FK UNEJ Hadirkan Pakar Bedah Saraf, Prof. Satyanegara, dalam Kuliah Inspiratif Ilmu Bedah Saraf

Jember, 8 September 2025

Fakultas Kedokteran Universitas Jember (FK UNEJ) menggelar kuliah khusus yang menghadirkan tokoh besar di dunia kedokteran Indonesia, Prof.

Dr. dr Satyanegara, Sp. BS, pakar bedah saraf sekaligus Direktur Senior Tzu Chi Hospital, serta Sigit Hendrawan Samsu, pendiri PT. Mitra Tani Dua Tujuh sekaligus Dewan Penasihat Agromedis FK UNEJ. Kuliah khusus berajuk “Menggali Inspirasi dari Ilmu Bedah Saraf hingga Kesehatan Finansial” ini berlangsung di Auditorium Avicenna FK UNEJ dan diikuti secara antusias oleh seluruh mahasiswa baru dari FK UNEJ.

Sejalan dengan tema kuliah khusus yang menghadirkan pionir di bidang bedah saraf tanah air. Dekan Fakultas Kedokteran UNEJ Dr. Ulfa elfiah, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi mendalam atas kehadiran narasumber utama Prof. Satyanegara dan Sigit. “Beliau merupakan salah satu orang yang memiliki peran besar dalam pendirian Fakultas Kedokteran Universitas Jember” ungkapnya. Ia juga menambahkan, “Di tahun ini, pula berkat support juga bantuan dan dukungan dari Prof. Satyanegara dan Pak Sigit, FK UNEJ sah mendirikan program studi spesialis bedah.

Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp.BS., pakar bedah saraf, saat menyampaikan paparan inspiratif dalam kuliah khusus di Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Rektor Universitas Jember, Iwan taruna turut menyoroti pentingnya kehadiran Prof. Satyanegara, “Ini merupakan suatu kesempatan yang besar, bahwa beliau hadir di tengah-tengah kita saat ini untuk memberikan kajian dan inspirasi yang baik terkait ilmu bedah. Sesuai dengan tajuk kuliah khusus menggali inspirasi dari ilmu bedah, saya berharap kuliah khusus ini dapat membawa pelajaran dan manfaat yang baik bagi adik-adik mahasiswa semua”, tuturnya.

Pada kuliah khusus tersebut, Prof. Satyanegara membawa peserta menelusuri sejarah panjang bedah saraf. Beliau menjelaskan bahwa ilmu bedah saraf telah mengalami perkembangan signifikan dalam 2000 tahun terakhir. Prof. Satyanegara kemudian menyoroti praktik kuno seperti ‘trepanasi’ (pembuatan lubang di tengkorak manusia) yang telah ada sekitar 10.000 tahun yang lalu. “Kalau menurut perkataan turun-menurun, praktek itu dilakukan karena adanya roh jahat, sehingga tengkorak manusia harus dibuka. Sekarang kita kenal dengan istilah Kranitomi yang juga merupakan prosedur untuk bedah saraf, “imbuhnya.

Selanjutnya Prof. Satyanegara juga mengenalkan Harvey Crushing sebagai Bapak Bedah Saraf modern dari Amerika. “Ia merupakan pelopor dalam penggunaan mikroskop pada pembedahan saraf, serta berjasa besar dalam mengembangkan teknik bedah otak,” kata Prof. Satyanegara. Kemajuan ini memungkinkan diagnosis dan pengobatan yang lebih presisi terhadap berbagai kondisi, seperti trauma, tumor otak maupun pembuluh darah otak, kelainan pada sumsum tulang belakang, infeksi, stroke, serta penyakit degeneratif dan gangguan gerakan. Sebagai bukti perkembangan ilmu bedah saraf di Indonesia, Prof. Satyanegara telah menulis buku yang menjadi buku berbahasa Indonesia pertama terkait ilmu bedah Saraf.

Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp.BS., saat menyanggah stigma bahwa perempuan tidak cocok menjadi ahli bedah saraf

Melalui cuplikan video singkat, Prof. Satyanegara menyinggung teknik operasi canggih bedah saraf seperti “awake craniotomy”, di mana pasien dibangunkan selama operasi memungkinkan dokter memantau fungsi otak secara langsung sehingga bagian yang sakit dapat diangkat tanpa merusak area yang mengatur kemampuan bicara, gerak, maupun fungsi penting lainnya. “Manusia itu saat tengkoraknya dibuka tentu terasa sakit, tetapi setelah masuk ke otak justru tidak menimbulkan rasa sakit,” jelasnya menyoroti presisi yang dibutuhkan untuk membedakan tumor dari area otak yang vital.

Pada sesi tanya jawab yang tak kalah menarik, salah satu mahasiswa mengungkapkan stigma masyarakat bahwa wanita tidak cocok menjadi dokter spesialis bedah saraf. Menanggapi hal tersebut, Prof. Satyanegara menyanggah pandangan ini. “Dibandingkan pria, wanita mempunyai kelemahan seperti siklus menstruasi yang bisa membuat mood kurang baik, kedua saat hamil mereka harus cuti 10 bulan ditamabah 3 bulan untuk menjada anak, dan lainnya. Nah dalam cuti 10 bulan tadi, pasti banyak tertinggal, dan disitulah tantangan wanita saat menjadi ahli bedah saaraf,” jelasnya.

“Ada banyak ahli bedah saraf wanita di sekitar saya, yang suaminya juga seorang dokter. Pasangan ini bisa saling mengerti akan kesibukan masing-masing dan justru bangga terhadap istrinya. Jadi jangan membatasi diri dari stigma tersebut, apabila kamu berkeinginana menjadi ahli bedah saraf silahkan, asalkan kamu mau terus belajar dan punya kekuatan untuk menjadi seorang ahli bedah saraf,” pesan Prof. Satyanegara.

Foto bersama narasumber Prof. Dr. dr. Satyanegara, Sp.BS., dan Sigit Hendrawan Samsu dengan jajaran pimpinan serta sivitas Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Melalui kuliah inspiratif ini, Fakultas Kedokteran UNEJ berharap mahasiswa tidak hanya menguasai ilmu kedokteran, tetapi juga memiliki nilai kemanusiaan yang kuat dan kesiapan menghadapirealitas dunia kerja, sehingga tumbuh menjadi dokter yang professional, berintegritas dan siap mengabdi bagi masyarakat. (qf)

#DiktisaintekBerdampak #UNEJBerdampak #PraktisiMengajar