UNEJ, BP Taskin, dan Bupati Jember Kompak Jadikan Kopi Senjata Utama Lawan Kemiskinan di Tapal Kuda

Jember, 25 November 2025

Universitas Jember (UNEJ) bersama Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) dan Pemerintah Kabupaten Jember menegaskan komitmen bersama menjadikan kopi sebagai instrumen strategis pengurangan kemiskinan di wilayah Tapal Kuda.

Komitmen ini mengemuka dalam Seminar Nasional dan Temu Usaha bertema “Industrialisasi Kopi dan Pengentasan Kemiskinan” yang digelar di Auditorium Universitas Jember pada Selasa (25/11).

Seminar yang mempertemukan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas petani ini menghadirkan beragam narasumber lintas sektor. Tamu utama seminar ini adalah Wakil Kepala BP Taskin, Ir. Iwan Sumule, yang membawakan keynote “Industrialisasi Kopi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia”, serta Bupati Jember, Muhammad Fawait, S.E., M.Sc., yang memaparkan arah pengembangan kopi dan kebijakan penurunan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Jember. Selain kedua tokoh tersebut, turut hadir Kepala LP2M UNEJ Prof. Yuli Witono, Sekolah Kopi RAISA M. Saleh, Kopi Roeli Nurul Iksan, Kepala Puslit Koka Dini Artika Sari, Direktur KDMP Sidomulyo, GM Kapal Api Global Roby Wibisono, hingga Bale Kopi Gucialit Nur Kholifah. Seluruh narasumber memberikan perspektif komprehensif mulai dari kebijakan pusat dan daerah, riset akademik, inovasi pemberdayaan, hingga rantai nilai industri kopi nasional.

Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi, Prof. Drs. Bambang Kuswandi, M.Sc., Ph.D., dalam sambutannya menegaskan pentingnya sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan para pegiat kopi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan menurunkan angka kemiskinan.

Seminar Nasional yang mempertemukan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas petani kopi di Jember mengundang Wakil Kepala BP Taskin, Ir. Iwan Sumule serta Bupati Jember, Muhammad Fawait, S.E., M.Sc.

“Seperti yang kita ketahui, wilayah Tapal Kuda, memiliki sekitar 30.000 hektare lahan kopi. Melalui forum ini, kita berharap muncul banyak usulan strategis untuk meningkatkan pemasaran, budidaya, dan hasil-hasil pengembangan kopi yang dapat memberikan dampak bagi pengurangan kemiskinan. Kemiskinan di beberapa daerah masih tergolong tinggi, dan ini menjadi tantangan bersama bagi pemerintah daerah maupun Universitas Jember untuk terus berperan dalam pemberdayaan masyarakat melalui komoditas kopi,” pungkasnya.

Dari sisi kebijakan nasional, Wakil Kepala BP Taskin, Ir. Iwan Sumule, memaparkan bahwa pengembangan kopi berbasis desa harus dipahami sebagai strategi konkret untuk menurunkan kemiskinan secara berkelanjutan.

Baca Juga : Universitas Jember Tegaskan Kopi Jadi Instrumen Pengentasan Kemiskinan di Tapal Kuda

“Kita harus membalik struktur pasar yang selama ini menempatkan desa hanya sebagai pemasok bahan mentah. Karena itu, industrialisasi kopi berbasis desa harus menjadi jalan baru, nilai tambahnya harus tinggal di desa, mulai dari pencucian, sangrai, pengemasan, hingga branding. Ketika nilai tambah kopi kembali ke desa, barulah petani memperoleh porsi yang layak, dan kopi benar-benar menjadi alat pembebasan sosial serta pengentasan kemiskinan di Jember dan seluruh Tapal Kuda,” tegas Iwan Sumule.

Wakil Kepala BP Taskin, Ir. Iwan Sumule memaparkan bahwa pengembangan kopi berbasis desa merupakan strategi konkret untuk menurunkan kemiskinan.

Sementara itu, Bupati Jember, Muhammad Fawait, S.E., M.Sc., menyoroti ironi bahwa Jember, yang memiliki potensi agraris justru memiliki kantong kemiskinan tertinggi, sehingga diperlukan terobosan strategis untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, menurunkan kemiskinan, serta memperkuat posisi Jember sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan Tapal Kuda.

“Selama ini kita dikenal sebagai penghasil emas hitam, tetapi justru daerah yang menjadi pusat komoditas ini adalah wilayah dengan kemiskinan tertinggi. Karena itu, kami mendorong hutan sosial untuk menjadi solusi konkret. Dengan lebih dari 41 ribu hektare lahan yang dapat dikelola masyarakat, setidaknya 41 ribu rumah tangga bisa kita angkat dari kemiskinan. Ini bagian dari upaya kita menuju zero miskin ekstrem di tahun 2029 dan menjadikan Jember sebagai surga kopi Nusantara sekaligus motor penggerak ekonomi di Tapal Kuda,” jelas Fawait.

Dalam sesi diskusi, Kepala LP2M UNEJ, Prof. Dr. Yuli Witono, S.T.P., M.P., menegaskan bahwa kemajuan industri kopi tidak boleh berhenti di tingkat hilir saja. Ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar justru berada di hulu, di mana sebagian besar kebun kopi rakyat masih tertinggal dalam inovasi.

Bupati Jember, Muhammad Fawait dan Wakil Kepala BP Taskin, Iwan Sumule, saat mengunjungi stand dan mencoba kopi olahan dari Sekolah Kopi Raisa.

“Hari ini bisnis kopi di hilir berkembang luar biasa, kafe muncul di kota besar sampai kota kecil, harga kopi naik, dan ini tentu kabar baik. Tapi masalah besarnya, kita justru stagnan di hulunya. Banyak tanaman kopi yang sudah berumur 40–50 tahun, kualitas kopi petani kecil cenderung rendah, dan terutama, kopi kita kaya rasa namun masih miskin inovasi. Padahal dunia sudah bergerak ke arah specialty coffee, fine robusta, hingga fermentasi. Jika inovasi di hulu tidak diperkuat, maka sebesar apa pun geliat industri hilir, petani tetap tidak akan mendapatkan nilai tambah yang layak.”

Setelah memaparkan tantangan tersebut, Prof. Yuli menekankan bahwa kopi menyimpan potensi kuat sebagai instrumen nyata pengentasan kemiskinan, asalkan nilai tambahnya benar-benar kembali ke desa, selaras dengan arah industrialisasi berbasis komunitas yang juga ditekankan BP Taskin.

“Kopi bukan sekadar komoditas, tetapi jalan keluar dari kemiskinan ketika petani diberi akses pada pengetahuan, teknologi, dan kelembagaan yang berpihak,” ujarnya. “Di Sidomulyo misalnya, pendampingan UNEJ membuat robusta rakyat naik kelas hingga kategori fine-robusta. Begitu pula Kopi Raisa, yang awalnya produk desa biasa, kini punya standar cita rasa dan identitas yang membuatnya bersaing. Ketika inovasi dan nilai tambah itu tinggal di desa, posisi tawar petani berubah, pendapatan meningkat, dan desa-desa perkebunan mulai melihat jalan keluar dari lingkaran kemiskinan.”

Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi, Prof. Drs. Bambang Kuswandi, M.Sc., Ph.D., menegaskan bahwa penguatan agroindustri berkelanjutan menjadi fondasi utama kebijakan kampus menjadi kampus yang berdampak bagi petani dan masyarakat

Menanggapi komitmen Universitas Jember dalam memastikan petani kopi Jember tidak lagi identik dengan kemiskinan, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi, Prof. Drs. Bambang Kuswandi, M.Sc., Ph.D., menegaskan bahwa penguatan agroindustri berkelanjutan menjadi fondasi utama kebijakan kampus.

“Visi Universitas Jember jelas; membangun pertanian industrial yang berkelanjutan. Karena itu kami melakukan banyak riset tentang kopi dan pendampingan masyarakat secara konsisten. Di Sidomulyo, misalnya, kami mendampingi koperasi petani kopi, sementara di Bondowoso kami mengembangkan Sekolah Kopi Raisa. Ke depan kami bahkan menyiapkan ‘pesantren kopi’ agar para santri memiliki keterampilan pengolahan kopi. Intinya, kami ingin kampus ini bukan hanya unggul secara akademik, tapi benar-benar menjadi kampus yang berdampak bagi petani dan masyarakat.”

Prof. Bambang juga menegaskan bahwa seluruh upaya tersebut harus diiringi kerja sama lintas sektor agar dampaknya benar-benar dirasakan petani, terutama dalam memperkuat posisi mereka di rantai nilai kopi.

“Kami akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan industri agar petani tidak hanya menjadi buruh, tetapi mampu mengelola kopinya sendiri sehingga harga menjadi lebih kompetitif. Dengan pendampingan yang tepat, angka kemiskinan di kalangan petani kopi bisa kita tekan secara signifikan,” tutupnya. (qf)