Pakar Proteksi Tanaman se-Indonesia Berkumpul Di Kampus UNEJ

Jember, 29 Juli 2025
Pakar proteksi tanaman se-Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) atau Indonesian Phytopathological Society (IPS), selama dua hari berkumpul di kampus Universitas Jember (UNEJ). Kehadiran mereka dalam rangka mengikuti kegiatan 3rd Internasional Conference Sustainable Industrial Agriculture (IC-SIA), sekaligus melaksanakan kongres PFI yang ke dua puluh delapan (29-30/7/2025). Tema yang diusung adalah Integration of Plant Pathology in One Health Aspiration for Life Sustainability.

ketua panitia kegiatan 3rd Internasional Conference Sustainable Industrial Agriculture (IC-SIA), sekaligus melaksanakan kongres PFI yang ke dua puluh delapan, Ali Wafa.

Menurut ketua panitia kegiatan, Ali Wafa, kegiatan tahunan ini menjadi wahana memaparkan berbagi riset terakhir, berbagi pengalaman serta menjalin kerja sama diantara pakar proteksi tanaman. Hari pertama diisi dengan seminar internasional 3rd IC-SIA yang menghadirkan pakar pertanian dan proteksi tanaman dari Indonesia serta luar negeri. Dilanjutkan dengan kongres PFI yang mengagendakan pembahasan pergantian pengurus beserta pembahasan program selanjutnya.

“Di hari kedua, para pakar proteksi tanaman akan memaparkan hasil risetnya mulai dari penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk penanganan penyakit tanaman, bakteriologi, virology hingga penyuntingan gen untuk pencegahan penyakit tanaman. Peserta juga akan membahas bidang lain yang terkait pertanian seperti peternakan, nutrisi serta gizi tanaman, pemrosesan pangan dan lainnya. Kegiatan kali ini diikuti oleh 450 peserta,” lapor Ali Wafa.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), Prof. Yuli Witono, mewakili Rektor UNEJ.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), Prof. Yuli Witono, mewakili Rektor UNEJ. Dalam pidatonya, Prof. Yuli Witono menyebut pentingnya keberadaan ahli proteksi tanaman dalam menjamin keberlanjutan pertanian nasional. Pasalnya pakar proteksi tanaman menjadi garda depan dalam mencegah dan mengurangi dampak penyakit maupun hama yang menyerang tanaman, sehingga memastikan produk pertanian berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Apalagi dalam konteks Indonesia, yang saat ini sedang mengusahakan swasembada pangan, maka peran ahli proteksi tanaman menjadi penting,” tutur Prof. Yuli Witono.

Sesi seminar menghadirkan enam pembicara kunci, mereka adalah Dekan Fakultas Pertanian UNEJ, Prof. M. Rondhi, Kepala LP2M UNEJ, Prof. Yuli Witono, dan Sekertaris Jenderal IPS Prof. Ahmadi Priyatmojo dan Kazumi Nakagawa dari Gifu University Jepang. Sementara Arya Bagus Boedi Iswanto dari Gyeongsang National University Korea Selatan memberikan materi secara daring.

Dekan Fakultas Pertanian, Prof. M. Rondhi

Dalam paparannya, Prof. M. Rondhi memaparkan ada empat tantangan utama pertanian di Indonesia yakni lahan petani yang terbatas, pendidikan dan ketrampilan petani yang minim, perubahan iklim dan problem industrialisasi pertanian. Oleh karena itu Dekan Fakultas Pertanian UNEJ menawarkan pertanian terintegrasi sebagai salah satu solusi. Pertanian terintegrasi mengusahakan komoditas pertanian beragam yang menggabungkan dengan bidang terkait semisal peternakan.

Sementara itu Kasumi Nakagawa mempresentasikan risetnya dalam mengatasi penyakit busuk mahkota (crown rot) pada buah pisang. Jepang mengimpor pisang untuk memenuhi kebutuhan warganya, namun buah pisang ini menghadapi penyakit busuk mahkota yang menyerang buah pisang setelah dipanen dan di saat pengiriman. Peneliti di Gifu University Jepang ini mengatasi penyakit busuk mahkota dengan menggunakan kontrol biologi yakni dengan menggunakan jamur.

Kazumi Nakagawa dari Gifu University Jepang

Prof. Ahmadi Priyatmojo yang juga Sekertaris Jenderal PFI mengingatkan akan perkembangan ancaman hama tanaman yang kini dihadapi dunia, terutama Indonesia. Pasalnya Indonesia memiliki iklim ideal bagi perkembangan hama tanaman. Misalnya Indonesia memiliki suhu berkisar 25 hingga 32 celsius, curah hujan yang tinggi dan keragaman biodversitas. Maka ada empat tantangan utama di bidang proteksi tanaman yakni perubahan iklim, bahaya tanaman invasif, perdagangan global dan turisme.

“Perubahan iklim seperti kenaikan suhu, kenaikan muka air laut dan faktor lainnya selama 20 tahun ini mempengaruhi tanaman juga perkembangan hama tanaman. Contoh kenaikan suhu membuat hama pada tanaman kopi arabika makin berkembang,” jelas dosen di Universitas Gadjah Mada ini.

Prof. Ahmadi Priyatmojo, Sekertaris Jenderal PFI

Dalam sesi diskusi lanjutan, Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) merekomendasikan empat langkah untuk memastikan bidang proteksi tanaman mampu menyukseskan swasembada pangan di Indonesia. Diantaranya melaksanakan pendekatan terpadu yang menggabungkan sistem karantina tumbuhan yang diperkuat, meningkatkan pengawasan penyakit tanaman, penerapan praktik pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kolaborasi antar anggota PFI. (iim)