Prof. Agus Trihartono, Guru Besar UNEJ Kukuhkan Peran Soft Power dalam Diplomasi Indonesia di Panggung Dunia

Jember, 25 April 2025

Dunia terus bergerak dan diplomasi tak lagi sekadar urusan meja perundingan formal. Inilah semangat yang dibawa oleh Prof. Agus Trihartono, S.Sos., M.A., Ph.D., saat dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang Diplomasi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (UNEJ).

“Diplomasi bukan semata sebuah disiplin ilmu, tetapi juga seni dan strategi untuk menciptakan harmoni dalam keberagaman pemikiran maupun kepentingan. Kajian diplomasi tidak hanya penting, tetapi juga esensial dalam memahami dan merespons kompleksitas dunia yang terus berubah,” ujar Prof. Agus, yang telah lama menekuni dunia hubungan internasional.

Ia menyebut diplomasi sebagai “mata air yang nyaris tidak pernah kering”, karena terus berevolusi dan kini menjangkau ranah digital, budaya, bahkan lingkungan.

Dalam pidato orasi ilmiahnya yang berjudul “Soft Power: Menguatkan Peran Indonesia di Panggung Dunia”, Prof. Agus mencerminkan keyakinaannya akan pentingnya penguatan dimensi soft power Indonesia bagi peran yang lebih signifikan dalam hubungan internasional. Melalui konsep yang dikembangkan oleh Joseph Nye, menyoroti pentingnya kekuatan budaya, diplomasi, dan integritas moral sebuah negara dalam membangun hubungan internasional yang harmonis serta mempengaruhi tindakan negara lain secara positif.

“Soft power memberikan dimensi yang berbeda, yang lebih humanis dan universal,” jelasnya, sambil menambahkan bahwa Indonesia punya semua modal besar untuk memainkan peran ini secara strategis.

Diplomasi publik dan gastrodiplomasi menjadi perhatian khusus Prof. Agus. Pengalamannya selama di Jepang, termasuk mengikuti International Food Festival dan memperkenalkan makanan Indonesia seperti tumpeng, tempe, hingga klepon di berbagai acara budaya, memperkuat keyakinannya akan potensi besar diplomasi berbasis kuliner.

“Kuliner bukan hanya sekadar suguhan, tetapi juga medium untuk menyampaikan pesan budaya, membangun keakraban, dan menumbuhkan penghargaan lintas bangsa,” ungkapnya.

Lebih jauh, Prof. Agus juga menyuarakan keresahan atas kondisi Indonesia yang kerap terjebak dalam fenomena “scarcity in plenty” kekurangan di tengah kelimpahan.

“Indonesia perlu lebih serius mengidentifikasi, memahami, dan mengoptimalisasi kekuatan lunaknya. Sebagai sebuah negara dengan kekayaan budaya, sejarah, dan nilai-nilai yang unik, Indonesia memiliki peluang besar menjadi aktor penting dalam diplomasi berbasis soft power,” ujarnya, seraya menegaskan bahwa semua harus dimulai dari mencintai bangsa sendiri, walk the talk, tegak lurus antara ucapan dengan perbuatan.

Di samping itu, fondasi dari semua pencapaian baginya adalah keluarga. Bersama istri dan anak yang sama-sama menempuh pendidikan di Jepang, Prof. Agus merasakan dukungan keluarga sebagai energi utama yang membentuk mereka menjadi “tim yang solid.” Menurut beliau, keluarga adalah sumber cinta dan inspirasi kekuatan baginya dalam menghadapi segala rintangan dan hambatan.

Kontribusinya terhadap dunia pendidikan dan riset begitu konkret. Di UNEJ, ia turut mendirikan Centre for Gastrodiplomacy Studies, memperkenalkan mata kuliah Gastrodiplomasi, serta mendirikan jurnal akademik Indo-Pacific Journal of Soft Power. Ia juga menjadi bagian dari tim penyusunan Grand Strategi Soft Power Indonesia dari Kementerian Luar Negeri RI pada tahun 2020.

Menutup pesannya, Prof. Agus menyampaikan harapannya agar kajian diplomasi di Indonesia tidak hanya berkembang di tataran elite, tetapi menjadi gerakan kolektif. “Kerjasama harus menjadi rule of game utama. Bukan hanya menghindarkan kita dari konflik, tapi juga membuka jalan solusi yang inovatif dan berkelanjutan,” pungkasnya. (dil/elz)