Jember, 17 November 2025
Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal meminta Universitas Jember (UNEJ) mengembangkan kajian mengenai desa yang berketahanan iklim.
Bahkan mendorong Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) membuka pusat pelatihan desa berketahanan iklim. Dorongan ini disampaikan Samsul Widodo kala memberikan materi secara daring pada kegiatan UNEJ Climate Change Conference yang digelar di Gedung Auditorium (17/11/2025).Menurut Direktur Jenderal PPDT, korban pertama dari perubahan iklim adalah masyarakat perdesaan khususnya petani di daerah tertinggal. Penyebabnya bisa karena bencana alam hingga gagal panen. Belum lagi dengan efek kerusakan sarana dan prasarana yang sudah dibangun namun kemudian hancur gegara bencana alam akibat perubahan iklim. Dirinya lantas membeberkan data dampak kerugian ekonomi akibat bencana alam yang mencapai 31,55 triliun rupiah. Sementara kerugian fisik mencapai 41,6 triliun rupiah, dengan 4,1 juta orang terdampak akibat bencana alam akibat perubahan iklim.

Samsul Widodo kemudian mencetuskan ide agar perguruan tinggi seperti UNEJ mengembangkan kajian dan pusat desa berketahanan iklim. Tujuannya agar warga desa memiliki resiliensi dalam menghadapi perubahan iklim. Menurutnya Indonesia yang terdiri dari sekian ribu pulau dan merupakan supermarket bencana harus bisa beradaptasi agar mampu menghadapi bencana. Oleh karena itu warga desa harus siap menghadapi perubahan iklim.
βAdanya kajian dan pusat desa berketahanan iklim akan memberikan penguatan kapasitas, pengembangan ketahanan, peningkatan kesadaran, pengembangan ekonomi lokal hingga kerja sama internasional. Dan kampus seperti UNEJ memiliki kemampuan untuk mewujudkan kajian dan pusat desa berketahanan iklim melalui riset dan pengabdian kepada masyarakatnya,β ujar Samsul Widodo yang juga alumnus UNEJ ini.
Peringatan akan bahaya perubahan iklim juga disampaikan oleh Direktur Konservasi dan Pengembangan Lahan dan Air Pertanian Kementerian Pertanian, Asmarhansyah. Dalam materinya berjudul βKetahanan Pangan Berkelanjutan dalam Perubahan Iklim Globalβ, dirinya memaparkan ancaman perubahan iklim bagi ketahanan pangan. Menurutnya, perubahan iklim berpotensi memangkas musim hujan sebanyak 10-20 hari, yang mengancam produktivitas pertanian dan swasembada pangan. Belum lagi bahaya hilangnya kekayaan biodiversitas yang dimiliki Indonesia.

“Perubahan iklim diproyeksikan mengurangi panjang musim hujan 10-20 hari, membuat musim tanam semakin pendek. Untuk menjaga swasembada, salah satu solusinya adalah mengembangkan Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) dengan konsep Pertanian Cerdas Iklim,” ujar Asmarhansyah.
Dari perspektif teknologi dan kearifan lokal, Koordinator Kampus Vokasi UNEJ Satriyo Budi Utomo membahas mitigasi banjir di Jember. Ia mengidentifikasi masalah utama sebagai ‘banjir kiriman’ dari hulu yang membutuhkan solusi teknologi. “Banyak wilayah terdampak banjir di Jember justru bukan dari daerah yang mendapatkan hujan deras, melainkan banjir kiriman dari daerah yang lebih tinggi. Fokus kami adalah bagaimana menggunakan teknologi untuk sistem peringatan dini, sehingga warga bisa memantau potensi banjir dari jarak jauh,” jelasnya.
UNEJ-Climate Change Conference yang menghadirkan pakar lintas disiplin, pengambil keputusan, hingga pelaku indutri. Selain ketiga pemateri pertama, hadir Turniningtyas Ayu dari Universitas Brawijaya yang menjelaskan penerapan teknologi untuk penanggulangan bencana hidrometeorologis, dan Hadi Sugeng Wahyudiono selaku Sekeretaris Jenderal Gabungan pengusaha Kepala Sawit Indonesia. Hadi Sugeng memaparkan posisi industri sawit Indonesia di tengah perubahan iklim.

Sementara itu Kepala LP2M UNEJ, Prof. Yuli Witono dalam laporan kegiatannya menyoroti perubahan iklim sebagai tantangan terbesar dalam mewujudkan cita-cita swasembada pangan nasional. Oleh karena itu, konferensi hari ini menghadirkan narasumber dari pemerintah, akademisi, maupun praktisi, dengan tujuan menghasilkan solusi dan ide menghadapi perubahan iklim dalam mencapai swasembada pangan nasional.
βLP2M UNEJ telah menjadikan riset perubahan iklim dan usaha swasembada pangan sebagai riset utama. Apalagi pangan dan pertanian menjadi topik sentral dunia mengingat fungsinya sebagai sumber pangan, sumber pakan dan sumber bahan bakar atau food, feed and fuel,β ungkap Prof. Yuli Witono.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor IV bidang Perencanaan, Kerja Sama dan Sistem Informasi yang mewakili Rektor UNEJ. Selain mengelar UNEJ-Climate Change Conference, LP2M juga akan memamerkan hasil riset dan pengabdian kepada masyarakat melalui kegiatan kolokium dan _show case_ yang juga dilaksanakan di gedung Auditorium pada 19 dan 20 Nobvember nanti. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Dies Natalis ke-61 UNEJ. (iim/mbk)

