Jember, 15 Oktober 2025
Untuk mencegah gangguan operasional akibat padamnya listrik, Unit Penunjang Akademik Teknologi Informasi dan Komunikasi (UPA TIK) Universitas Jember menciptakan SmartBLM (Smart BBM Level Monitoring), sebuah sistem berbasis Internet of Things (IoT) yang mampu memantau level bahan bakar genset secara real-time.

Inovasi ini dikembangkan oleh tim Divisi Infrastruktur Jaringan dan Keamanan Informasi UPA TIK sebagai solusi cerdas untuk mencegah server padam akibat keterlambatan pengisian bahan bakar, sekaligus mendukung efisiensi kerja dan keamanan infrastruktur teknologi kampus. “Selama ini, setiap kali ada pemadaman, petugas teknisi maupun satpam harus berjalan ke lokasi genset untuk mengecek langsung tangki solar. Kadang dilakukan berkali-kali, terutama kalau libur panjang atau malam hari. Dari situ muncul ide, bagaimana kalau dibuat alat seperti indikator bahan bakar di mobil, yang bisa memberi tahu berapa persen solar yang tersisa,” ungkap Rochmad Haryanto, Wakil Koordinator Kelompok Kerja Tata Usaha UPA TIK UNEJ.
Menariknya, ide SmartBLM berawal dari proyek yang telah ada sebelumnya, yaitu sistem pemantauan suhu dan kelembapan ruang server menggunakan sensor yang dikoneksikan dengan mikrokontroler Raspberry Pi. Dari pengalaman tersebut, tim kemudian melakukan penyempurnaan dengan beralih ke ESP32, mikrokontroler yang lebih hemat energi dan terjangkau. “Awalnya kami memantau suhu ruang server. Begitu sensor suhu bisa mengirim data dan notifikasi otomatis ke Telegram, kami berpikir sistem seperti ini juga bisa diterapkan untuk pemantauan solar genset. Dari sinilah SmartBLM lahir,” jelasnya.
SmartBLM memanfaatkan sensor ultrasonik untuk mengukur tinggi permukaan solar di dalam tangki. Data tersebut diolah oleh prosesor ESP32 dan ditampilkan dalam bentuk persentase volume bahan bakar, lengkap dengan estimasi liter. Ketika volume BBM turun hingga batas 30–40 persen, sistem secara otomatis mengirimkan peringatan melalui aplikasi Telegram agar petugas segera melakukan pengisian ulang.

Bentuk SmartBLM tergolong mungil, hanya seukuran kotak kecil yang menempel di sisi tangki genset. Namun kemampuannya tidak main-main. Di dalamnya terdapat mini UPS yang membuat alat tetap aktif meski listrik padam. Dengan begitu, sistem tetap bisa memantau bahan bakar pada saat paling dibutuhkan. “Begitu listrik padam, alat ini tetap hidup beberapa waktu karena ada baterai internalnya. Jadi datanya tidak hilang dan notifikasi tetap bisa terkirim,” jelas Rochmad.
Seluruh proses, mulai dari ide, perakitan alat, hingga integrasi dengan aplikasi, diselesaikan dalam waktu sekitar dua minggu oleh tim UPA TIK. Dalam pengembangannya, tentunya tim menghadapi sejumlah tantangan teknis, terutama dalam kalibrasi sensor ultrasonik agar dapat membaca ketinggian solar dengan akurat. Proses trial and error dilakukan hingga posisi dan sudut sensor benar-benar sesuai. “Sensor ultrasonik itu sensitif. Kalau posisinya miring sedikit saja, pembacaannya bisa meleset. Kami sempat gagal beberapa kali sampai akhirnya dikustomisasi posisi sensornya agar hasilnya akurat,” kenang Rochmad.

Kesuksesan SmartBLM tak membuat tim berhenti berinovasi. Ke depan, mereka berencana menambahkan modul GSM agar alat tetap bisa bekerja tanpa koneksi Wi-Fi, serta memanfaatkan energi surya untuk membuat sistem sepenuhnya mandiri. “Kami ingin alat ini tak hanya bermanfaat untuk kampus, tapi juga bisa jadi inspirasi bagi instansi lain. Kalau bisa dibuat sendiri dan hemat, kenapa harus beli mahal?” ujar Rochmad.
Bagi UPA TIK, SmartBLM bukan sekadar alat pemantau bahan bakar. Ia adalah simbol semangat kemandirian teknologi Universitas Jember, bahwa inovasi tak selalu harus besar, tapi harus berdampak nyata. Ketika teknologi lahir dari kebutuhan sendiri dan diciptakan oleh tangan-tangan kampus sendiri, di sanalah kampus berdampak benar-benar terasa. (qf)
#DiktisaintekBerdampak #UNEJBerdampak #Penelitian