Tambah Enam Guru Besar Baru, Perkuat Peran UNEJ Berdampak

Jember, 21 Oktober 2025
Menjelang dies natalis-nya yang ke 61, Universitas Jember (UNEJ) mendapatkan tambahan enam guru besar baru.

Mereka adalah Prof. Dr. Akhmad Taufik, S.S., M.Pd. Guru besar bidang Sastra dan Pembelajarannya, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP. Prof. Ir. Kacung Hariyono, M.S., Ph.D. Guru besar bidang Pelestarian Genetik Tanaman, Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian. Ketiga, Prof. Dr. Elok Sri Utami, M.Si. Guru besar bidang Keuangan Korporasi, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).

Selanjutnya adalah Prof. Dr. Zainuri, M.Si. Guru besar bidang Ilmu Ekonomi Kelembagaan, Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB. Prof. Dr. Ir. Herlina, M.P., IPM. Guru besar bidang Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Perkebunan, Program Srtudi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP). Dan terakhir Prof. Dr. Edy Supriyanto, S.Si., M.Si. Guru besar bidang Ilmu Fisika Sel Surya, Program Studi Fisika FMIPA.

Rektor UNEJ menyampaikan sambutan pengukuhan

Tambahan enam guru besar baru ini disambut gembira oleh Rektor UNEJ. Dalam sambutan pengukuhannya, Iwan Taruna berharap para guru besar akan memperkuat peran dan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Para guru besar adalah penjaga akademik, mercu suar ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus penjaga marwah perguruan tinggi. Sebab di tengah dunia yang berubah dengan cepat, perguruaan tinggi tidak hanya dituntut melahirkan sarjana namun juga tetap menjaga moral bangsa.

“Alhamdulillah, menjelang usianya yang ke enam puluh satu, UNEJ menambah jumlah guru besar menjadi sembilan puluh tujuh profesor aktif. Di tahun ini saja UNEJ sudah mengukuhkan sembilan besar profesor. Insyaallah sebelum tahun 2028, jumlah guru besar di UNEJ akan melebihi tiga digit. Para guru besar ini yang akan menjadi motor utama peran UNEJ berdampak,” ungkap Iwan Taruna.

Prof. Dr. Akhmad Taufik, S.S., M.Pd. Guru besar bidang Sastra dan Pembelajarannya, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP

Tampil sebagai penyaji orasi ilmiah pertama adalah Prof. Akhmad Taufiq, yang mengajak hadirin untuk membaca dan memahami teks sastra secara intensif. Melalui orasi ilmiah berjudul “Sastra, Narasi Identitas, Dan Imajinasi Politik Kebangsaan: Rekonstruksi Teks Sastra Dalam Agenda Politik Multikultural Indonesia”, guru besar asal Lamongan ini menyatakan karya sastra tidak lah netral.

Dirinya kemudian mencontohkan karya sastra Siti Nurbaya dan Salah Asuhan yang berisi narasi dan konstruksi yang memuat kepentingan pemerintah kolonial yang saat itu sebagai penjajah. Setelah Indonesia merdeka, sastrawan seperti Mahbub Junaidi melalui karyanya Hari ke Hari mengkritik perilaku politisi saat itu yang hanya mementingkan kepentingan golongannya sendiri. Sementara Rm. YB. Mangunwijaya melalui novel Burung-Burung Rantau menawarkan proyeksi kebangsaan Indonesia pasca kemerdekaan.

“Maka kita harus mengembangkan ruang ideologi yang terbuka dan membangun imajinasi politik kebangsaan yang inklusif dan berwawasan masa depan melalui karya sastra multikultural, untuk membangun kesadaran kebangsaan dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan lintas identitas,” jelas Prof. Akhmad Taufiq.

Prof. Ir. Kacung Hariyono, M.S., Ph.D. Guru besar bidang Pelestarian Genetik Tanaman, Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian.

Kesempatan kedua diisi oleh Prof. Kacung Hariyono dengan orasi ilmiah berjudul “Pentingnya Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Untuk Kehidupan Manusia”. Prof. Kacung Hariyono mengungkapkan pentingnya menjaga dan melestarikan plasma nutfah untuk Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan biodiversitas yang tinggi. Pasalnya plasma nutfah tadi adalah kekayaan sumber daya alam yang luar biasa.

Caranya dengan melaksanakan konservasi ex situ dan in situ, konservasi on farm, eksplorasi koleksi, serta pendataan dan pendaftaran tanaman. Pelestarian plasma nutfah akan menjaga keberagaman genetika, mendukung pemuliaan tanaman, mendukung ketahanan pangan, menjamin keberlanjutan industri pertanian dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

“Jangan sampai plasma nutfah Indonesia yang merupakan harta yang tak ternilai nantinya hilang dari nusantara tercinta,” ungkap guru besar bidang Pelestarian Genetik Tanaman, Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian asli Banyuwangi ini.

Prof. Dr. Elok Sri Utami, M.Si. Guru besar bidang Keuangan Korporasi, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Giliran berikutnya diberikan kepada dua guru besar asal FEB, diawali oleh Prof. Elok Sri Utami. Melalui orasi ilmiah berjudul “Transformasi Keuangan Berkelanjutan: Jalan Baru Menuju Bisnis Tangguh dan Bertanggungjawab”. Prof. Elok menekankan perubahan paradigma bisnis yang semula hanya mencari profit jangka pendek, berubah menjadi tujuan keberlanjutan untuk bertahan dalam jangka panjang, dan memberi nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan.

Perubahan paradigma ini berlandaskan perubahan ekologi, kesadaran konsumen, tuntutan perusahaan yang harus peduli terhadap lingkungan hingga perubahan regulasi. “Perusahaan sudah harus mengimplementasikan prinsip Enviromental, Social dan Governance atau ESG sebagai landasan melanjutkan operasional perusahaannya agar mampu bertahan di era disrupsi,” papar Prof. Elok.

Prof. Dr. Zainuri, M.Si. Guru besar bidang Ilmu Ekonomi Kelembagaan, Program Studi Ekonomi Pembangunan FEB.

Profesor dari FEB kedua, Prof. Zainuri mengkritisi teori klasik ekonomi yang menurutnya terlalu menyederhanakan perilaku manusia berupa angka-angka, dan bersandar pada rasionalitas dibawah payung asumsi kesempurnaan informasi. Akibatnya tidak selalu berhasil menjelaskan kompleksitas realitas ekonomi yang ada. Oleh karena itu pria asli Jember ini mencoba menawarkan kerangka ekonomi kelembagaan berbasis nilai Islam berdasarkan hasil penelitian dan eksplorasinya.

Pengembangan ilmu ekonomi kedepannya memerlukan perubahan paradigma yang tidak hanya mengejar efisiensi teknis dan rasionalitas pasar, tetapi juga harus berpijak pada norma, nilai etik dan spiritual yang hidup dalam masyarakat. Pendekatan ekonomi kelembagaan yang ditawarkan oleh Prof. Zainuri terbuka untuk mengintegrasikan nilai Islam secara holistik mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta membawa keberkahan.

“Kita harus memulai membangun teori ilmu ekonomi berbasis nilai Islam, caranya dengan internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam tubuh pengetahuan ekonomi kelembagaan itu sendiri, mengembangkan kelembagaan berbasis kearifan lokal, serta merumuskan sistem merit yang sah dan bersifat bottom up,” jelas Prof. Zainuri yang membawakan orasi ilmiah berjudul “Peran Strategis Ekonomi Kelembagaan Syariah Dalam Mengembangkan Industri Kreatif dan Mendorong Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif”.

Prof. Dr. Ir. Herlina, M.P., IPM. Guru besar bidang Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Perkebunan, Program Srtudi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP)

Sementara guru besar FTP, Prof. Herlina mengupas potensi bawang putih lokal sebagai black garlic, suplemen kesehatan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Melalui orasi ilmiah berjudul “Potensi Bawang Hitam (Black Garlic) Dari Bawang Putih Lokal Sebagai Pangan Fungsional dan Aplikasi Untuk Produk Pangan Olahan”. Prof. Herlina memaparkan risetnya mengenai kelebihan bawang putih lokal terutama varietas Lanang. Bawang putih vaietas Lanang punya kandungan polifenol dan aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada bawang putih impor.

“Tidak hanya diolah menjadi black garlic, namun bawang putih lokal bisa dibikin krupuk black garlic dan saos black garlic yang cita rasanya seperti saos tiram. Harapannya, pemanfaatan bawang putih lokal akan meningkatkan kesejahteraan petani bawang putih yang selama ini mendapatkan kompetitor akibat hadirnya bawang putih impor,” tutur profesor asli Rambipuji Jember ini.

Prof. Dr. Edy Supriyanto, S.Si., M.Si. Guru besar bidang Ilmu Fisika Sel Surya, Program Studi Fisika FMIPA.

Kesempatan terakhir diperoleh Prof. Edy Supriyanto yang menyoroti pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber energi. Di era pemanfaatan energi terbaharukan ini, Indonesia seharusnya memanfaatkan keberlimpahan sinar surya. Maka, pertanyaannya bukan lagi apakah kita punya cahaya, melainkan bagaimana kita memanfaatkan secara bijak dan berkelanjutan.

Oleh karena itu Prof. Edy Supriyanto menawarkan teknologi DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) sebagai alternatif mengambil sinar surya menjadi energi. Teknologi DSSC diproyeksikan memainkan peran penting sebagai solusi energi terbarukan yang berkelanjutan, murah, dan mudah diakses. Keunikan DSSC yang memungkinkan fleksibilitas bentuk, adaptabilitas pada pencahayaan rendah, serta potensi penggunaan bahan lokal menjadikannya kandidat kuat dalam berbagai lini aplikasi masa depan.

“DSSC sebagai teknologi terapan memberi peluang besar untuk edukasi energi terbarukan di sekolah dan universitas, pelatihan komunitas untuk perakitan modul surya sederhana. Hingga mewujudkan kemandirian energi bagi petani dan nelayan melalui panel portabel” kata Prof. Edy Supriyanto dengan orasi ilmiahnya berjudul “Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) dari Bumi Tropis: Inovasi Energi Surya Berbasis Sumber Daya Lokal”.

Ketua Senat mengalungkan kalung jabatan guru besar kepada Prof. Herlina (FTP) didampingi Rektor UNEJ

Di akhir upacara, Ketua Senat UNEJ menyampaikan pesan kepada guru besar yang baru dilantik, pesan yang bersumber dari novel Bumi Manusia karya sastrawan besar Pramudya Ananta Toer. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Tentu saja termasuk guru besar,” pesan Andang Subaharianto. (iim)