Jember, 10 Juni 2025
Universitas Jember (UNEJ) menggelar seminar nasional sebagai bagian dari peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 aula lantai 5 Gedung Soedjarwo (10/6/2025). Tema yang diangkat kali ini adalah “Refleksi Konstitusi Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar RI 1945”. Dalam kesempatan memberikan sambutan pembukaan, Rektor UNEJ, menegaskan kembali tekad dan komitmen UNEJ sebagai Kampus Kebangsaan dan kampus sebagai tempat diskursus Pancasila.
Menurut Iwan Taruna, kampus dengan kebebasan akademiknya memberikan ruang bagi diskusi mengenai Pancasila termasuk membahas undang-undang dasar beserta kelengkapannya. Rektor berpendapat pembahasan mengenai amandemen undang-undang dasar bukan hal yang tabu, karena adanya tuntutan perubahan jaman yang harus disikapi dengan bijaksana. Dan sumbangan dunia kampus selalu ditunggu sebagai insan intelektual yang turut membangun bangsa.

“Pancasila sebagai pedoman bangsa yang sudah teruji, maka tugas kita bersama mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Jangan sampai Pancasila hanya menjadi slogan tanpa perwujudan nyata. Maka UNEJ konsisten melanjutkan tradisi menggelar kegiatan Semarak Bulan Pancasila dengan beragam kegiatan, termasuk seminar kali ini,” jelas Iwan Taruna.
Pemateri yang hadir Sekertaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Letjen (Purn) Bambang Darmono, akademisi FISIP Universitas Indonesia, Reni Suwarso serta Ketua Senat UNEJ, Andang Subaharianto. Pemateri pertama Letjen (Purn) Bambang Darmono menegaskan persetujuannya dengan pendapat Rektor UNEJ yang menyatakan amandemen undang-undang dasar bukan hal yang tabu.
Bambang Darmono lantas mengingatkan hadirin akan pernyataan Bung Karno pada 18 Agustus 1945 yang menjelaskan bahwa undang-undang dasar saat itu disusun dalam kondisi yang tidak ideal mengingat kondisi negara yang masih baru berdiri. Oleh karena itu bisa diubah guna membuat undang-undang dasar yang lebih sempurna.

“Oleh karena itu kami di Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri bekerja sama dengan akademisi dari beragam kampus sudah membuat Naskah Akademik Kaji Ulang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” ungkap Bambang Darmono.
Pembicara kedua, akademisi FISIP Universitas Indonesia yang juga pakar partai politik menyoroti adanya anomali antara nilai-nilai Pancasila dengan pelaksanaan di kehidupan nyata. Termasuk dalam praktek politik dan ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu banyak kalangan di masyarakat menyuarakan perubahan, termasuk perubahan dalam sistem pemilu kita. Pasalnya pemilu yang ada dinilai berbiaya tinggi hingga dugaan hanya mengakomodasi kelompok tertentu.
Kedua, hilangnya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dulunya menjadi lembaga tertinggi dan penyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Menurut Reni Suwarso, keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) belum menunjukkan kinerja optimal sehingga ada usulan diganti dengan utusan daerah yang tidak berasal dari kalangan partai politik yang akan duduk di MPR.

“Keberadaan MPR ini diharapkan diwadahi melalui kaji ulang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,” tuturnya.
Keberadaan MPR sebagai lembaga tertinggi beserta kewenangannya untuk menyusun GBHN didukung oleh akademisi UNEJ Andang Subaharianto. Menurutnya bangsa Indonesia tidak perlu ragu mengambil langkah ini sebab adanya GBHN sangatlah penting dalam perspektif Pancasila. Sebab kebijakan dasar negara seyogyanya dirumuskan bersama melalui mekanisme musyawarah seluruh representasi kekuatan politik rakyat dan bukannya diserahkan kepada presiden saja.
“Seperti kebijakan IKN, siapa yang menjamin akan diteruskan oleh presiden selanjutnya,” tanya Andang Subaharianto.
Selain menggelar seminar nasional, pada kesempatan yang sama Rektor UNEJ meluncurkan 12 buku baru karya dosen UNEJ yang dicetak oleh Unit Penunjang Akademik Percetakan dan Penerbitan. Peluncuran ditandai dengan penyerahan secara simbolik buku berjudul “Bunga Rampai Demokrasi dalam Kenegaraan” oleh editor, Christo Sagala dari Fakultas Hukum kepada Rektor dan tiga pemateri seminar. (iim)