nanang. Saya tanya, dokter koq nggak datang ke Sarasehan. Beliau menjawab, saya tidak punya bahan karena saya hanya cucu Eyang Soerachman.

Gila kowe.
Kalau dengan keluarga dr. Achmad saya terbilang dekat. dr. Achmad yang kelahiran Bangkalan ini orangnya keras. Kalau bicara tanpa basa-basi sambil udud. Terkadang suka menunjuk-nujukkan jarinya. Maklum beliau pernah jadi Komandan tentara PETA di Sedati, Sidoarjo.

Putra pertama beliau adalah Iwan Asmara, teman sekolah saya di SRK (Sekolah Rakyat Katolik) II di Jalan Kartini Jember. Iwan senang sekali kalau didatangi teman-temannya di rumahnya Jalan Mawar (sekarang Jalan Letjen Soeprapto). Teman-teman senang bertandang karena ibundanya selalu memberikan makanan enak-enak. Adik Iwan namanya Reni (Anggreni Irama) cantik dan lincah. Saat teman-teman Iwan datang, Reni sering menemani dan gojek bersama kami. Kelak Reni kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya kemudian menikah dengan Ismail, seorang pejabat penting di Gubernuran Jawa Timur.

Lama saya tidak bertemu dr. Achmad setelah Iwan masuk SMA Negeri Jember. Saya sendiri masuk SMA Petani di Patrang. Iwan kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Setelah bekerja di Jakarta melanjutkan pendidikan spesialis di Universitas Indonesia. Saya sendiri sambil sekolah bekerja di Universitas Brawijaya cabang Jember.

Sekitar tahun 1965 suatu ketika saya ditugas Kasubag Pengajaran Moedjiono diminta menghadap dr. Achmad. Tugas saya minta soal Islamologi untuk ujian semester Fakultas Sospol. Saat bertemu dr. Achmad, sejenak beliau kaget. Kamu Bagio ya, tanya dr. Achmad kepada saya. Kamu kuliah apa kerja di Uned kata dokter yang Rektor merangkap dosen itu. Saya kerja sambil sekolah SMA, jawab saya. Gila kowe, sekolah saja biar pinter gak usah sambil kerja, kata beliau.

Leli, putri bungsu dr. Achmad. Tahun 1979 usai menyelesaikan kuliah Fakultas Hukum diangkat PNS di Universitas Jember. Pada 13 Februari 1983 dinikahkan dengan Agus Indra Basuworo. Saya termasuk jadi panitia pernikahannya. Malam menjelang resepsi pernikahan dr. Achmad memanggil saya. Bagio sini, itu pernikahan Leli masukkan majalah ya. Saya kaget atas tugas itu yang langsung saya jawab, majalah Bobo ya Pak. Gila kowe, kata dr, Achmad meradang. Karuan saja saya gemetaran. (Pakde Bagio)

Skip to content