Berkaca Musibah Banjir Bandang, Desa Suci Jember Sulap Sampah Jadi Uang

Jember, 7 November 2025

Masih teringat jelas di ingatan Parmuji, ketika aliran air bercampur lumpur menerjang Desa Suci Kecamatan Panti Jember awal 2006.

Parmuji yang yang saat tu masih berusia 20-an tahun ingat, beberapa kerabatnya meninggal akibat bencana tersebut. Kejadian yang merenggut ratusan korban jiwa dan hilangnya harta benda masih terngiang hingga kini. Bahkan kejadian bencana banjir masih terus terjadi hingga 2024 meski tak sampai merenggut korban jiwa.

Dari itulah kemudian Parmuji menginiasi gerakkan masyarakat Desa Suci untuk lebih sadar pada kebencanaan. Bukan sekedar pada tahapan tanggap bencana namun menurut Parmuji, harus mencakup dari upaya pencegahan. “Desa Suci yang berada di hulu sungai, perlu ada perhatian lebih pada pengelolaan sampah baik yang berasal dari aktivitas pertanian maupun rumah tangga agar tak memberikan efek multi pada kawasan lain di hulir sungai” jelas Muji.

Pemikiran ini jelas mengindikasikan ide yang tidak mengedepankan ego wilayah dan semestinya memang demikian. Apalagi ketika Desa Suci telah mentasbihkan sebagai Kampung Proklim (desa yang tanggap pada perubahan iklim), maka implementasi pengelolaan sampah harus direalisasikan.

Sinergi Desa Suci dalam pengelolaan Sampah

Merespon kondisi ini Ihsannudin, pemerhati lingkungan dan Dosen Program Studi Penyuluhan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember (Faperta UNEJ) berupaya memotivasi warga Desa Suci melakukan pengelolaan sampah baik dari limbah pertanian maupun rumah tangga. “isu kebencanaan dan isu ekonomi memang menjadi insentif mujarab untuk menggerakkan masyarakat dalam kepedulian lingkungan termasuk dalam pengelolaan sampah” papar Ihsan. Gayung bersambut, Kemendiktisaintek melalui Pemberdayaan Desa Binaan bersinergi mendanai upaya yang dilakukan Desa Suci.

Melalui teknologi “bata bolong” petani yang tergabung di Poktan Tani Harapan dilatih dan difasilitasi mengolah limbah hasil pertanian menjadi pupuk organik. Hasilnya, bukan saja bermafaat untuk dipergunakan sendiri guna meningkatkan produksi pertanian namun juga dapat dijual untuk menambah income. Subhan Arief Budiman selaku tim Pemberdayaan Desa Binaan menuturkan, salah satu keengganan petani membuat pupuk organik adalah faktor ribet dan tak mau repot. “Melalui teknologi bata bolong, petani tak perlu repot membolak balikkan alias didiamkan saja dan pada hari ke 30 hasilnya sudah dapat diambil” ulas Subhan yang juga Wadek 3 Faperta UNEJ.

Pot Berbahan Limbah Diapers Produksi Bank Sampah Larahan Makmur Desa Suci

Upaya pemberdayaan juga dilakukan pada Bank Sampah Larahan makmur Desa Suci. Kelompok ini didorong meningkatkan kualitas produksi pot tanaman berbahan sampah diapers dan pembuatan mulsa dari kemasan berbahan plastik multilayer. “Kedua jenis sampah ini memang jadi permasalahan serius karena tak laku dijual rongsokannya” kata Senki Desta Galuh, pakar teknik Lingkungan yang juga tim Pemberdayaan Desa Binaan dari Universitas Muhammadiyah Jember. Lebih lanjut dikatakan Desta bahwa dengan sentukan inovasi, sampah jenis ini dapat diolah bahkan dapat menjadi sumber pendapatan. Bank Sampah Larahan makmur Desa Suci saat ini telah mampu memproduksi pot berbahan limbah diampers yang dijual pada rentang harga 10-50 ribu. Kemasan berbahan plastik multilayer juga telah mampu diolah untuk menggantikan mulsa plastik konvensional untuk tanaman cabai. Dengan penggantian ini petani tak lagi mengeluarkan biaya 250ribu per-gulung mulsa.

Bata Terawang

Upaya pemberdayaan ini dirasa mampu memberikan value Pemerintah Desa dan masyarakat Desa Suci yang juga sedang getol dalam pengelolaan sampah. Apalagi program yang dilakukan juga berkolaborasi dengan Ecoton Foundation (Ecological Observation and Wetland Conservations) yang telah diakui reputasinya di kancah internasional. Program pengelolaan sampah menjadi konsekuensi Desa Suci yang juga dikenal sebagai Desa Tanggap Bencana (Destana) urai Sekertaris Desa Suci, Akhmad Rikhwan. Pada kesempatan lain Rikhwan menguatkan “upaya pengelolaan sampah harus dilakukan sejak dari tingkat rumah tangga” pungkas Rikhwan.

Aktivitas Pengelolaan Sampah Larahan Makmur Desa Suci

Upaya pengolahan sampah dari tingkat konsumsi terendah di rumah tangga, bukan saja mampu mencegah kebencaan. Lebih dari itu, menjadi poin ikhtiar resiliensi masyarakat dalam merespon fenomena perubahan iklim dan menjadi jawaban implementasi Circular Economic yang sedang didengungkan. Akhirnya, harmoni ekonomi-ekologi akan tercipta. Semoga!(ich/is)