Jember, 2 September 2025
Konferensi internasional PHAC-4 &ICHMS-5 2025 resmi dibuka pada Selasa (2/9) secara daring oleh Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna.
Dalam sesi perubahan iklim, Zulkhairul Naim dari Universiti Malaysia, Sabah, memaparkan presentasinya yang berjudul “Harnessing Social Innovation to Build Resilient Healthy Agro-coastal Community”. Dalam presentasinya, Naim menyoroti pentingnya inovasi sosial dalam memperkuat ketahanan komunitas masyarakat agro-pesisir. Ia mencontohkan gerakan Mangrove Guardianship di Sabah,Malaysia untuk melindungi dan memulihkan hutan bakau.

“Inovasi sosial bukan soal mencari solusi yang mencolok. Pada intinya Adalah bagaimana kita bisa menata ulang hubungan antara manusia dengan alam, generasi muda dengan yang lebih tua, ilmu pengetahuan dengan kearifan lokal, serta warga negara dengan negara,” ujar Naim.
Pembicara kedua, Assoc. Prof. Kraiwuth Kallawicha, dari College of Public Health Sciences, Chulalongkorn University, Thailand mempresentasikan penelitiannya yang berjudul “Climate Change and WASH for Sustainable Living in Flood-Prone Area in Northern of Thailand”. Pada presentasi tersebut Prof. Kraiwuth menguraikan dampak perubahan iklim terhadap pengelolaan WASH (Air, Sanitasi, dan Higiene) di daerah rawan banjir. Ia menekankan bahwa banjir akibat perubahan iklim dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat. Karena itu, pemahaman masyarakat tentang perubahan iklim menjadi penting agar mereka mampu memprediksi sekaligus mempersiapkan kebutuhan air bersih ketika banjir datang

“Pengelolaan air atau WASH saat banjir bukan hanya soal penanganan darurat. Lebih dari itu, ini menyangkut keberlangsungan hidup. Jika dikelola dengan baik, banyak nyawa bisa terselamatkan,” jelas Prof. Kraiwuth.
Isu malnutrisi mendapat perhatian melalui paparan Girlie Vera Cruz-Libato. dari University of San Carlos, Filipina. Penelitiannya yang berjudul “Empowering Nutrition in the Philippines: Addressing Challenges and Implementing Solution” menyoroti peran krusial institusi akademik dalam merumuskan dan melaksanakan solusi nyata untuk mengatasi masalah gizi, baik kekurangan dan kelebihan, yang masih menjadi tantangan bagi bangsa.

Sementara itu, Prof. Jurgen Kurt Rockstroh, dari Bonn University Jerman, menyoroti pelajaran penting dari wabah Mpox global tahun 2002. Ia mengingatkan bahwa penyebaran penyakit lintas benua menuntut kesiapsiagaan global yang lebih baik, termasuk surveilans kesehatan, komunikasi publik yang tepat, dan pemerataan akses vaksinasi. “Wabah ini memberi kita pelajaran bahwa penyakit menular dapat dengan cepat menjadi isu dunia, sehingga kolaborasi internasional menjadi sangat penting,” tegasnya.

Melalui konferensi internasional PHAC-4 & ICMHS-5 2025, Universitas Jember menegaskan komitmennya sebagai pusat ilmu pengetahuan yang aktif menjawab tantangan kesehatan masyarakat. Melalui keterlibatan pakar lintas negara dan lintas disiplin, forum ini menjadi wadah bagi lahirnya gagasan inovatif, penguatan jejaring kolaborasi, serta solusi nyata yang diharapkan mampu memberi dampak positif, tidak hanya bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga komunitas global. (qf)
#DiktisaintekBerdampak #UNEJBerdampak #PraktisiMengajar